Partai Aceh banyak menyalahgunakan fasilitas negara saat Pileg
Di Kabupaten Pidie banyak kader Partai Aceh yang menggunakan mobil dinas berpelat merah dan gedung milik pemerintah.
Pada pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) di Aceh yang paling banyak menyalahgunakan fasilitas negara dilakukan oleh partai penguasa di Aceh yaitu Partai Aceh. Di antaranya fasilitas negara yang mereka gunakan seperti mobil dinas berpelat merah, sound system dan juga gedung pemerintah.
Penggunaan fasilitas negara yang dilakukan oleh Partai Aceh lebih banyak terdapat di Kabupaten Pidie. Kabupaten kelahiran deklarator Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Hasan Tiro terdapat seperti mobil Dinas Perhubungan yang digunakan untuk kepentingan Partai Aceh. Demikian juga menggunakan gedung pemerintah untuk kepentingan tersebut.
Hal tersebut disampaikan oleh staf Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) Aceh, Hafiz dalam konferensi pers bersama dengan Jaringan Pemilu Aceh (JPA), Jumat (12/4) di media center KIP Aceh.
Menurut pantauan MaTA, sedikitnya menemukan 30 kasus praktik politik uang dan penyalahgunaan fasilitas negara. Akan tetapi, rekap data pelanggaran MaTA masih belum bisa disebarluaskan karena masih dilakukan rekap.
"Yang kami pantau itu politik uang dan penggunaan fasilitas negara, sedangkan rekapnya dalam waktu dekat kami akan rilis," kata Hafiz.
Sisi lain, Hafiz menuding pengawas pemilu di Aceh terlihat belum menjalankan tugasnya secara maksimal. Karena menurut pantauan MaTA, ada upaya pembiaran ketika ada pelanggaran yang terjadi dan ketika ada laporan justru pengawas pemilu mempersulit untuk menerima laporan.
"Jadi sudah kita laporkan dengan bukti seperti foto, malah Panwas meminta kita untuk meminta saksi kita datangkan, mestinya itu ranahnya Panwas untuk memeriksa saksi, tapi ini kita diminta untuk menghadirkan saksi, jadi terkesan dipersulit saat kita melaporkan kasus," paparnya.
Sementara itu, hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari Aceh Institut, Aryos Nivada. Dia menilai ada pembiaran kecurangan terjadi oleh Panwaslu. Hal ini seperti terjadi di Desa Lampulo, Banda Aceh. Ada sejumlah bendera Partai Aceh saat hari pencoblosan tanpa ada upaya penertiban dilakukan oleh Panwaslu Banda Aceh.
"Ada juga orang yang memobilisasi pada hari pencoblosan untuk mengarahkan memilih Partai Aceh, bahkan dia itu duduk di warung kopi meminta memilih Partai Aceh, ini juga tidak menjadi temuan dari Panwaslu," ujar Aryos.
Pengamat Politik Keamanan Aceh ini juga menuding pihak kepolisian terlihat saat mengawal proses pemilihan seperti patung tanpa melakukan antisipasi bila ada terjadi kecurangan. Katanya, hal ini terjadi di Lampulo tadi, saat itu ada polisi dan mereka mengetahui, akan tetapi mereka hanya duduk diam tanpa melakukan tindakan apapun.
"Polisi pun terlihat seperti patung tanpa melakukan pencegahan, polisi pun lemah dalam melakukan pengamanan," imbuhnya.