Nurhayati: Saya kira tidak ada yang keberatan dengan pembentukan poros ketiga
"Kalau kemudian sekarang muncul ini jangan sampai kembali lagi islam dan non islam itu yang tidak boleh. Bahwa bangsa ini memang majemuk kita sudah akui bersama sejak merdeka sampai sekarang dan coba lihat tidak ada menemui masalah-masalah itu," katanya.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf mengaku tidak keberatan jika terbentuk poros ketiga dalam Pilpres 2019 mendatang. Namun, ia menekankan poros ketiga itu untuk tidak disebut sebagai poros partai politik islam.
"Saya kira tidak ada yang keberatan dengan pembentukan poros ketiga," kata Nurhayati di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (8/3).
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Partai apa yang menang di Pemilu 2019? Partai Pemenang Pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase suara sebesar 19.33% atau 27,05 juta suara dan berhasil memperoleh 128 kursi parpol.
-
Partai apa yang menang di pemilu 2019? Partai pemenang pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase 19.33% dari total suara sah yang diperoleh.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
"Kalau kemudian sekarang muncul ini jangan sampai kembali lagi islam dan non islam itu yang tidak boleh. Bahwa bangsa ini memang majemuk kita sudah akui bersama sejak merdeka sampai sekarang dan coba lihat tidak ada menemui masalah-masalah itu," lanjutnya.
Anggota Komisi I ini mengatakan bahwa sekarang ini memang kebetulan ada dua partai yang belum menentukan arah dukungannya dan masih membuka peluang poros baru. Kebetulan partai itu merupakan basis Islam. Hal itu, kata dia, tidak boleh dibeda-bedakan.
"Saya hanya dengar poros ketiga tapi kalau dipojokkan kebetulan PAN, PKB. Di PKB pun bukan semua orang Islam dan di PAN pun tidak semua orang Islam. Kita sangat plural, jangan lagi misalnya kebetulan PAN, PKB dan PKS yang ini kemudian disebut poros islam," ungkapnya.
Lewat adanya tiga poros, Nurhayati menilai akan membuat calon presiden menjadi banyak dan menurutnya hal itu bagus. Sehingga bisa memberikan alternatif pilihan bagi masyarakat Indonesia.
"Makin banyak calon makin banyak pilihan. Kalau sekarang misalnya daerah yang istilahnya kotak kosong sebetulnya masyarakat tidak punya pilihan," ujarnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan, ada kemungkinan terbentuk poros ketiga pada Pilpres 2019. Peluang itu, kata dia, masih terbuka lebar. Ketua DPP PKB Lukman Edy partai basis Islam akan menjajaki poros baru untuk menghadapi Pilpres 2019. Partai-partai yang disinyalir bakal ikut adalah PKB, PAN, dan PKS.
PAN sendiri telah menyatakan tak merapat ke koalisi pemerintahan. Ketua DPP PAN Yandri Susanto mengatakan masih terbuka peluang poros baru di luar koalisi Jokowi dan Prabowo. PAN memberikan sinyal tak harus mengikuti Prabowo dan memungkinkan membentuk poros baru.
Baca juga:
5 Partai dukung Jokowi, Ketum PPP sebut sulit terbentuk poros ketiga
Jika poros ketiga terbentuk, PPP bakal ajak dukung Jokowi
ICMI nilai Jimly, Din Syamsuddin, Mahfud MD layak dampingi Jokowi di 2019
Sindir PKB soal poros Islam, Golkar ingatkan koalisi Jokowi tetap kompak
Sekjen PPP sebut dukungan ke Jokowi di Pilpres 2019 bukan harga mati