Tolak Kenaikan UMP 10 Persen di 2025, Pengusaha Punya Hitungan Begini
Shinta menyebut, Apindo akan mengikuti kenaikan UMP mengacu pada regulasi yang berlaku. Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani merespons tuntutan serikat buruh yang meminta kenaikan upah minimun provinsi (UMP) 2025 hingga 10 persen. Shinta mengaku sulit untuk memenuhi kenaikan UMP buruh tersebut.
"(Kenaikan UMP) nggak bisa disamaratakan semua daerah di Indonesia, gitu," kata Shinta di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (30/10).
Shinta menyebut, Apindo akan mengikuti kenaikan UMP mengacu pada regulasi yang berlaku. Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan.
"Ya prinsip kami mengikuti aturan pemerintah yaitu PP 51 tahun 2023," ucap dia.
Dalam regulasi tersebut telah mengatur formulasi kenaikan UMP. Yakni, menggunakan tiga variabel yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
"PP 51 sudah jelas ada formulanya, berdasarkan juga kondisi perekonomian daerah maupun inflasi dan pertumbuhan ekonomi, jadi itu yang akan diikuti," tandasnya.
Permintaan Buruh
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal dan sejumlah serikat buruh lainnya meminta pemerintah menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 8-10 persen pada 2025.
Said menuturkan perhitungan kenaikan upah minimum 8-10 persen yaitu dilihat dari inflasi 1,2 persen, pertumbuhan ekonomi sebesar 7,7 persen ditambah kenaikan yang masih nombok tahun lalu sebesar 1,3 persen.
"Kenaikan 10 persen untuk daerah yang disparitas upahnya terlalu jauh, sedangkan untuk yang rata-rata di kisaran 8 hingga 9 persen. Kami tidak meminta upah tinggi, tetapi upah yang layak,” kata Said dalam konferensi pers secara daring, Kamis (10/10).
Said menambahkan daya beli buruh sudah turun dalam 5 tahun terakhir. Litbang partai buruh dan KSPI menunjukkan upah riil buruh turun 30 persen.
Menurutnya, ini karena upah tidak naik dalam 5 tahun terakhir. Upah riil merupakan upah yang dipengaruhi oleh inflasi.
Said menggambarkan jika seorang pegawai memiliki upah sebesar Rp 1 juta semula bisa digunakan untuk membeli 5 bungkus mie instan, kemudian upah pegawai naik sebesar Rp500 ribu menjadi Rp1,5 juta, tetapi nominal itu hanya bisa digunakan untuk membeli 3 bungkus mie instan.