Ketua Pansus angket: Setya Novanto target politik KPK
Ketua Pansus angket: Setya Novanto target politik KPK. Agun juga mempertanyakan keputusan KPK memperpanjang masa cegah tangkal kepada Setnov untuk pergi ke luar negeri hingga April 2018. Padahal, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Setnov pada 29 September.
Pansus Hak Angket KPK akan menjadikan kekalahan KPK dalam gugatan praperadilan atas penetapan tersangka korupsi e-KTP yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto sebagai fakta baru. Ketua Pansus angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa menilai, kekalahan itu menunjukkan kecerobohan KPK dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Terkonfirmasi bahwa KPK ini bekerja ceroboh, tidak hati-hati termasuk maaf ya terlepas Pak Novanto ketua umum partai saya," kata Agun di kediamannya, Cijeruk, Cigombong, Bogor, Jawa Barat, Minggu (8/10).
Agun juga mempertanyakan keputusan KPK memperpanjang masa cegah tangkal kepada Setnov untuk pergi ke luar negeri hingga April 2018. Padahal, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Setnov pada 29 September 2017. Keputusan itu membuat status tersangka Setnov menjadi tidak sah.
"Seperti kasusnya hari ini gitu terhadap Pak Novanto, saya pertanyakan apa dasar dia melakukan pencekalan. Diperpanjang lagi, sementara dia menang di praperadilan," tegasnya.
Seseorang dicekal, kata Agun, harus memiliki alasan hukum yang jelas. Semisal, dicekal karena takut menghilangkan alat bukti atau melarikan diri. Agun meyakini Setnov tidak akan pergi meninggalkan Indonesia karena memiliki jabatan sebagai Ketua DPR.
"Alasan orang ditahan itu menghilangkan barang bukti. Barang bukti sudah di sana semua, orangnya melarikan diri. Gimana mau melarikan diri wong pegang jabatan. Lalu dicekal, mencekal itu harus ada alasan-alasanya," tandasnya.
Menurut Agun, perpanjangan masa cekal ini membuktikan KPK telah menarget Setnov atas kasus e-KTP.
"Sekarang apa yang proses yang menyulitkan apa kalau dia dicekal? Ini juga dari sisi hukum KPK ini jelas motivasinya itu memang target gitu loh, target politik," ujar Agun.
Selain itu, KPK disebut telah berpolitik karena terus menjerat kader-kader Golkar dalam pusaran kasus korupsi. Apalagi, sejumlah kader tersebut berniat maju dalam Pilkada 2018. Sebut saja, Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari.
"Ini kan sekarang saya juga bertanya-tanya hari ini kenapa banyak orang Golkar yang disikat? Ini berarti dia berpolitik. Kalau dia tidak berpolitik, kenapa kasus-kasus yang sejumlah 20 orang yang statusnya tersangka itu enggak diproses. Apalagi ini berkaitan mau Pilkada," ucapnya.
Agun mempertanyakan komitmen KPK untuk menghentikan proses hukum seseorang yang telah ditetapkan sebagai bakal calon kepala daerah. Komitmen itu disetujui KPK saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III beberapa waktu lalu.
"Lalu apa komitmen komisi III yang mau meminta proses pilkada, yang minta kan Aziz, selama proses menghadapi Pilkada ini enggak ada berkaitan penanganan-penanganan perkara yang berkaitan dengan pihak-pihak yang akan ikut Pilkada," tambah Agun.
Serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, lanjut Agun, mengartikan ada yang dominan di jajaran pimpinan lembaga antirasuah itu.
"Semakin terkonfirmasi lagi ternyata memang benar klik itu ada, ternyata KPK itu pimpinannya saya meragukan kepemimpinannya kalau lihat kayak begini," tukasnya.