KPU dan Bawaslu Akui Masih Ada Kendala Pemilih Saat Pemilu
Kendala itu terkait pemilih yang harus memiliki KTP elektronik dan terdaftar di DPT.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menemukan adanya potensi gangguan hak milih (voter suppression) atas ketentuan bagi para pemilih untuk memiliki KTP Eletronik sebagai persyaratan sebagai pemilih saat kontestasi Pemilu.
"Kepemilikan KTP elektronik sebagai syarat pemilih. Kita bisa simpulkan dari putusan MK bahwa kepemilikan KTP elektronik adalah syarat mutlak, syarat administrasi seseorang untuk bisa memilih, penggantinya hanyalah suket," kata Peneliti Perludem, Mahardhika saat sesi webinar yang digelar Perludem, Kamis (23/9).
-
Kapan Pemilu 2024? Sederet petahana calon legislatif (caleg) yang sempat menimbulkan kontroversi di DPR terancam tak lolos parlemen pada Pemilu 2024.
-
Bagaimana Pemilu 2024 diatur? Pelaksanaan Pemilu ini diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024. Regulasi ini diteken KPU RI Hasyim Asyari di Jakarta, 9 Juni 2022.
-
Mengapa Pemilu 2024 penting? Pemilu memegang peranan penting dalam sistem demokrasi sebagai alat untuk mengekspresikan kehendak rakyat, memilih pemimpin yang dianggap mampu mewakili dan melayani kepentingan rakyat, menciptakan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat, serta memperkuat sistem demokrasi.
-
Bagaimana pelaksanaan Pemilu 2024 di Jakarta Timur dibandingkan dengan Pemilu 2019? Tedi mengatakan penghitungan di tempat pemungutan suara (TPS), rekapitulasi Tingkat kecamatan, kota, dan provinsi berjalan lancar. Tedi mengungkap pada Pemilu 2019, KPU Kota Administrasi Jakarta Timur, dua kali mendapatkan teguran dari KPU RI. Namun, hal itu berbeda dengan pelaksanaan pada Pemilu 2024.
-
Apa tujuan utama dari Pemilu 2024? Pemilu merupakan wadah bagi rakyat untuk menjalankan demokrasi demi mempertahankan kedaulatan negara.
Oleh karena itu, Dhika mengindentifikasi masih ada potensi seseorang mengalami gangguan hak pilih dalam sistem pemberlakukan KTP Elektronik sebagai basis data utama. Sedangkan bagi masyarakat adat atau trans perempuan masih banyak yang tak memiliki KTP Elektronik.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Ilham Saputra menyampaikan bahwa pihaknya juga menemukan sejumlah kendala. Walaupun bila merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah mewajibkan adanya KTP Elektronik sebagai persyaratan.
"Sementara sampai saat ini Kemendagri selaku menyampaikan bahwa blangko itu tinggal berapa persen lagi dari berapa persen lagi di beberapa tempat," ujar Ilham.
"Mungkin persoalan KTP ini di beberapa kali PSU juga menjadi soal, semisal di Kalimantan Selatan, di Saburai, Nabire, orang masih ada orang yang tidak punya KTP. Bingung mereka bagaimana mendapatkan KTP, sementara KTP dijadikan syarat wajib sebagai proses pemilihan," tambahnya.
Alhasil, Ilham mengatakan bahwa persoalan KTP Elektronik ini seharusnya dapat diselesaikan atas kesepakatan dan kerja bersama-sama yang dilakukan semua pihak. Agar seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih bisa memilih sesuai syarat.
"Tetapi memang ada praturan undang-undang yang tidak bisa kita buat diskresinya. Seperti soal KTP ini kan jadi kendala buat kita juga," kata Ilham.
Sedangkan pada kesemparan sama, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Fritz Edward mengatakan bahwa selain persoalan KTP Elektronik bagi pemilih sebagai syarat untuk memilih yang di mana jadi temuan Perludem sebagai ganguan hak milih.
"Apakah seseorang itu harus dapat memilih karena dia memiliki KTP Elektronik dan juga oleh karena DPT itu yang harusnya ada di dalam penelitian ini. Kami melihat bahwa prinsip Bawaslu itu adalah sama dengan putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor 111 Tahun 2003, Putusan MK 102 Tahun 2009, Putusan MK 20 tahun 2019 dimana KTP Elektronik seharusnya tidak," kata Fritz.
Padahal belajar dari pengalaman yang sudah ada, Fritz melihat jika Bawaslu sudah sempat mengacu pada ketentuan tersebut yakni bagu setiap orang yang memiliki KTP Elektronik bisa untuk mencoblos. Tetapi dalam kenyatannya Mahkamah Konstitusi (MK) sempat memutuskan hal yang berbeda.
Seperti halnya pada contoh kasus PSU (Pemungutan Suara Ulang) di Gubernur Jambi. Di mana Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk dilakukannya PSU karena ada orang yang memiliki KTP setempat, namun tidak dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap), mereka mencoblos dan akhirnya dinyatakan PSU.
"Salah satu memang mengapa kita PSU di Jambi, karena ada orang-orang yang tidak terdaftar di DPT, tetapi dia mencoblos. Meskipun KTP nya daerah setempat. Jadi kemudian, itu juga yang membuat saya, bahwa yang menghalangi untuk orang memilih bukan hanya dia tidak memiliki KTP Elektronik. Meskipun dia memiliki KTP Elektronik tetapi dia tidak terdaftar dalam dapat," tuturnya.
"Dia itu kalau berdasarkan putusan MK Pilkada Jambi dia itu tidak bisa memilih. Bahkan di dalam putusan MK, MK malah tetap menempatkan orang yang dapat memilih adalah orang-orang yang ada di dalam DPT," tambahnya.
Baca juga:
Perludem: ODGJ Berhak Terdaftar Sebagai Pemilih pada Pemilu
PKB Sebut Cak Imin Terbuka Dipasangkan dengan Ganjar, Anies Hingga AHY
Airlangga Dinilai Cocok Duet dengan Ganjar Pranowo
Pengamat: Ganjar-Sandi Barang Bagus dari Seluruh Penjuru Mata Angin
Parameter Politik: PDIP akan Realistis, Ganjar Capres, Puan Ketua Umum
Hasil Riset Perludem Temukan Sejumlah Gangguan Hak Pemilih Saat Pemilu