Kata warga tentang persaingan para capres yang kian memanas
Serangan-serangan yang dilakukan timses kedua pasangan pun mendapat pandangan berbeda oleh masyarakat.
Menjelang pemilihan presiden pada 9 Juli nanti, pertarungan dua pasangan capres dan cawapres semakin sengit. Sengitnya pertarungan dua kandidat itu terlihat jelas dari kedua timses pasangan yang saling memberikan serangan-serangan secara frontal jelang pencoblosan nanti.
Terakhir isu komunis yang dihembuskan oleh tvOne untuk menyerang pasangan Jokowi - JK . Tak ayal, isu ini membuat pendukung pasangan itu geram dan menyegel kantor tvOne di Yogyakarta.
Serangan-serangan yang dilakukan timses kedua pasangan pun mendapat pandangan berbeda oleh masyarakat. Merdeka.com mencoba merangkum beberapa pendapat masyarakat mengenai serangan yang dilakukan kubu timses kedua pasangan tersebut.
Berikut tanggapan masyarakat mengenai perseteruan antara Prabowo - Hatta dan Jokowi - JK dalam Pilpres 2014, yang dirangkum merdeka.com, Rabu (2/7):
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Bagaimana tanggapan Prabowo atas Jokowi yang memenangkan Pilpres 2014 dan 2019? Prabowo memuji Jokowi sebagai orang yang dua kali mengalahkan dirinya di Pilpres 2014 dan 2019. Ia mengaku tidak masalah karena menghormati siapapun yang menerima mandat rakyat.
-
Apa yang di lakukan Prabowo saat mendampingi Jokowi dalam rapat? Ini setiap rapat ada rapat internal rapat-rapat terbatas, Pak Prabowo selalu mendampingi pak Presiden," kata Budi, saat diwawancarai kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/3).
-
Bagaimana Prabowo bisa menyatu dengan Jokowi? Saat Pilpres 2019 Prabowo merupakan lawan Jokowi, namun setelah Jokowi terpilih menjadi presiden Prabowo pun merapat kedalam kabinet Jokowi.
-
Kenapa Prabowo bertemu Jokowi di Istana? Juru Bicara Menteri Pertahanam Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut, pertemuan Prabowo dengan Jokowi untuk koordinasi terkait tugas-tugas pemerintahan.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
Kedua capres tak beri pendidikan politik baik
Rupanya strategi kedua pasangan jelang pencoblosan 9 Juli mendatang ditanggapi dingin oleh beberapa kalangan masyarakat. Salah satunya, Anugrah Dian Pratama (25), yang mengaku gerah dengan cara pertarungan kedua pasangan jelang Pilpres 9 Juli mendatang.
Menurut Anugrah, maraknya perseteruan antara kedua capres dan cawapres tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Bahkan sudah melebar dari alur visi dan misi pasangan.
Anugrah mengatakan, saat ini yang terlihat perselisihan yang kuat lewat strategi timses masing-masing. Akibatnya, Dian kurang memahami tentang visi dan misi yang dimiliki oleh calon pemimpin Indonesia di lima tahun mendatang itu.
"Saya hanya melihat keburukan-keburukan yang ada dari masing-masing kandidat ini dan itu membuat seakan-akan pilpres ini seperti buah simalakama," kata Anugrah saat ditemui merdeka.com Rabu malam.
Mahasiswa S2 itu menuturkan, masih bimbang terhadap kedua capres, sebab kedua capres memiliki kekurangan masing-masing. Menurutnya, pasangan nomor urut satu diduga pernah terlibat pelanggaran HAM, sedangkan nomor urut dua mudah disetir partainya.
"Jika memilih kandidat nomor satu Indonesia akan memiliki pemimpin yang pernah melanggar HAM. Hal itu juga berlaku jika memilih kandidat nomor dua, Indonesia memiliki capres 'boneka'," ujar Anugrah.
Rakyat tak punya pilihan
Sebut saja N (26) salah satu PNS ini mengaku pusing bukan kepalang dalam memilih capres dan cawapres pada pilpres 9 Juli nanti. Menurutnya, pilpres yang hanya dihadirkan dua pasangan membuat masyarakat tak mempunyai pilihan lain.
Padahal serangan kedua timses selama ini membuat masyarakat menjadi semakin malas dalam memberikan suaranya. Kendati begitu, dia memastiak akan tetap memberikan suaranya.
"Indonesia belum pernah punya dua calon, yang ada tahun 2004 itu ada lima calon, kemudian pada 2009 ada tiga calon. Jadi kalau orang mau nyerang lawannya ya jadi susah, beda lagi sama tahun ini yang terbilang gampang," tuturnya.
Kedua capres sama-sama buruk
Menurut Alifka Gaung Ryanda (20) perseteruan antara kubu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK makin kompetitif. Masing-masing kandidat memiliki kekurangan dan kelebihannya dalam hal memimpin bangsa ini.
Meskipun kedua pasangan memiliki kekurangan, dancer ini mengaku, sudah memiliki kandidat yang akan ia pilih pada 9 Juli mendatang.
"Kalau pilihan, ya ada dong," kata Alifka yang enggan mau menyebutkan pilihannya.
Kedua capres seperti anak-anak
Pendapat berbeda diberikan ibu rumah tangga ini. Menurut Farach Zhachqilah (21), perseteruan kedua pasangan semakin lucu dan penuh tantangan.
Ibu satu anak ini mengatakan, semakin hari kedua kandidat seperti kekanak-kanakan. Hal itu terlihat pada debat capres beberapa waktu lalu, salah satu kandidat terlihat berwibawa, tetapi justru menuruti opini lawannya.
Sementara kandidat yang satu sebenarnya bagus, namun terkadang prinsipnya tidak dimengerti.
"Kandidat yang satu menjaga image banget, yang satu lagi malah sok merakyat. Kan jadi lucu," kata Farach.
Kedua capres beri pemahaman politik baru
Dedy Azhar (26) menilai, perseteruan antara kedua capres merupakan hal yang wajar. Menurutnya, masing-masing kandidat saling menyerang dan berargumen sehingga menciptakan dinamika politik yang dapat dimaklumi.
Namun, menurut pengusaha ini yang menjadi masalah besar adalah blower-nya, yakni media yang tidak terkontrol. Media memiliki peran untuk menggerakkan opini masyarakat terutama yang muncul.
"KPI dan Bawaslu seperti lembaga tanpa “gigi”, konflik kampanye antara kedua kubu tidak sehat, sehingga media menjadi alat politik," tuturnya.
Ia juga menganggap gagalnya lembaga negara sebagai regulator dalam memberikan fungsi kontrol pada media, baik tv, cetak, online, dan sebagainya. Menurutnya, hal ini menjadi PR bagi pemerintah agar dapat memberikan wewenang lebih kepada KPI, fokus kepada media yang menjadi alat politik.