MK pertimbangkan proses sengketa Pilkada jika suara di atas 2 persen
Syaratnya, pemohon bisa menunjukkan bukti kuat.
Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan memproses sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) meski selisih suara yang dijadikan syarat pengajuan sengketa melebihi batas. Sesuai Pasal 158 Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, batas maksimal selisih suara untuk pengajuan sengketa hasil Pilkada ditetapkan sebesar 2 persen. Aturan ini dikritik pemerhati pilkada.
Ketua MK Arief Hidayat menjelaskan, dalam proses penyelesaian sengketa pilkada, pemohon akan ditanya dan diminta menunjukkan bukti. Jika selisih suara di atas ketentuan namun pemohon dapat menunjukkan bukti, maka perkara bisa dilanjutkan. Dia beralasan menggunakan landasan internal.
-
Dimana pusat pemerintahan Kerajaan Singasari? Pusat pemerintahan Singasari saat itu berada di Tumapel.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa yang dibahas Indonesia di Sidang Umum ke-44 AIPA di Jakarta? “AIPA ke-44 nanti juga akan membahas persoalan kesejahteraan, masyarakat, dan planet (prosperity, people, and planet),” kata Putu, Rabu (26/7/2023).
-
Gedung Pancasila berada di mana? Tidak semua bangunan lawas bisa lestari hingga sekarang. Sayangnya, sebagian di antaranya dibiarkan tak terawat kendati memiliki nilai sejarah, salah satunya gedung Pancasila yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
-
Apa fungsi utama Gedung Kesenian Jakarta saat ini? Saat ini, gedung tersebut masih aktif digunakan sebagai lokasi pertunjukkan seni khas nusantara maupun luar negara.
"MK akan mempertimbangkan untuk meneruskan perkara tersebut ke pemeriksaan pokok perkara," kata Arief ketika dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (3/1).
Aturan batas maksimal selisih suara untuk pengajuan sengketa Pilkada menimbulkan pro kontra lantaran dianggap terlalu ketat dan bisa dijadikan senjata bagi MK untuk menggugurkan permohonan yang tidak memenuhi ketentuan selisih suara tanpa melihat adakah substansi atau permasalahan lain dalam proses penyelenggaraan pilkada tersebut.
Arief menuturkan, dalam proses penyelesaian sengketa Pilkada, pihaknya berdiri di atas Undang-Undang. Sehingga jika ada keberatan dengan isi Undang-Undang seharusnya mengajukan judicial review.
"Jangan sekarang sudah berjalan lalu protes. Kalau mau, silakan ajukan judicial review, tapi kan berlakunya untuk pemilu berikutnya karena ini tidak berlaku surut," katanya.
"Kalau ada masyarakat misal pemerhati pilkada, keberatan dengan Undang-Undang tersebut kenapa tidak judicial review pasal 158?" tambahnya.
Arief mengklaim, MK tengah fokus menangani perkara perselisihan hasil pilkada serentak. Sehingga jika ada permohoman uji materi undang-undang akan dikesampingkan lebih dulu.
"Sehingga dalam memproses perkara perselisihan hasil pilkada, MK harus tunduk pada UU yang berlaku. Kalau kita langgar Undang-Undang kan bahaya, kan terkait kode etik dan aturan perundang-undangan. Tidak boleh melanggar Undang-Undang. Itu prinsip umum," bebernya.
Dia juga menepis anggapan bahwa MK hanya melihat aturan selisih suara dalam menyeleksi permohonan yang masuk. "Ada proses pengkajian lebih lanjut terhadap seluruh permohonan yang masuk. Pada 4 dan 5 Januari 2016, MK akan menggelar perkara internal. Sedangkan persidangan perselisihan hasil pilkada baru akan digelar 7 Januari mendatang,"jelasnya.
(mdk/noe)