Jimly sebut kasus Setnov bisa ganggu hubungan eksekutif & legislatif
"Ini nama baik bangsa kita jadi pertaruhan. Jadi masalah integritas ini soal serius."
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto berkaitan erat dengan nama baik bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin merupakan hal serius. "Kita tidak bisa mendikte. Sebagai pribadi, presiden dan wapres tersinggung dong dia. Mungkin ini akan mengganggu personal eksekutif dan legislatif seterusnya," kata Jimly di Istana Wakil Presiden, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (8/12).
Ketersinggungan presiden dan wapres atas dugaan pencatutan nama oleh Ketua DPR, Setya Novanto berpotensi mengganggu hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif di kemudian hari. Terlebih lagi Jimly menilai, tidak ada tradisi pejabat DPR mengundurkan diri.
"Lah bagaimana, ketuanya menyindir-nyindir ngomong-ngomong begitu kan tidak enak. Itu pasti mengganggu secara institusi. Tapi kan kebiasaan mundur kita kan tidak ada," ucap Jimly.
Soal pencatutan nama presiden dan wapres, Jimly menegaskan hal itu berkaitan erat dengan nama baik bangsa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang dinilai Jimly perlu dilakukan agar hal ini tidak kembali terjadi.
"Ini nama baik bangsa kita jadi pertaruhan. Jadi masalah integritas ini soal serius. Maka ke depan harus dipikirkan adanya larangan konflik kepentingan," kata Jimly.
Selain itu, lanjut Jimly, perlu ada pengaturan etika profesi bagi pejabat dan penyelenggara negara. "Jangan dibiarkan masalah etika ini diselesaikan dengan rumit menggunakan logika hukum. Dia lebih cepat, lebih sederhana sehingga tidak merusak citra institusinya," tutur Jimly.
Namun, khusus perihal kasus pelanggaran etika yang saat ini masih bergulir di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Jimly meminta masyarakat untuk menunggu keputusan MKD terhadap dugaan pelanggaran etika oleh Setya Novanto.
"Khusus urusan ini, kita tunggu keputusan internal MKD. Ini kan baru memeriksa. Belum memutus. Jadi kita tunggu dulu. Karena bisa saja diputuskan dibentuk panel berarti serius," tutur Jimly.
Meski kemarahan Presiden Jokowi dinilai serius, namun Jimly menegaskan bahwa MKD memiliki kemandirian terhadap keputusannya sendiri. Jimly menilai, saat ini dukungan harus diberikan kepada presiden dan wakil presiden, terlebih keduanya dinilai kompak dalam menata sistem di Indonesia saat ini.
"Saya rasa harus memberi dukungan. Presiden dan wapres kompak menata sistem beretika di negara. Jadi konflik kepentingan diatur dan etika diatur. Yang penting presiden dan wapres kompak. Jangan sampai tidak, biar negara tidak terpecah belah," tutup Jimly.
Sebelumnya, Presiden Jokowi marah besar namanya dicatut dalam urusan saham Freeport. Dengan muka tegang menahan amarah dia menggelar konferensi pers.
"Tidak boleh namanya lembaga negara bermain-main lagi," kata Jokowi, Senin (7/12).
"Saya nggak apa-apa dikatakan presiden gila, presiden sarap, presiden koppig. Tapi sudah mencatut saham 11 persen itu yang saya tidak mau. Ini masalah kepatutan, masalah etika, moralitas, dan itu masalah wibawa!" tegas Jokowi dengan nada tinggi.