Jimly Asshiddiqie: Penggunaan Hak Angket Pemilu Jangan Melebar ke Pemakzulan Presiden
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie meminta anggota DPR RI tak mempelebar penggunaan hak angket menjadi pemakzulan Presiden.
Menurut Jimly, hasil hak angket DPT tak boleh memaksakan keputusan KPU terkait hasil Pemilu 2024.
Jimly Asshiddiqie: Penggunaan Hak Angket Pemilu Jangan Melebar ke Pemakzulan Presiden
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie meminta anggota DPR RI tak mempelebar penggunaan hak angket dugaan kecurangan Pemilu untuk isu pemakzulan presiden atau pembatalan hasil Pemilu.
- VIDEO: Eks Ketua MK Kesal Preman Bubarkan Diskusi "Merusak Jangan Dibiarkan, Polisi Harus Tindak!"
- Jimly Asshiddiqie: Tokoh Berpengaruh Sebaiknya Mulai Turunkan Suhu usai Pemilu
- Jimly Asshiddiqie: Sebagian Orang Anggap Pemilu 2019 Lebih Parah
- Jimly Asshiddiqie Minta Semua Pihak Terima Keputusan MK soal Sengketa Pilpres 2024
Dia mengatakan anggota DPR harus memahami batas-batas kewenangan dalam penggunaan hak angket.
"Para anggota DPR sebagai peserta pemilu harus memahami batas-batas kewenangannya terkait dengan pelaksanaan hak angket dengan mempertimbangkan sungguhnya tentang maksud dan tujuan serta substansi isu yang hendak diputuskan, tidak melebar kepada isu-isu liar, seperti pemakzulan Presiden, pembatalan hasil pemilu, dan lain-lain yang dapat dinilai memenuhi unsur sebagai tindakan makar yang diatur dalam KUHP," kata Jimly dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (24/2).
Dia juga mengingatkan DPR agar pengguliran hak angket Pemilu mempertimbangkan jadwal pelantikan anggota DPR, DPD, DPRD, maupun Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jimly menekankan pelaksanaan hak angket jangan sampai membuat jadwal pelantikan eksekutif maupun legislatif menjadi mundur.
"(Ini) untuk menjamin jangan sampai terjadi kevakuman kekuasaan menurut UUD 1945," ujarnya.
Kendati hak angket digulirkan di DPR, Jimly menyampaikan lembaga penyelenggara pemilu tidak boleh tunduk di bawah tekanan para anggota DPR ataupun pasangan calon presiden/wapres sebagai peserta pemilu. Sehingga, hasil hak angket DPT tak boleh memaksakan keputusan KPU terkait hasil Pemilu 2024.
"Apapun hasil pelaksanaan hak angket DPR tidak boleh dipaksakan efektifitasnya terhadap keputusan KPU mengenai teknis pelaksanaan tahapan pemilu beserta hasilnya kecuali atas perintah Bawaslu atau PT-TUN, dan Mahkamah Konstitusi dengan putusan yang berlaku final dan mengikat," jelas Jimly.
Di sisi lain, dia menuturkan kecurangan masif selalu terjadi di semua pemilu dan cenderung makin meningkat. Pada Pemilu 2024 ini, Jimly menilai narasi kecurangan muncul karena faktor Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Hal ini membuat dinamika politik di sekitar proses serta hasil Pemilu 2024 berkembang makin tegang dan penuh emosi. Jimly pun mengajak semua pihak menurunkan emosi dan mengambil jalan musyawarah untuk menemukan kebenaran dan keadilan dari aneka perbedaan terkait Pemilu 2024..
"Perbedaan data dan informasi, perbedaan perspektif atau sudut pandang, atau perbedaan kepentingan, ketiganya dapat dipertemukan dengan musyawarah dan pedebatan rasional di ruang sidang untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kemajuan peradaban dalam kehidupan berbangsa bernegara," pungkas Jimly.
Diketahui, partai politik (parpol) Koalisi Perubahan yakni NasDem, PKS, dan PKB sepakat dengan calon presiden atau capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo terkait hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024.