Ilham Habibie Soroti Dinamika Impor Ilegal Gerus Industri Tekstil di Jawa Barat
Ilham mengulas, sebelumnya ada sebanyak 5 ribu perusahaan di Jabar, tersisa saat ini tinggal 60 persen saja.
Bakal calon Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ilham Akbar Habibie menyatakan perlunya keberanian dalam melawan impor ilegal yang belakangan menggerus indutri tekstil di Jawa Barat. Hasilnya, kesejahteraan warga pun menjadi terdampak.
“Buat saya adalah kita harus mendorong industri. Industri kenapa, karena kita perlu banyak lapangan pekerjaan. Jadi buat saya yang paling utama di Jabar kita harus menciptakan sebanyak mungkin lapangan pekerjaan. Kalau saya katakan industri ada banyak macam, ada yang besar, tapi ada juga yg kecil seperti tadi Teh Airin katakan di jalan desa,” tutur Ilham di SCTV Tower, Jakarta, Senin (9/9).
- Melihat Gurita Bisnis Sritex, Raksasa Tekstil pada Zamannya yang Terlilit Utang Rp25 Triliun
- Ternyata Ini Biang Kerok Industri Tekstil hingga Kertas Masih Anjlok di Semester II-2024
- Sri Mulyani Akui Serbuan Barang Impor Bikin Industri Tekstil di Indonesia Terpuruk
- Indonesia Dibanjiri Produk Tekstil Impor Hingga Berujung PHK, Ternyata Ini Penyebabnya
“Yang radikal sekali (terobosan program), yang kita lihat di Jabar itu industri tekstil kita luar biasa digempur,” sambungnya.
Ilham mengulas, sebelumnya ada sebanyak 5 ribu perusahaan di Jabar. Namun yang tersisa saat ini tinggal 60 persen saja.
“Itu karena kita terlalu permisif, memperbolehkan impor-impor yang memang sangat murah. Sangat tidak masuk akal murahnya, sudah lebih murah dari asosiasi industri tekstil katakan kepada saya itu lebih murah daripada bahan patok, kan nggak mungkin. Sebagian itu memang sudah tidak legal dan harus pikir, kita permisif impor mungkin ada ketakutan melarang itu. Tapi yang menjadi korban kita sendiri dari industrinya, terutama orang yang kerja,” jelas dia.
Artinya, kata Ilham, perlu ada pemimpin yang lebih berani untuk melarang impor ilegal di Jawa Barat. Hal itu pun tidak bisa menunggu waktu, mengulur, apalagi terlalu banyak retorika tanpa bergegas mewujudkannya.
“Karena itu kita bicara bulan, bukan kita ulur, kita tunggu, tapi sekarang kita harus buat itu. Industri itu penting ya, kita harus kembangkan ke depan. Untuk itu, kita lihat di Indonesia dalam dasawarsa lampau pertumbuhan industri di bawah pertumbuhan ekonomi. Itu tidak bisa,” ungkapnya.
Sektor pendidikan pun semestinya berjalan beriringan dengan industri sebagai lapangan kerja, khususnya tekstil di Jawa Barat. Perlu pula adanya komunikasi dan kolaborasi antara akademisi dengan pelaku industri atau ekonomi.
“Tadi disebut oleh Mas Pram adanya behavior yang ego sektoral, itu juga terjadi di ekonomi industri dan pendidikan. Mana ada orang yang dari industri menjadi profesor, nggak ada kan, hampir nggak ada di Indonesia. Atau sebaliknya, orang yang bekerja di akademia tiba-tiba dia mau karir di industri, itu jarang terjadi. Itu lintas sektor itu yang dibutuhkan,” Ilham menandaskan.