PDIP: JK Enggak Usah Genit, Kalau Ingin Jadi Pemimpin Besar Harus Bijak
“Jika sarannya santun dan tidak ada ujaran kebencian, maka kita harus dukung karena tidak ada unsur pidana,” imbuhnya.
Anggota DPR dari fraksi PDIP, Nabil Haroen menilai Wakil Presiden RI ke-10 Jusuf Kalla lebih bijak dalam menyampaikan sesuatu. Sebab, menurutnya, demokrasi di Indonesia saat ini sudah termasuk baik.
Pernyataan ini menanggapi pernyataan JK Soal bagaimana caranya mengkritik pemerintah namun tidak dipolisikan. JK berbicara dalam acara Fraksi PKS bertema Mimbar Demokrasi Kebangsaan, Menjaga Demokrasi Mengokohkan NKRI.
“Niat pak JK? Ya mungkin pak JK lagi pengen genit. Enggak usah genit-genit lah, kita tahu kok. Kalau ingin jadi pemimpin besar atau jadi tokoh, tentu harus menyampaikan sesuatu dengan bijak. Siapapun itu, yang sudah dewasa dan punya followers banyak tentu harus arif,” kata Nabil saat dihubungi merdeka.com, Senin (15/2).
Politikus yang akrab disapa Gus Nabil itu menganggap Polri sudah melakukan tugasnya dengan baik. Dia melihat, Polri hanya menangkap orang-orang yang melakukan tindakan dengan unsur ujaran kebencian atau penghinaan saja.
Oleh sebab itu, kata Nabil, setiap orang harus bisa membedakan antara kritik dan ujaran kebencian. Sehingga, dalam menyampaikan kritik, masyarakat harus menggunakan bahasa yang tepat dan tidak mengandung unsur penghinaan/ kebencian.
“Polisi sudah bertindak berdasarkan aturan hukum dan data yang jelas. Jika tidak ada data-data atau bukti yang cukup, maka itu (penangkapan) tidak diperbolehkan. Oleh karena itu kita harus melihat bahwa kebencian dan kritik itu berbeda,” kata Nabil
“Jika sarannya santun dan tidak ada ujaran kebencian, maka kita harus dukung karena tidak ada unsur pidana,” imbuhnya.
Menurutnya, orang-orang yang menyampaikan ujaran kebencian memang harus ditangani oleh hukum. Sebab, kata Nabil, hal itu bisa menimbulkan perpecahan atau kerusakan yang besar di negara ini. Nabil meminta masyarakat untuk menyiapkan argumentasi yang valid dan konstruktif setiap kali ingin melemparkan kritik.
“Saran yang diberikan ke pemerintah hendaknya disampaikan secara terbuka dengan data dan argumentasi yang jelas, tidak mengandung fitnah,” kata Ketua Umum PP Pusat pagar Nusa Nahdatul Ulama itu.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian juga mengatakan bahwa pemerintah bersifat terbuka terhadap kritik dari masyarakat, selama kritik tersebut didasari oleh data dan argumentasi yang kuat.
Senada dengan Nabil, Donny juga mengatakan bahwa aparat penegak hukum lah yang akan menindaklanjuti kritik tersebut bila ternyata kritiknya berlebihan dan melanggar undang-undang.
"Pembelaan sah-sah saja sejauh didasarkan pada data fakta dan argumentasi yang kuat. Saya kira ini ranahnya APH (Aparat Penegak Hukum) kalau memang ada sikap yang berlebihan," ungkap Donny pada 13 Februari lalu.
Sebelumnya, JK menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang mempersilakan masyarakat mengkritik pemerintah. JK pun memahami kegelisahan masyarakat, apabila mengkritik pemerintah kemudian dilaporkan ke polisi.
"Beberapa hari lalu, bapak presiden mengumumkan silakan kritik pemerintah. Tapi banyak yang ingin melihatnya, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi?" kata JK dalam diskusi PKS, dikutip Sabtu (13/2).
Lantas, JK mengungkit keluhan ekonom Kwik Kian Gie yang mengaku sulit mengungkapkan pendapat. Sebab, jika mengkritik pemerintah bisa dihajar buzzer di media sosial.
JK mengatakan, dalam demokrasi harus ada check and balance yang baik. Harus ada kritik dalam pelaksanaannya. Dia mengatakan, PKS sebagai oposisi untuk menjalankan fungsi kontrol itu.
(mdk/ray)