Ketua Komisi I DPR minta Jokowi tak sembarangan susun RUU Kamnas
RUU Kamnas era SBY gagal disahkan karena masih ada tarik menarik kepentingan antara TNI dan Polri.
Pemerintah Presiden Jokowi berniat menyusun Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas). Padahal, mantan Presiden SBY juga pernah mengajukan RUU Kamnas, namun tidak selesai karena sejumlah persoalan.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menjelaskan, RUU Kamnas yang diajukan SBY tidak selesai karena ada tarik menarik kepentingan antara Polri dan TNI. Sehingga pembahasan yang dilakukan antara Komisi I dan Komisi III tidak selesai sampai akhir pemerintahan SBY.
Dia mengatakan, RUU Kamnas era SBY lebih kepada perspektif keamanan dalam hal penegakan ketertiban dan penegakan hukum. Di sini, peran militer lebih dominan sehingga terlihat seperti ada persaingan antara TNI dan Polri.
"Jadi penerapan di lapangan seperti persaingan antara TNI dan Polri. Kedua cakupan sangat sempit. Karena kalau kita bicara Kamnas bentuk ancamannya kan multi dimensi," kata Mahfudz saat dihubungi, Kamis (11/12).
Mahfudz menilai, RUU Kamnas harus dibahas dan dikaji oleh pemerintah secara komprehensif saat mengajukan draf dan naskah akademiknya. Menurut dia, pemerintah harus melibatkan seluruh stake holder dalam pembahasan RUU Kamnas ini, agar konflik TNI dan Polri justru tidak semakin meruncing di RUU ini.
"Menurut saya Jokowi harus hati-hati dalam menyusun naskah akademik RUU Kamnas. Tidak boleh dibahas sektoral, tapi dibahas dengan Pansus yang melibatkan semakin banyak komisi, karena dimensi Kamnas itu multisektoral, perang asimetris bukan hanya dimensi tugas kepolisian atau militer, tapi termasuk sektor di luar itu, misalnya kesehatan, informasi, ini bentuk asimetrik forces," jelas Mahfudz.
Wasekjen PKS ini menambahkan, tugas TNI dan Polri harus benar-benar jelas dalam naskah akademik yang dirancang dalam RUU Kamnas nanti. Karena menurut dia, RUU Kamnas harus dilihat dari perspektif reformasi sektor keamanan.
Misalnya, dia setuju jika Polri di bawah kementerian nantinya. Dengan begitu, tidak ada kecemburuan antara TNI dan Polri, sehingga konflik dua institusi tidak lagi terjadi.
"Soal kewenangan dan kendali, reformasi sektor keamanan ini nanti masuk reformasi TNI dan Polri. Capaian reformasi TNI tunduk pada supremasi sipil. Nah reformasi di Polri enggak tuntas sampai kayak TNI zaman Orde Baru di bawah presiden. Atribut militerisitik masih banyak kebawa. Jadi sistem Kamnas didahului menyelesaikan reformasi Polri, apakah di luar kementerian atau di bawah supremasi sipil," tutur dia.
Mahfudz yakin RUU Kamnas bisa selesai dengan baik jika Polri berada di bawah kementerian. Dengan demikian tidak lagi terjadi kesenjangan mencolok antara TNI dan Polri jika RUU Kamnas diselesaikan.
"Satu keniscayaan penuntasan reformasi Polri. Kalau bicara konflik TNI-Polri akan terjadi sepanjang gap ini tidak selesai, salah satu gap karena ini (reformasi Polri belum tuntas). Makanya saya bilang kalau Polri di bawah supremasi sipil akan banyak bantu selesaikan konflik (TNI-Polri) yang terjadi selama ini," pungkasnya.