Lanjutkan proyek gedung baru, DPR prioritaskan ruang kerja dan lift
Gedung DPR yang kini diisi oleh 10 fraksi saja sudah tak nyaman dan terhitung sempit.
Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Roem Kono menegaskan pihaknya akan tetap melanjutkan pembangunan 7 proyek DPR walaupun telah menuai kecaman dari berbagai pihak. Dari 7 proyek tersebut, pihaknya akan memprioritaskan pembangunan untuk ruangan kerja anggota DPR beserta ruangan para staf ahli.
"Ya betul (bangun ruangan kerja menjadi prioritas). Saya kira kebutuhan ruangan pasti, ruangan sekarang tidak cukup. Ya harus membangun dong. Kalau tidak membangun gimana menambah ruangan?" kata Roem Kono di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/8).
Lagipula, kata dia, gedung DPR yang hanya diisi oleh 10 fraksi saja menurut dia sudah tak nyaman dan terhitung sempit. Sehingga, apabila nantinya pada pemilu mendatang ada fraksi baru yang berhasil duduk di DPR, tentunya membuat gedung semakin tak nyaman untuk digunakan.
"Pagi-pagi kamu datang ke sana (ruang anggota). Naik liftnya kayak gimana. Satu jam kamu mau temui saya belum tentu bisa dapat. Apa kita mau begini terus? Itu harus dikaji, berarti kan ada hambatan. Kalau besok partainya tambah sedikit kan longgar? Bisa saja fraksi jadi 15. Kalau partainya banyak yang muncul, verifikasi kan bukan kemauan kita, tapi kemauan KPU. Partai jadi 20, mau apa kita? Mau ditaruh di mana orang-orang ini," ujarnya.
Apalagi, lift di DPR menurut dia tidak memadai dan membuat harus mengantre. Terlebih, apabila ada masyarakat di daerah yang ingin menemui wakilnya di ruangan kerja yang harus menaiki lift. Dia menyatakan masyarakat di daerah banyak yang gagap teknologi, sehingga harus melakukan pertemuan langsung dengan datang ke ruangan anggota DPR.
"(Dapil) saya 120 ribu orang, kalau 50 persen saja yang datang berapa? 6 ribu. Memang realitanya begitu, mau ketemu saya, ruangannya di mana? Teknologi? teknologi bagaimana mereka, orang-orang desa belum tahu teknologi. Mereka tidak mampu juga beli. Mereka mau ketemu orangnya," ujarnya.
Politikus Golkar ini juga mencontohkan lift yang ada di kantor lembaga negara lainnya sudah seharusnya dicontoh oleh DPR.
"Sudah diatur UU, bahwa pejabat negara dapat 117 meter persegi, kita tidak perlu itu yang penting fasilitas yang memadai. Sekarang ini memang 27 meter. 117 merer persegi itu peraturan presiden lho, bukan kita yg bikin," katanya.
"Coba bayangkan saja. terus kamu pergi ke dirjen-dirjen, setengah floor mereka punya, BPK, MA, MK. Tidak disamain, cuma kita perlu tambahan supaya memadai dan bisa menerima aspirasi masyarakat sebaik-baiknya," tuntasnya.
Baca juga:
Jokowi minta 7 proyek DPR dikaji ulang, ini komentar Setya Novanto
Pimpinan DPR: 7 Proyek DPR belum masuk RAPBN 2016
Ruhut: Jangan biasakan kasih jebakan Batman ke kepala negara
Anggaran 7 proyek pembangunan di DPR Rp 1,6 triliun
Fahri Hamzah iri KPK dan BPK sudah bikin gedung baru
Ketua BURT: Semua fraksi setuju proyek pembangunan gedung baru DPR
-
Siapa saja yang ikut berdemo di depan gedung DPR RI? Aksi demo kali ini sangat besar, melibatkan tidak hanya mahasiswa tetapi juga para komika seperti Arie Kriting dan Mamat Alkatiri yang ikut turun berdemo.
-
Kenapa para kepala desa melakukan demo di depan Gedung DPR? Sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/7/2023). Dalam aksinya, mereka mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan Revisi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
-
Apa yang diminta oleh DPRD DKI Jakarta kepada Pemprov DKI terkait Wisma Atlet? Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua meminta Pemprov memanfaatkan Wisma Atlet Kemayoran sebagai tempat rekapitulasi dan gudang logistik Pemilu 2024.
-
Apa fungsi utama Gedung Kesenian Jakarta saat ini? Saat ini, gedung tersebut masih aktif digunakan sebagai lokasi pertunjukkan seni khas nusantara maupun luar negara.
-
Apa jabatan Purwanto di DPRD DKI Jakarta? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.