KPU Diserbu 'Hacker' dari Dalam dan Luar Negeri
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengungkap terjadi serangan (hacker) terhadap sistem IT lembaganya. Bahkan, Arief menyebut pelaku peretasan datang dari dalam dan luar negeri.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengungkap terjadi serangan (hacker) terhadap sistem IT lembaganya. Bahkan, Arief menyebut pelaku peretasan datang dari dalam dan luar negeri.
"Kalau nyerang ke web kita itu memang ada terus dan itu bisa datang dari mana-mana," ucapnya ditemui di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Apa saja yang dipilih dalam Pemilu 2019? Pada tanggal 17 April 2019, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Serentak yang merupakan pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD secara bersamaan.
-
Kapan PDIP menang di pemilu 2019? Partai pemenang pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase 19.33% dari total suara sah yang diperoleh.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Data apa yang bocor dari situs KPU? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, data yang bocor dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan data DPT.
-
Partai apa yang menang di Pemilu 2019? Partai Pemenang Pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase suara sebesar 19.33% atau 27,05 juta suara dan berhasil memperoleh 128 kursi parpol.
Arief menjelaskan, KPU telah berupaya menangkal serangan itu. Bahkan melacak IP Address peretas.
Namun, dia mengatakan, IP Address negara yang terdeteksi tidak berarti negara asal pelaku. Misal, pelaku dari dalam negeri bisa menggunakan IP Address luar negeri.
Sebelumnya, media Bloomberg memberitakan tentang serangan peretas terhadap sistem data pemilih KPU. Serangan itu berasal dari China dan Rusia.
"Jadi tidak seperti diberitakan (Bloomberg) itu, bahwa yang ngehack pasti dari situ (China dan Rusia), tapi dari IP Address bisa datang dari mana-mana. Cuma orangnya siapa kita tidak tahu," tegasnya.
Arief menyebut salah satu serangan yang dilancarkan adalah deface. Serta ada bentuk serangan lain yang ia tidak mau mengungkap.
Arief memastikan serangan bisa ditangani. Dia akan bicara lebih lanjut apabila pelakunya telah tertangkap.
"Kalau orangnya sudah ditangkap, anda bisa identifikasikan siapa dia dari mana motifnya apa," tandasnya.
Tak Akan Pengaruhi Hasil Pemilu
Meskipun ada serangan dari hacker, Arief menjamin tak bakal pengaruhi signifikan Pemilu 2019. Dia juga menegaskan, tim IT selalu berupaya membentengi pertahanan lembaganya.
"KPU menjaga sistem kita, aman, orang kan mau nyerang kan datang terus, tapi kita berupaya membentengi supaya tetap aman. Sampai sekarang web kita kan. Ya meski ada yang nyerang setop dulu bentar, tapi semua bisa digunakan," jelas Arief.
Sekalipun sistem IT KPU terkena serangan hacker, Arief memastikan hal itu tak akan bisa mengubah hasil Pemilu 2019.
Arief menjelaskan, rekapitulasi suara dilakukan dengan cara manual. Sehingga, bagaimanapun kerusakan sistem IT KPU, hal itu tak bisa mengubah hasil pemilu 17 April nanti.
"Penghitungan suara itu yang ditetapkan itu adalah yang hasil direkap secara berjenjang dan manual melalui berita acara itu. Jadi andaikan sistem diserang, KPU nyatakan enggak pakai itu, itu enggak papa pemilunya kan pemilu berdasarkan ketentuan UU hasil rekap manual melalui berita acara itulah yang dipakai KPU," tutup Arief.
Disorot Media Asing
Media Bloomberg sebelumnya memberitakan bahwa basis data pemilih di KPU tengah diserang oleh peretas yang berasal dari China dan Rusia. Dalam beritanya, KPU mengutip wawancara dengan Ketua KPU Arief Budiman.
Bloomberg menuliskan, peretas berupaya untuk memanipulasi atau memodifikasi konten serta untuk menciptakan apa yang disebut pemilih hantu, atau identitas pemilih palsu.
"Mereka mencoba meretas sistem kami," kata Budiman dalam sebuah wawancara di Jakarta pada hari Selasa, dalam berita Bloomberg.
"Tidak hanya setiap hari. Hampir setiap jam,"katanya.
Arief menambahkan, tidak jelas apakah motifnya untuk mengganggu Indonesia atau untuk membantu salah satu kandidat menang.
"Perilaku pemilih dapat diubah dengan melegitimasi penyelenggara pemilu," katanya.
Baca juga:
Panelis dan Moderator Debat Ketiga Pilpres Tandatangani Pakta Integritas
Banyak Hacker Dalam dan Luar Negeri Coba Retas Situs Data Pemilih Milik KPU
KPU Kembali Coret 10 WNA di Jawa Tengah Masuk DPT
BPN Prabowo Minta KPU & Bawaslu Segera Tindaklanjuti Temuan 17,5 Juta DPT Janggal
Anggota DPR Minta KPU Maksimalkan Sosialisasi Teknis Pemilu 2019 ke Publik