Larangan KPU agar eks Napi tak nyaleg demi hindari residivis korupsi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pantang mundur melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif di Pemilu 2019. Aturan itu akan disusun dalam PKPU meski ditolak oleh DPR, Kemendagri dan Bawaslu dalam rapat di DPR 22 Mei lalu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pantang mundur melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif di Pemilu 2019. Aturan itu akan disusun dalam PKPU meski ditolak oleh DPR, Kemendagri dan Bawaslu dalam rapat di DPR 22 Mei lalu.
Saat rapat di DPR, ketiga lembaga tersebut sepakat mantan narapidana, dapat menjadi calon anggota legislatif asal secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Apa saja yang dipilih dalam Pemilu 2019? Pada tanggal 17 April 2019, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Serentak yang merupakan pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD secara bersamaan.
-
Apa yang dilakukan KPU Jakarta Utara terkait surat suara DPRD DKI Jakarta untuk Pemilu 2024? KPU Jakarta Utara mulai melakukan proses pelipatan suarat suara DPRD Provinsi Jakarta yang melibatkan puluhan pekerja dari kalangan warga sekitar. KPU setempat mulai melakukan proses penyortiran dan pelipatan surat suara secara bertahap.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Apa tugas utama KPU dalam menyelenggarakan pemilu? Tugas utama KPU adalah mengatur, melaksanakan, dan mengawasi seluruh tahapan pemilihan umum, mulai dari pemilu legislatif, pemilu presiden, hingga pemilihan kepala daerah.
Sikap keras KPU ini mendapatkan dukungan dari koalisi masyarakat sipil untuk pemilu bersih. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni mengatakan, kesimpulan rapat di DPR tidak hanya mengecewakan KPU, tetapi juga publik. Sejak wacana ini mengemuka pada April 2018, publik ramai-ramai mendukung KPU.
"Hingga siang ini, sedikitnya 67.200 orang menandatangani petisi dukungan untuk KPU di change.org/koruptorkoknyaleg. Sederhana, publik ingin disodorkan calon anggota legislatif yang lebih bersih. Melarang mantan narapidana korupsi juga dinilai dapat memperbaiki kinerja serta citra lembaga yang selama ini dikenal korup tersebut," kata Titi kepada merdeka.com, Rabu (23/5).
Menghidari residivis korupsi
Tidak hanya itu, urgensi larangan mantan narapidana kasus korupsi memasuki arena kontestasi elektoral juga berangkat dari adanya fenomena residivis korupsi atau orang yang pernah dijatuhi hukuman dalam perkara korupsi lalu kembali melakukan korupsi setelah selesai menjalani hukuman.
Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sedikitnya terdapat tiga orang yang diketahui menjadi residivis korupsi.
1. Abdul Latif (Bupati Hulu Sungai Tengah)
Abdul Latif pada 4 Januari 2017 terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus suap proyek pembangunan RSUD Damanhuri. Ia diduga menerima suap Rp 3,6 miliar. Jumlah itu merupakan 7,5 persen dari total nilai proyek pembangunan ruang rawat kelas I, II, VIP, dan Super VIP RSUD Damanhuri. Uang suap ini diberikan oleh Direktur Utama PT Menara Agung Donny Winoto, selaku kontraktor proyek.
Sebelumnya, Abdul Latif saat menjabat sebagai pengusaha, pada tahun 2005-2006 pernah tersangkut kasus korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Labuan Amas Utara dengan anggaran Rp 711 juta. Pada 8 Juni 2008, Pengadilan Negeri Barabai menjatuhkan vonis terhadap Abdul Latif 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 37.636.500. Di tingkat banding dan kasasi, putusan tersebut diperkuat.
2. Mochammad Basuki (Ketua DPRD Jawa Timur)
KPK pada 6 Juni 2017 menetapkan Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Fraksi Partai Gerindra Mochamad Basuki dalam kasus suap pengawasan kegiatan anggaran dan revisi peraturan daerah di Provinsi Jawa Timur tahun 2017. Basuki disebut menerima suap dari beberapa Kepala Dinas Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Proses hukum terhadap M. Basuki masih berlanjut di KPK.
Sebelumnya pada tahun 2002, Basuki saat menjabat sebagai Ketua DPRD Surabaya pernah terlibat dalam kasus korupsi tunjangan kesehatan dan biaya operasional DPRD Surabaya yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar pada tahun 2002.
Anggaran yang semestinya digunakan untuk membayar premi asuransi kesehatan, dibagi-bagi kepada 45 anggota DPRD Surabaya. Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman pada Basuki 1 tahun 5 bulan penjara dan denda Rp 20 juta subsider 1 bulan kuruangan serta membayar uang pengganti Rp 200 juta. Namun hukumannya dikurangi menjadi 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan setelah mengajukan banding. Basuki keluar dari penjara pada 4 Februari 2004.
3. Aidil Fitra (Ketua KONI Samarinda)
Aidil Fitri, Ketua KONI Samarinda, pada tahun 2016 telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka kasus penyelewengan dana Pekan Olahraga Provinsi V/2014 Samarinda.
Pada 5 Mei 2017, Pengadilan Tipikor Banjarmasin menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan uang pengganti Rp 772 juta. Tidak puas atas vonis ringan, Jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim dan dikabulkan oleh majelis hakim dengan menambah vonis Aidil menjadi 5 tahun penjara.
koalisi masyarakat sipil dukung KPU larang eks napi korupsi nyaleg ©2018 Merdeka.com/dokumen pribadi perludem
Sebelumnya pada 2010, Aidil Fitri saat menjabat sebagai anggota DPRD Samarinda pernah terlibat korupsi dana bantuan sosial dari APBD Samarinda ke klub sepak bola Persisam Putra pada 2007–2008 yang merugikan keuangan negara hingga Rp 1,78 miliar. Aidil juga dicopot dari jabatan general manager Persisam Putra. Oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Samarinda pada tahun 2010, Aidil divonis setahun penjara ditambah denda Rp 50 juta, serta mengembalikan kerugian keuangan negara Rp 1,78 miliar.
"Ditambah lagi, DPR kerap berada di posisi bawah dalam daftar lembaga demokrasi yang dipercaya publik (setingkat lebih baik dibanding partai politik). Salah satu penyebab rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga yang pada dasarnya mewakili publik tersebut salah satunya adalah banyaknya anggota legislatif tersangkut kasus korupsi," kata Titi.
Menyikapi ketidaksamaan pandang antara KPU dengan DPR, pemerintah, dan Bawaslu dalam RDP, lanjut Titi, KPU seharusnya tidak menyerah. Hal tersebut dikarenakan hasil atau keputusan konsultasi KPU dengan DPR dan pemerintah sehubungan dengan penyusunan PKPU Walau PKPU harus dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah dalam RDP bersifat tidak mengikat, sesuai dengan putusan MK No. 92/PUU-XIV/2016. Putusan MK tersebut menegaskan bahwa KPU adalah lembaga yang independen, khususnya dalam penyusunan PKPU.
"Oleh karena itu, kami koalisi masyarakat sipil untuk pemilu bersih mendorong KPU untuk tetap mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi masuk dalam PKPU Pencalonan Pemilu Legislatif 2019. Secara bersamaan, kami juga mengkritiksikap Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri (wakil pemerintah), dan Bawaslu yang menentang gagasan KPU," tutup dia.
Diberitakan sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyatakan, KPU telah memiliki kesimpulan dari rapat pleno internal antar komisioner mengenai kelanjutan wacana larangan mantan napi korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif.
Hasilnya, KPU tetap akan memasukan wacana aturan tersebut ke dalam peraturan KPU (PKPU) sebagaimana yang ada di dalam draf PKPU saat ini.
"Soal aturan mantan napi koruptor itu kita tetap. Iya tetap untuk tidak memperbolehkan," ujar Pramono, di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Rabu (23/5).
Pramono mengungkapkan, pertimbangan lembaganya untuk mempertahankan wacana aturan tersebut. Menurut dia, sebagaimana argumentasi-argumentasi sebelumnya yaitu guna memberantas korupsi. Agar, ke depannya masyarakat dapat memiliki wakil rakyat dengan track record bersih dari persoalan korupsi.
"Nah itu harus dimulai dari rekrutmen calon legislatif, itu pintu masuk yang sangat penting," ungkap Pram.
"Ini adalah 20 tahun reformasi. Dan saya dulu juga termasuk yang salah satu dulu menduduki kantor ini (gedung DPR). Salah satu aspirasi kita saat reformasi dulu kan memberantas KKN ya. Maka dari itu harus dimulai dari pemberantasan korupsi," sambung dia.
Komisioner KPU ini pun merasa institusinya tidak akan gentar walaupun nantinya ada pihak yang melakukan uji materi atau judicial review (JR) terhadap aturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA). Dia menuturkan, jika terjadi JR, KPU siap menghadapinya dan akan menyiapkan argumen untuk menjelaskannya.
"Kalau uji materi itu kan belum tentu juga dikabulkan. Maka kita terus dorong yang pemberantasan anti korupsi. Kita bisa adu argumen di forum JR di MA. Kita akan hadapi di sana," tuturnya.
Pram berharap usulan aturan itu dapat diterima oleh DPR, meskipun DPR telah menyatakan lembaganya tidak menyetujuinya.
Baca juga:
PKPU segera ditetapkan, aturan eks napi korupsi dilarang nyaleg tetap ada
3 Alasan PSI laporkan Ketua Bawaslu RI ke DKPP
Ali Mochtar masuk Istana, Fadli Zon tak ingin KSP jadi sarang Timses Jokowi
KPU tetap larang eks napi korupsi maju di Pileg 2019
PSI resmi laporkan dua komisioner Bawaslu RI ke DKPP
Presiden PKS sebut Anies jadi cawapres Prabowo, ini kata Fadli Zon
Ditolak DPR dan Kemendagri, KPU tetap larang eks napi korupsi Nyaleg