Kubu Evi Novida Klaim Putusan PTUN juga Batalkan Tuduhan Pelanggaran Etik DKPP
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Muhammad, menanggapi putusan PTUN. Menurutnya, keputusan DKPP memvonis Evi Novida Ginting telah melanggar kode etik tetap berlaku meskipun PTUN membatalkan Keppres Jokowi yang menyatakan pemberhentian Evi secara tidak hormat sebagai anggota KPU.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan mantan anggota KPU, Evi Novida Ginting Manik, terkait Surat Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Nomor 34/P Tahun 2020. Dalam putusannya hakim PTUN meminta Surat Keputusan Presiden yang diterbitkan menindaklanjuti putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat Evi sebagai Komisioner KPU, segera dicabut.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Muhammad, menanggapi putusan PTUN. Menurutnya, keputusan DKPP memvonis Evi Novida Ginting telah melanggar kode etik tetap berlaku meskipun PTUN membatalkan Keppres Jokowi yang menyatakan pemberhentian Evi secara tidak hormat sebagai anggota KPU.
-
Bagaimana DKPP menilai tindakan KPU terkait Gibran? DKPP pun menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras terakhir kepada Hasyim karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara, masing-masing dengan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023; 136-PKE-DKPP/XII/2023; 137-PKE-DKPP/XII/2023; dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.
-
Bagaimana Anies-Cak Imin menuju ke KPU? Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) telah resmi mendaftarkan diri sebagai pasangan Capres-Cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Saat itu, mereka menggunakan mobil Jeep untuk menuju ke KPU RI, Jakarta.
-
Kapan Anies-Cak Imin mendaftar ke KPU? Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) telah resmi mendaftarkan diri sebagai pasangan Capres-Cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
-
Apa yang dilakukan Anies-Cak Imin saat menuju KPU? Anies-Cak Imin menumpang mobil jeep Land Rover berwarna putih berpelat nomor (nopol) B 8165 JH, dengan disupiri oleh Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem Ahmad Sahroni.
-
Apa sanksi yang dijatuhkan DKPP kepada Ketua KPU? Akibat pelanggaran tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.
-
Apa yang didemo Mayjen Purn Sunarko di KPU? Soenarko menjelaskan, tuntutan yang akan disuarakan adalah mendesak agar KPU tidak mengumumkan hasil pemilu yang dianggapnya curang. Soenarko pun berharap, aksinya nanti bisa menjadi pengingat bagi penyelenggara pemilu.
Menyikapi respons DKPP yang bersikukuh soal pelanggaran kode etik kliennya, Hasan Lumbaraja, selaku kuasa hukum mengatakan, "Berdasarkan keputusan PTUN yang lengkap itu sudah dijawab oleh pengadilan bahwa Keputusan Presiden No 34/P itu saling keterkaitan satu sama lain dengan putusan DKPP dan tak bisa dipisahkan termasuk juga PTUN. Jadi kalau ada cacat yuridis pada salah satu keputusan, akibatnya putusan batal atau tidak sah," ujar Hasan saat dikonfirmasi merdeka.com, Selasa (28/7).
Dasar alasan pertama tertuang dalam halaman 249 Putusan PTUN yang berbunyi bahwa kedua putusan tersebut tidak bisa saling dipisahkan satu sama lain (two sides of one coint). Pengadilan berpendapat, kedua-duanya tak bisa dilepaskan dari pertanggungjawaban hukum sebagaimana dimaksud pasal 54 UU No 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Apabila ditemukan cacat yuridis diantara salah satu dari kedua keputusan tersebut. Akan mengakibatkan batal atau tidak sah.
Hasan menambahkan, alasan selanjutnya mengapa putusan DKPP yang menjadi rujukan putusan Kepres ikut dibatalkan. Karena, temuan PTUN terdapat tiga kesalahan prosedur dalam proses putusan DKPP yang bertentangan dengan sejumlah undang-undang.
"Keppres 34/P Tahun 2020 dibatalkan PTUN karena Putusan DKPP 317/2019 bertentangan dengan tiga peraturan sekaligus yaitu, UU 30/2014, UU 7/2017 dan Peraturan DKPP 2/2019," jelasnya.
Bahkan dalam putusan PTUN, dikatakannya, dampak putusan DKPP bertentangan dengan tiga aturan tersebut, secara yuridis membuat keputusan tergugat dalam hal ini Keppres Presiden Jokowi tidak terpenuhi.
Hasan menyebut terdapat delapan amar Putusan PTUN Jakarta, yang dibagi menjadi kelompok-kelompok yakni dua amar penundaan, satu amar eksepsi, dan lima pokok perkara.
Berikut seluruh amar putusan dalam keputusan PTUN:
Dalam Penundaan:
1. Mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan Presiden No 34/P Tahun 2020 tentang pemberhentian tidak hormat anggota komisi pemilihan umum masa jabatan 2017-2020 tanggal 23 Maret.
2. Memerintahkan atau mewajibkan untuk menunda pelaksanaan Keputusan Presiden No 34/P Tahun 2020 tentang pemberhentian tidak hormat anggota komisi pemilihan umum masa jabatan 2017-2020 tanggal 23 Maret selama proses pemeriksaan sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
Dalam Eksepsi:
1. Menyatakan eksepsi tergugat tidak diterima
Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020.
3. Mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020.
4. Mewajibkan Tergugat merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan.
5. Serta menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp332 ribu.
"Dalam dua point penundaan tergugat harus dengan mengembalikan kedudukan penggugat seperti semula, sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap," katanya.
Sebelumnya, DKPP menegaskan keputusan PTUN tidak turut menggugurkan putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019. Menurutnya, antara Keppres yang menjadi gugatan masuk dalam ranah administrasi. Sedangkan Keputusan DKPP masuk dalam ranah etik terhadap pelanggaran penyelenggaraan pemilu berdasarkan kewenangan DKPP.
"Sifat putusan DKPP adalah final sehingga tidak bisa dibatalkan oleh PTUN. Karena yang bisa dibatalkan PTUN hanya Keppres," kata Muhammad saat dihubungi merdeka.com, Selasa (28/7).
Akar Masalah Pemecatan Evi
Evi Novida Ginting Manik dipecat dari jabatannya sebagai Komisioner KPU oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 6 dari Partai Gerindra.
Selain itu, DKPP juga memberi sanksi berupa peringatan keras kepada Ketua dan empat Komisioner KPU lainnya. DKPP menilai Evi seharusnya memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpatuhan hukum dan ketidakadilan penetapan hasil pemilu, mengingat jabatannya sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu.
Sanksi etik berupa peringatan keras disertai pemberhentian dari koordinator divisi, merupakan kategori pelanggaran kode etik berat yang menunjukkan kinerja Evi tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Atas dasar putusan DKPP tersebut, Presiden Joko Widodo kemudian menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020 pada 23 Maret lalu.