Kandas Moeldoko 'Kudeta' AHY dari Demokrat
Pelbagai manuver untuk mengambil alih kepengurusan AHY yang sah di Demokrat selalu kandas.
Kubu Moeldoko mengalami kekalahan telak dari Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Pelbagai manuver untuk mengambil alih kepengurusan AHY yang sah di Demokrat selalu kandas.
Kisruh Demokrat vs Moeldoko ini berawal ketika Partai Demokrat mengendus upaya kudeta oleh sejumlah kader dan pejabat pemerintah. Belakangan terungkap pejabat itu adalah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Kudeta ini digawangi oleh Jhoni Allen, Darmizal, Nazaruddin, Marzuki Alie dll.
-
Kapan AHY mulai bertugas sebagai ketua partai Demokrat? Sebelum bertugas sebagai ketua partai Demokrat di tahun 2016, AHY sempat menduduki pangkat Mayor.
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
-
Mengapa Partai Demokrat akan membahas arah politiknya? "Nah kita akan melangkah ke mana? Karena ini nasib bangsa dan negara yang sedang kita perjuangkan, tentu kita akan dalami betul setiap data dan fakta serta harapan dari rakyat untuk Indonesia yang lebih baik,"
-
Bagaimana cara AHY mengajak kader Demokrat untuk move on? Sikap memaafkan dan mengajak seluruh kader untuk “move on” memberi signal yang menunjukkan kedewasaan politik, baik dari Ketua Umum Mas AHY maupun seluruh jajaran Partai Demokrat.
-
Bagaimana Partai Demokrat menentukan arah politiknya? "Setelah itu mungkin ke depannya baru lah akan diputuskan berdasarkan harapan masyarakat pro perubahan, pro perbaikan, yang telah meletakkan aspirasi dan harapannya kepada Demokrat selama ini,"
-
Apa yang diusulkan oleh Partai Demokrat terkait penunjukan Gubernur Jakarta? Hal senada juga disampaikan Anggota Baleg Fraksi Demokrat Herman Khaeron. Dia mengatakan, pihaknya tetap mengusulkan agar Gubernur Jakarta dipilih secara langsung. "Kami berpandangan tetap, Pilgub DKI dipilih secara langsung. Bahkan wali kota juga sebaiknya dipilih langsung," kata Herman Khaeron.
Moeldoko menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara. KLB yang digelar secara singkat, langsung mengangkat Moeldoko sebagai Ketua Umum.
Setelah itu, kubu Moeldoko mengupayakan pengesahan kepengurusan hasil KLB. Mereka mengajukan permohonan pengesahan ke Kemenkum HAM pada 15 Maret 2021.
Berikut perjalanan Moeldoko merebut Demokrat dari AHY:
Menkum HAM Tolak KLB Deli Serdang
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengumumkan, menolak permohonan pengesahan hasil KLB Deli Serdang oleh kubu Moeldoko pada 31 Maret 2021. Hasil verifikasi oleh Kementerian Hukum dan HAM, tak bisa mengesahkan kepengurusan kubu Moeldoko karena tidak bisa melengkapi berkas.
Kementerian Hukum dan HAM sudah memberi waktu untuk dilengkapi namun dokumen itu tidak juga lengkap. Kelengkapan dokumen harus kembali diserahkan pada 29 Maret 2021 dengan rentang waktu 7 hari. Namun, hasilnya juga masih belum memenuhi syarat karena tidak adanya mandat DPC dan DPD Partai Demokrat.
Dokumen yang belum dipenuhi adalah terkait perwakilan DPD, DPC, dan mandat ketua DPD dan DPC. "Dengan demikian pemerintah menyatakan permohonan pengesahan hasil KLB di Deli Serdang tanggal 5 Marer 2021 ditolak," ujar Yasonna.
Gugatan Mantan Ketua DPC Ditolak PN Jakpus
Pada sekitar bulan Juni 2021, PN Jakarta Pusat menggelar sidang gugatan mantan Ketua DPC Demokrat Halmahera Utara Yulius Dagilaha.
Gugatan terkait pemecatan dari partai Demokrat itu menuntut AHY ganti rugi Rp1,8 miliar.
Gugatan dengan nomor perkara 167/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN.Jkt.Pst itu ditolak. PN Jakpus dalam amar putusannya menyatakan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Jhoni Allen Gugat AHY
Perlawanan Moeldoko Cs berujung pemecatan Jhoni Allen dkk. Tak terima dipecat, Jhoni Allen menggugat AHY karena merasa dirugikan baik secara materiel maupun imateriel atas pemecatan itu. AHY dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp55,8 miliar.
Demokrat memberikan sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat sebagai anggota Partai Demokrat terhadap sejumlah kadernya yang terlibat gerakan kudeta.
Mereka antara lain Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib, Ahmad Yahya dan Marzuki Alie.
Namun, perlawanan Jhoni Allen kandas setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada bulan Mei 2021 lalu menolak gugatannya. Jhoni melakukan banding atas putusan hakim. Pengadilan Tinggi Jakarta juga menolak banding yang diajukan Jhoni Allen.
Hal itu diketahui berdasarkan salinan putusan di laman Mahkamah Agung. Putusan itu telah dibacakan 18 Oktober 2021 lalu.
"Menyatakan, permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat tersebut tidak dapat diterima," demikian bunyi amar putusan tersebut.
Gandeng Yusril Gugat ke MA
Tak patah arang, kubu Moeldoko menunjuk advokat Yusril Ihza Mahendra melawan AHY. Yusril diminta mengajukan gugatan atas AD/ART DPP Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) yang disahkan tanggal 18 Mei 2020.
Yusril menyatakan telah menyiapkan argumen meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli agar gugatannya dikabulkan MA. Dia berpendapat, Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan Mahkamah Partai. Selain itu, kata dia, PTUN juga tidak berwenang mengadili karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.
Dia menegaskan, jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola “suka-suka” oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya. Yang kemudian dilegitimasi oleh AD/ART yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan UUD 1945.
Untuk itu, dia meminta Mahkamah Agung harus melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan undang-undang atau tidak.
Mahkamah Agung menolak permohonan uji formil dan uji materiil kubu Moeldoko. Kuasa hukum kubu Moeldoko, Yusril Ihza Mahendra menyatakan tidak sependapat dengan putusan Mahkamah Agung itu. Menurut dia, MA tidak menerima gugatan tersebut karena AD/ART partai bukan peraturan perundangan yang berlaku umum karena hanya mengikat kepada anggota partai. Serta partai politik bukan lembaga negara sehingga MA menyatakan tidak berwenang menguji AD/ART Parpol.
PTUN Tolak Gugatan Moeldoko
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga menolak permohonan gugatan Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun terhadap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Gugatan yang ditolak tersebut adalah nomor perkara 150/G/2021/PTUN-JKT. Penolakan tertuang di laman Mahkamah Agung (MA), Selasa (23/11).
Majelis Hakim menolak gugatan Moeldoko dan Jhoni Allen sebab PTUN tidak berwenang untuk mengadili perkara terkait internal partai politik.
Selain itu, keputusan PTUN itu menegaskan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres V yang sah dan diakui negara.
Setelah putusan PTUN, Demokrat masih menghadapi gugatan pendukung kubu Moeldoko yang menuntut membatalkan SK Menkum HAM terkait hasil Kongres V Partai Demokrat 2020. Gugatan ini tercatat dengan nomor perkara 154/G/2021/PTUN-JKT di PTUN Jakarta.
(mdk/ray)