Konsep syariah dalam agenda politik dinilai turunkan posisi agama
Dalam masa Pilkada banyak upaya dilakukan dari tiap pasangan calon. Termasuk memasukkan unsur agama ke dalam politik. Namun, ide itu dianggap malah menurunkan posisi agama bila ditawarkan sebagai agenda politik.
Dalam masa Pilkada banyak upaya dilakukan dari tiap pasangan calon. Termasuk memasukkan unsur agama ke dalam politik. Namun, ide itu dianggap malah menurunkan posisi agama bila ditawarkan sebagai agenda politik.
Masalah penerapan syariah ini juga menghiasi Pilgub DKI Jakarta. Bahkan sempat beredar adanya Jakarta Bersyariah dari salah satu pasangan calon, meski telah dibantah. Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, Arif Susanto, melihat bahwa konsep itu justru membuat agama menjadi terdegradasi.
"Ini juga mendegradasi posisi mulia agama ketika program-program syariah ini ditawarkan dalam agenda politik," kata Arif dalam keterangannya, Selasa (11/4).
Dia menuturkan bahwa Jakarta Bersyariah merupakan wacana inkonsisten dan tidak membantu memenangkan dalam Pilgub DKI 2017. Sebab, permasalahan Jakarta dinilai harus diselesaikan dengan program konkret.
Terutama, kata dia, menangani permasalahan kemacetan, kemiskinan, dan korupsi menjadi prioritas di Jakarta. Untuk itu, sentimen keagamaan di Jakarta diperkirakan sulit berkembang lantaran warganya berbagai ragam. "Paslon tidak bisa memenangi pilkada hanya karena dukungan satu kelompok. Ini perlu diingat," terangnya.
"Indonesia ini kan majemuk sejak awal. Ketika dikemukakan agenda yang anti demokrasi seperti Jakarta Bersyariah, maka muncul kecenderungan gagal. Tak hanya di Indonesia," tambahnya.
Sebelumnya, pandangan berbeda disampaikan Guru Besar Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor Prof Dr KH Didin Hafidhuddin. Dia menilai wacana Jakarta Bersyariah sangat mungkin diterapkan secara konstitusional di ibu kota. Sebab, konsep tersebut sejalan dengan undang-undang dasar negara.
"Mungkin saja diterapkan secara konstitusional. Peraturan syariah juga bisa diperbanyak misalnya dengan undang-undang," kata Didin, Kamis pekan lalu.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), ini mengatakan aspek syariah tak hanya berkaitan dengan pemberlakuan hukuman kesannya menyeramkan. Tetapi juga berkaitan dengan kemanusiaan sebenarnya sudah tercermin dari mukadimah Undang Undang Dasar 1945.
"Pelaksanaannya sebenarnya sudah berlaku di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari ruh bangsa dan masyarakat kita dan konsep syariah tidak menyeramkan," ujar Didin.
Didin menekankan, penerapan peraturan-peraturan syariah ini perlu dilakukan sejalan dengan konstitusi. "Tidak ada masalah selama didiskusikan di forum-forum yang secara konstitusi sah seperti dewan perwakilan. Tujuan (Jakarta Bersyariah) ini kan baik," kata mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional periode 2004-2015.
Seperti diketahui, isu penerapan syariat Islam di Jakarta kembali jadi perbincangan setelah beredarnya berbagai spanduk yang menyertakan foto pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno terpasang di beberapa titik di Jakarta, Senin 3 April 2017 lalu. Dalam spanduk-spanduk tersebut, tercantum beberapa perda yang mungkin diterapkan seperti pembentukan polisi syariah, penerapan hukum cambuk, dan kewajiban berbusana muslim. Namun Anies menegaskan, spanduk tersebut merupakan fitnah untuk dirinya dan Sandi.