Lonjakan Suara PSI Capai 3,13 Persen Dinilai Tak Masuk Akal
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mempertanyakan penyebab suara PSI yang dalam enam hari terakhir mengalami lonjakan drastis
Banyak pihak yang menilai lonjakan suara secara tidak masuk akal dialami oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
Lonjakan Suara PSI Capai 3,13 Persen Dinilai Tak Masuk Akal
Perolehan itu menuai kegaduhan dari sejumlah pihak yang ramai-ramai mempertanyakan perolehan PSI tersebut. Salah satunya datang dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis.
“Lonjakan suara secara tidak masuk akal dialami oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). PSI satu-satunya partai yang mengalami lonjakan suara sangat tajam itu dalam kurun waktu dan rentang persentase suara masuk yang sama,” kata Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam keteranganya, Minggu (3/3).
- KPU Minta MK Tolak Tudingan Suara Nasdem Berkurang Bikin Golkar Bertambah di Dapil Jabar 1
- PSI Terancam Tidak Lolos DPR, Ini Reaksi Kaesang
- Anomali Ledakan Suara PSI, PKB: Hormati Suara Rakyat, Jangan Sampai Ada Pengalihan Suara
- PSI Terancam Tak Masuk ke Senayan Meski Dipimpin Kaesang, Ini Respons Presiden Jokowi
Julius mewakili PBHI sebagai anggota dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, turut mempertanyakan penyebab suara PSI yang dalam enam hari terakhir mengalami lonjakan drastis.
“Bagi Koalisi Masyarakat Sipil yang sangat akrab dengan data riset serta terbiasa membaca tren dan dinamika data, lonjakan persentase suara PSI di saat data suara masuk di atas 60% itu tidak lazim dan tidak masuk akal,” ujarnya.
“Koalisi sudah menduga penggelembungan suara akan terjadi bersamaan dengan penghentian penghitungan manual di tingkat kecamatan dan penghentian SIREKAP KPU,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar DPR segera mengambil langkah hak angket. Sebagai hak konstitusi untuk mengevaluasi proses pelaksanaan pemilu membongkar dugaan kecurangan pemilu.
“Agar menggunakan hak konstitusional mereka untuk membongkar kejahatan Pemilu pada Pemilu 2024, khususnya melalui penggunaan Hak Angket,” kata dia.
Perolehan Suara Anomali
Secara terpisah, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen, Roy Suryo mengakui adanya keanehan dalam data real count KPU. Sebab, adanya perolehan suara partai PSI yang meroket dibandingkan partai lainnya yang cenderung landai.
“Hal ini memang aneh, sebab kecenderungan / tren pergerakan perolehan partai biasanya masih akan berjalan serempak mengikuti pola perolehan yang sudah ada,” kata dia.
“Bahwa ada satu dua yang kemungkinan saling fluktuatif bisa dimaklumi. Namun jarang atau bahkan tidak mungkin hanya partai tertentu saja yang naik sedangkan lain-lainnya tidak,” tambah Roy.
“Pertambahan jumlah 83rb ini hanya dari 110 TPS ini saja sudah tidak masuk akal sehat, sebab jika dihitung 83.343 dibagi 110, maka perolehan PSI di tiap TPS mencapai 757 lebih, padahal 1 TPS rata-rata hanya berisi 250 sd 300 suara saja,” bebernya.
Akibat anomali secara tidak wajar berdasarkan input data real count yang dilakukan Sirekap. Roy pun meminta agar segera Audit Forensik IT KPU dan sekaligus Audit Investigatif Sirekap, agar terbuka dengan jelas untuk menjawab pertanyaan publik.
Penjelasan KPU
Sebelumnya, Anggota KPU RI, Idham Holik pun angkat suara terkait lonjakan suara dari PSI. Dia menjelaskan bahwa perolehan suara partai pada data real count sejalan dengan penambahan data yang masuk ke aplikasi Sirekap.
“Terkait kenaikan angka perolehan suara parpol itu akibat adanya penambahan data dokumen foto formulir Model C hasil plano yang diunggah ke aplikasi Sirekap,” kata Idham saat dihubungi, Minggu (3/3).
“Pada umumnya data kuantitatif perolehan suara parpol juga naik, efek bertambahnya data perolehan suara peserta pemilu TPSnya yang masuk Sirekap,” tuturnya.
Namun demikian, Idham mengingatkan bahwa data real count yang disajikan KPU bukanlah hasil resmi dari Pileg. Sebab hasil resmi merupakan perolehan suara yang dilakukan berdasarkan rekapitulasi berjenjang.
Sehingga kehadiran real count hanyalah sebatas datas untuk setiap pihak dapat memantau dan mengawasi secara bersama dan transparan terkait proses pemilu yang masih berlangsung.
“Sampai saat ini KPU RI belum melaksanakan rekapitulasi nasional untuk suara dalam negeri. KPU RI baru melakukan rekapitulasi nasional untuk suara luar negeri,” kata dia.
Tanggapan PSI
Sementara, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengingatkan semua pihak agar tidak menyampaikan pernyataan tendensius menyikapi rekapitulasi suara KPU yang hingga kini masih berlangsung.
“Penambahan termasuk pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” kata Grace dalam keterangan pers, Sabtu (2/3).
"Apalagi hingga saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat,” sambungnya.
Contoh lain adalah suara Partai Gelora yang berdasarkan quick count 0,88 persen, sementara rekapitulasi KPU 1,44 persen alias selisih 0,55 persen.
PSI sendiri, menurut hitung cepat Indikator Politik, ada di angka 2,66 persen. Sementara rekapitulasi KPU ada di 3,13 persen atau selisih 0,47 persen. Grace menyebut, selisih PSI lebih kecil dibanding PKB dan Gelora.
“Kenapa yang disorot hanya PSI? Bukankah kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung. Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik,” bebernya.
Perolehan suara 2.403.023 atau 3,13 persen. Data itu berdasarkan dengan jumlah suara terinput 65,79 persen atau 541.634 dari total 823.236 TPS.