NasDem Minta Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD Dikaji Mendalam, Ingatkan Penyesalan Amien Rais Ubah Pemilu Langsung
Dia mengingatkan, Indonesia pernah menerapkan pemilihan kepala daerah lewat DPRD.
Partai Nasional Demokrat (NasDem) menilai, wacana pemilihan kepala daerah (pilkada), seperti gubernur, bupati, dan wali kota, dikembalikan ke DPRD harus dikaji secara komprehensif.
Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya mengatakan, perlu riset mendalam sebelum memutuskan sistem pilkada ke depan. Dia mengingatkan, Indonesia pernah menerapkan pemilihan kepala daerah lewat DPRD.
- Wamendagri: Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Urgent, Semakin Cepat Semakin Bagus
- Untung Rugi Kepala Daerah Dipilih DPRD
- Pemerintah Hidupkan Lagi Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD Karena Angka Golput Pilkada 2024 Tinggi
- Sempat Redup di Era Jokowi, Menkum Beberkan Alasan Wacana Pilkada Lewat DPRD Muncul Lagi
Sebagai informasi, kepala daerah dipilih DPRD pernah diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto atau Orde Baru. Pemilihan kepala daerah itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Namun pada 2004, kepala daerah sampai presiden dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan ini berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diteken Presiden Megawati Soekarnoputri.
“Kita pernah di masa, di fase demokrasi yang tertutup. Sekarang terbuka. Jadi dua-duanya pernah. Apa yang paling tepat untuk kita lakukan adalah riset base,” kata Willy usai menghadiri acara Refleksi Akhir Tahun Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIB) 2024 di Taman Ismail Marzuki, Kamis (19/12).
Willy menegaskan, sistem politik merupakan konsensus umum. Sehingga penentuan sistem pilkada tidak bisa hanya berdasarkan kesepakatan partai politik, tapi juga melibatkan masyarakat madani atau civil society.
“Semua sistem politik itu adalah common konsensus. Konsensus bersama. Ayo kita duduk bersama. Kondisi yang lelah ini kita jadikan bahan refleksi. Tapi tidak untuk mengambil sebuah keputusan dan kebijakan,” ujarnya.
Willy mengatakan, dalam proses riset pun pemerintah perlu melibatkan masyarakat sipil, akademisi, himpunan politik seluruh Indonesia, hingga lembaga-lembaga survei yang ada. Langkah ini agar tidak terjadi polemik di kemudian hari.
Singgung Penyesalan Amien Rais
Dia lalu menyinggung penyesalan mantan Ketua MPR RI Amien Rais telah melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali dan mempreteli kewenangan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Lewat amandemen itu, Amien Rais mengubah sistem pemilu tertutup menjadi terbuka.
“Kita riset apa yang terbaik. Jadikanlah pengalaman Pak Amin Rais mengatakan, ‘wah saya menyesal dengan amandemen 1, 2, 3, dan 4’. Itu kan kemudian nasi sudah jadi bubur. Nggak bisa jadi penyesalan hanya sebagai sebuah statement mata-mata. Ini bernegara, ini berdemokrasi,” tegas Willy.
Menurut Willy, memutuskan sistem pilkada tak perlu buru-buru. Sebab, waktu pelaksanaan pilkada masih panjang.
“Empat tahun ke depan nggak ada pemilu. Jadi ini enggak mendesak-desak amat. Kita butuh tarik napas, kita butuh riset. Negara-negara yang maju itu berpatokan pada riset,” pungkasnya.
Berita ini ditulis reporter magang bernama Maria Hermina Kristin.