MK seharusnya bukan Mahkamah Kalkulator
MK diminta menyelesaikan sengketa pemilu dan pilkada hingga persoalan substansinya.
Perselisihan hasil Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah, bermuara ke Mahkamah Konstitusi (MK). MK punya pekerjaan rumah banyak tahun ini. Ada 147 laporan gugatan hasil pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun lalu. Namun, MK masih dianggap hanya menyelesaikan perselisihan berbasis data angka perolehan suara.
Koordinator Pemantauan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil meminta Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menjadi Mahkamah Kalkulator yang hanya mengadili persoalan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2015 dari ketetapan angka perolehan suara.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kapan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres? Momen kunjungan kerja ini berbarengan saat Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres diajukan Kubu Anies dan Ganjar.
-
Apa yang diubah Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024? Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang terbatas 17 orang. “Ada kesepakatan baru, sekarang 19 orang. Sebelumnya MK hanya memperbolehkan pemohon membawa 17 orang terdiri dari 15 saksi dan 2 ahli,” kata Fajar kepada awak media di Gedung MK Jakarta, Selasa (26/3/2024).
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
"Jika menguak proses perselisihan hasil di MK dalam Pilkada, MK bukan hanya jadi Mahkamah Kalkulator yang hanya mengadili persoalan ketetapan angka hasil perolehan suara calon saja namun MK seharusnya masuk ke pemeriksaan yang substansi," ucapnya ketika di konferensi pers 'Sengketa Pilkada: bukan semata soal angka dan suara' di kantor Perludem, Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu (3/12).
Dia menuturkan, dalam penyelesaian sengketa pemilu dan pilkada, MK harus berdiri di atas Undang-undang No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dalam penyelesaian sengketa, tidak hanya berkutat pada polemik hasil suara.
"MK tidak bisa hanya menguji dalam rekapitulasi sehingga MK harus lebih melihat materil. Muncul keputusan tidak hanya soal suara tapi kepada proses pemilu itu berjalan," lanjutnya.
Fadil meminta MK menekankan penyelesaian hasil sengketa pada persoalan substansi, bukan hanya permasalahan angka dan suara. "Dengan menggali persoalan substantif, mk akan lebih bisa melihat integritas pelaksanaan pilkada secara keseluruhan," ucapnya.
Baca juga:
Hadapi 2016, MK fokus tangani penyelesaian sengketa pilkada
Hingga Senin pagi, sudah 147 laporan gugatan sengketa pilkada ke MK
Sidang perdana gugatan sengketa pilkada digelar 7 Januari 2016
Bernard-Andarias daftar gugatan hasil Pilkada Manokwari ke MK
MK diminta tak batasi gugatan sengketa Pilkada serentak