Apindo Keluhkan Kenaikan PPN 12 Persen Bersamaan dengan UMP, Sektor Industri Padat Karya Terpukul
Banyak perusahaan di sektor industri padat karya melakukan pemutusan hubungan kerja.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan pandangannya terkait kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, mengakui kenaikan PPN tersebut telah diatur dalam undang-undang, namun ia menyarankan agar kebijakan ini dapat ditunda mengingat kondisi perekonomian saat ini.
"Mungkin masukan kami kepada pemerintah adalah karena kondisi yang ada, apakah ini kemudian bisa ditunda? Tapi kenyataannya kan ini tidak, dengan pertimbangan yang ada dari pemerintah ini tidak memungkinkan oleh karenanya diberikan paket kebijakan tadi," kata Shinta kepada media, Jakarta, Kamis (19/12).
Shinta juga menyoroti dampak kenaikan ini yang tidak hanya berkaitan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP), tetapi juga berbagai beban biaya lain seperti upah sektoral yang baru diterapkan.
"Tidak cuma kenaikan UMP-nya, tapi saya katakan tadi ada banyak kenaikan-kenaikan lain seperti sekarang sudah ada upah sektoralnya, dan lain-lain. Ini semua ada pembebanan biaya," tegasnya.
Permintaan Stimulus untuk Sektor Industri Padat Karya
Shinta menjelaskan kebijakan stimulus yang diberikan pemerintah, seperti pengurangan PPh 21, dinilai baik tetapi tidak secara langsung membantu pelaku usaha, khususnya industri padat karya. Menurutnya, manfaat dari stimulus ini hanya dirasakan oleh pekerja yang memiliki gaji di bawah Rp10 juta, sementara pelaku usaha yang membutuhkan keringanan justru tidak terjangkau oleh kebijakan tersebut.
"Jadi ini tidak membantu pelaku usahanya, industri padat karyanya itu tidam kebantu Karena yg ini yg dibantu adalah pekerjanya," ujarnya.
Selain itu, Apindo juga meminta perhatian pada subsidi untuk BPJS Ketenagakerjaan. Saat ini, pemerintah hanya memberikan stimulus terkait kecelakaan kerja, yang menurut Shinta sangat kecil dampaknya.
"Tapi yang dilakukan pemerintah sekarang adalah pemberian simulus untuk hanya kecelakaan kerja. Jadi sangat kecil sekali," katanya.
Dukungan untuk Modernisasi Permesinan
Shinta mengapresiasi langkah pemerintah dalam memberikan subsidi bunga untuk modernisasi permesinan, tetapi ia menilai kebijakan ini tidak dapat langsung dimanfaatkan.
Ia menambahkan jumlah subsidi yang disediakan juga masih terbatas sehingga belum memberikan dampak signifikan bagi industri padat karya.
"Tapi ini kan yang saat ini dibutuhkan yang segera gitu ya, kalau kita mau modernisasi permesinan itu perlu perencanaan dan lain-lain, jadi bukannya nggak bagus-bagus gitu, tapi mungkin tidak bisa langsung dimanfaatkan, dan jumlahnya juga mungkin tidak begitu signifikan," jelasnya.
Industri Padat Karya dalam Fokus
Pihaknya menyoroti sektor industri padat karya, seperti tekstil dan garmen, merupakan salah satu yang paling terpukul oleh kebijakan kenaikan PPN dan UMP. Banyak perusahaan di sektor ini sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam beberapa waktu terakhir.
Shinta menyebutkan bahwa daya beli masyarakat yang melemah akibat kenaikan PPN dan UMP akan mempengaruhi permintaan pasar, yang pada akhirnya berdampak pada industri secara keseluruhan.
"Dari segi keseluruhan, tentu apakah cukup atau tidak kita lihat jg tanggapan dari masyarakat mengenai knp masyarakat masih minta untuk kebijakan-kebijakan yang bisa membantu dari segi kenaikan PPN 12 persen ini," ungkap dia.
Lebih lanjut, pihaknya menyatakan siap untuk terus berdialog dengan pemerintah agar kebijakan yang diambil dapat lebih menyeluruh dan memadai dalam membantu sektor usaha, terutama di tengah tekanan ekonomi saat ini.
"Tapi mungkin mesti dilihat dari berbagai sisi gitu. Karena pada akhirnya dengan penurunan daya beli dengan adanya penurunan dari segi permintaan ini pasti dampaknya akan jauh lebih besar," Shinta mengakhiri.