Krusialnya UU Ormas antar SBY bicara empat mata dengan Jokowi
Ada isu krusial yang mengantar SBY bertemu dengan Jokowi. Yaitu Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) yang baru saja disahkan DPR menjadi Undang Undang. Partai Demokrat, besutan SBY, salah satu partai yang akhirnya mendukung Perppu itu disahkan menjadi UU.
Teras belakang Istana Merdeka, kemarin siang, kembali menyuguhkan pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Untuk kedua kalinya, SBY berdiskusi serius dengan Presiden Jokowi.
Pertemuan keduanya berlangsung satu jam, mulai pukul 14.09 berakhir pukul 15.09 WIB. Kue dan teh hangat menemani pembicaraan Jokowi dan SBY. Presiden Jokowi mengenakan setelan jas lengkap, sementara SBY memakai batik lengan panjang warna krem.
-
Apa yang ditekankan oleh Jokowi tentang UU Perampasan Aset? Jokowi menekankan pentingnya adanya undang-undang perampasan aset. Hal ini untuk memaksimalkan penyelamatan aset dan pengembalian uang negara. Hal itu diungkapkan Jokowi saat memberi pengarahan dalam Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/4). "Terakhir saya titip upayakan maksimal penyelamatan dan pengembalian uang negara sehingga perampasan aset menjadi penting untuk kita kawal bersama," ucap Jokowi.
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
-
Bagaimana Jokowi menyampaikan pentingnya UU Perampasan Aset? Jokowi menegaskan, aset yang seharusnya milik negara dan rakyat harus dikembalikan. Para pelaku pun mesti bertanggungjawab akibat perbuatannya yang merugikan negara."Karena kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara. Kita harus mengembalikan apa yang menjadi hak rakyat, yang melakukan pelanggaran semuanya harus bertanggungjawab atas kerugian negara yang diakibatkan," pungkasnya.
-
Kenapa sapi Presiden Jokowi di Blora mengamuk? Diketahui, sapi tersebut mengamuk saat warga berupaya menjatuhkannya untuk kemudian disembelih.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi pada hari Jumat, 8 Desember? Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima surat kepercayaan dari 10 duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (LBBP) negara-negara sahabat.
Pertemuan ini tidak masuk dalam agenda harian Presiden. Dalam agenda, Presiden Jokowi hanya menerima kunjungan kehormatan mantan Perdana Menteri Jepang yang juga Ketua Asosiasi Jepang-Indonesia, Yasuo Fukuda. Rupanya ada isu krusial yang mengantar SBY bertemu dengan Jokowi. Yaitu Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) yang baru saja disahkan DPR menjadi Undang Undang. Partai Demokrat, besutan SBY, salah satu partai yang akhirnya mendukung Perppu itu disahkan menjadi UU. Hanya saja dengan berbagai catatan.
Juru Bicara Kepresidenan Johan Sapto Prabowo mengaku pertemuan kedua tokoh itu membicarakan soal UU Ormas. "Pak SBY memberikan masukan-masukan (soal UU Ormas)," ujar Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/10).
Johan mengaku tidak tahu persis masukan yang disampaikan SBY pada pemerintah. Dia beralasan tidak mengikuti pertemuan. Karena khusus empat mata antara SBY dan Jokowi.
"Seperti saya sampaikan di awal bahwa pertemuan ini pertemuan empat mata, tidak ada yang mendampingi antara Pak Presiden dengan SBY," terangnya.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan memberi bocoran. Saat bertemu Jokowi, SBY menyampaikan poin-poin yang harus direvisi dari UU Ormas. Poin-poin revisi yang disiapkan Demokrat diantaranya paradigma hubungan antara negara dengan ormas, pemberian sanksi, pihak yang berhak menafsirkan ormas yang bertentangan dengan Pancasila.
"Antara lain tentang pembubaran, terus kedua sanksi, ketiga siapa yang menilai ormas pancasilais atau tidak, itu antara lain. Kemudian ada proses peringatan dan sebagai-sebagainya. Yang penting kan pembinaan," ujar Syarief.
Dalam pertemuan itu, kata dia, SBY berharap pemerintah ngebut dan segera menyusun draf revisi UU Ormas dan disampaikan ke DPR tahun ini.
"Tentunya untuk revisi harus ada rancangannya. Ada persiapannya di dalam. Enggak bisa sekarang langsung revisi, mestinya ada rancangannya yang harus dibuat pasti butuh waktu. Kita juga mengerti itu. Tapi harapannya secepatnya," tuturnya.
Sehari sebelum bertemu Jokowi, SBY memang curhat habis-habisan di media sosial mengenai UU Ormas. SBY mengeluhkan partainya dibully karena menerima Perppu Ormas menjadi UU. Demokrat dikritik lantaran tidak ikut-ikutan menolak Perppu Ormas seperti PAN, PKS dan Gerindra.
"Yang saya lihat justru saudara-saudara, para kader kok jadi kelihatan panik? Kok kelihatan 'kita kenapa kok di-bully?'," kata SBY melalui video yang diunggah ke akun youtube Demokrat TV.
SBY heran, sejumlah pihak tidak menyerang enam partai pendukung pemerintah yang terang-terangan mendukung Perppu Ormas jadi UU yakni PDIP, PPP, PKB, Golkar, Hanura dan NasDem.
"Kenapa tidak dikritik atau diserang enam partai yang nyata-nyata menerima apa adanya. Tidak seperti Demokrat kita menerima dengan catatan asal pemerintah melakukan revisi," ujarnya.
SBY mengaku paham betul dengan isi UU Ormas lama karena disahkan pada era kepemimpinannya. Fraksi Demokrat telah melakukan lobi dengan pemerintah yang diwakili Mendagi Tjahjo Kumolo dan Menkominfo Rudiantara disaksikan fraksi lain. Dalam pertemuan itu, pemerintah menyatakan bersedia melakukan revisi Perppu Ormas jika disahkan oleh DPR.
Pernyataan pemerintah untuk bersedia merevisi Perppu Ormas jika telah disahkan menjadi UU itu menjadi alasan Demokrat menerima aturan tersebut. Demokrat berpandangan menerima Perppu Ormas dengan catatan perbaikan menjadi opsi jalan tengah yang tepat.
"Kalau tidak melakukan perubahan dan kemudian diberlakukan, berbahaya sekali. Karena nyata-nyata, menurut pandangan saya pribadi, Perppu kalau disahkan apa adanya itu tidak adil, tidak tepat dan itu berbahaya bagi kehidupan bangsa kita," sambung SBY.
(mdk/noe)