Kubu Romi sindir Djan: Gaya politik yang tak etis seperti anak kecil
"Djan kan dulu mendukung habis-habisan Prabowo, kemudian beralih ke Jokowi dan mengiming-imingi akan membentuk koalisi permanen di seluruh Pilkada supaya SK Kemenkumham-nya keluar," ujarnya.
PPP Kubu Djan Faridz terus berupaya mendapatkan pengakuan hukum untuk kepengurusannya. Hal itu dilakukan dengan menyurati Menkum HAM agar menganulir SK Kepengurusan PPP Kubu Romahurmuziy.
Tak cukup dengan satu cara, kubu Djan tampaknya mulai merayu PDIP dengan iming-iming koalisi permanen dari PPP. Salah satu buktinya adalah dukungan kepada pasangan Basuki T Purnama dan Djarot Saiful Hidayat di Pilgub DKI.
Bahkan, PPP kubu Djan siap mendukung siapa pun jagoan PDIP di 101 daerah yang ikut dalam Pilkada. Sebab, seperti diketahui, PDIP yang merupakan partai penguasa mengusung Ahok-Djarot di Pilgub DKI.
Ketua DPP PPP kubu Romi, Lena Maryana Mukti menilai manuver Djan seperti gaya politik anak kecil dan tidak beretika. Sebab, konstalasi politik tiap daerah pasti berbeda-beda, dinamika politik pun dinamis. Sehingga, menurutnya, ucapan kubu Djan hanya sebatas iming-iming belaka.
"Itu gaya politik yang tidak etis dan seperti anak kecil. Gaya politik yang seperti tidak paham hukum. Itu kan prosedurnya itu kan sudah dilampaui semua," kata Lena saat dihubungi merdeka.com, Jumat (21/10).
Tudingan Lena bukan tanpa dasar. Kubu Djan, katanya, juga terbukti mengubah sendiri akta notaris yang berisi kepengurusan PPP Romi yang disebut dalam Putusan MA dengan susunan kepengurusan baru. Perubahan itu tidak sesuai dengan aturan yang tercantum di AD/ART partai.
Oleh karena itu, Lena meyakini Menkum HAM tidak akan gegabah mengabulkan permintaan Djan untuk menganulir SK Kepengurusan PPP Romi.
"Tetapi, itu tidak mungkin dipenuhi karena Djan Faridz sendiri merubah kepengurusan hasil muktamar Jakarta, dengan notaris akte notaris tanpa melalui proses yang diatur di AD/ART PPP," tegasnya.
Ditambahkannya, PPP kubu Romi juga telah mendapatkan pengakuan secara yuridis oleh pemerintah. Pengukuhan kepengurusan itu didapat usai Muktamar islah yang difasilitasi oleh Menkum HAM di Pondok Gede beberapa waktu lalu.
"Jadi sudah terlampau proses itu dan muktamar islah sudah terjadi difasilitasi oleh Menkum HAM, bahkan Muktamar itu dibuka oleh Presiden Jokowi dan ditutup oleh Wapres Jusuf Kalla," jelas Lena.
Lena menyindir sikap politik kubu Djan terkesan sebagai penjilat agar mendapat pengakuan dari pemerintah. Itu ditunjukkan karena dulu Djan mendukung penuh Prabowo, namun saat ada ambisi politik seperti ini, dia malah mendukung Presiden Jokowi.
"Djan kan dulu mendukung habis-habisan Prabowo, kemudian beralih ke Jokowi dan mengiming-imingi akan membentuk koalisi permanen di seluruh Pilkada supaya SK Kemenkumham-nya keluar," tandas Lena.
Lena mengklaim, pemerintah akan rugi jika mengesahkan kepengurusan Djan Dia menilai jauh lebih aman jika pemerintah dan PDIP berkoalisi dengan kubu Romi karena telah mendapatkan keabsahan hukum.
"Jadi akan rugi karena pemerintah sendiri tahu siapa dan bagaimana keputusan-keputusan yang diambil Djan Faridz ya. Akan lebih aman kalau kita mau bicara soal koalisi permanen yang lebih langgeng itu akan lebih aman dengan kami, PPP yang sudah disahkan," pungkasnya.