Pendopo dan simbol ambisi kekuasaan Anas di Demokrat
Pendopo harusnya jadi tempat raja menerima rakyatnya, kini pendopo jadi simbol adanya ambisi kekuasaan.
Meski kini dikabarkan sedang berseteru, Susilo Bambang Yudhoyono dan Anas Urbaningrum ternyata memiliki banyak kesamaan. Salah satu kesamaan keduanya adalah melanggengkan budaya Jawa.
Bahkan dalam membangun rumah, keduanya juga memiliki kesamaan. Sama-sama membuat pendopo di rumah mereka. Apa tujuannya?
Di dalam tradisi masyarakat Jawa, pendopo merupakan bagian dari bangunan joglo (rumah adat Jawa) adalah tempat untuk sesembahan para kawula maupun rakyat ke rajanya. Para rakyat yang ingin bertemu, 'ngawulo'(berbhakti) yang ingin bertemu dengan sang raja dilakukan di Pendopo ini.
Secara filosofis, dengan empat pilar (saka guru) menurut Hedy C Indriani dan Maria Ernawati Prasodjo dalam 'Organisasi Ruang dan Elemen Interior Rumah Abu Han di Surabaya', Pendopo merupakan tempat tuan rumah menerima tamu-tamunya.
Pendopo pada rumah Jawa terbuka tanpa pembatas pada keempat sisinya, hal ini melambangkan sikap keterbukaan pemilik rumah terhadap siapa saja yang datang. Pendopo biasanya dibangun lebih tinggi dari halaman, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penghuni menerima tamu, bercakap-cakap sambil duduk bersila di lantai beralas tikar sesuai tradisi masyarakat Jawa yang mencerminkan suasana akrab dan rukun.
Bentuk salah satu ruang dalam rumah tradisi Jawa tersebut memperlihatkan adanya konsep filosofis tentang makna ruang. Keberadaan Pendopo sebagai perwujudan konsep kerukunan dalam gaya hidup masyarakat Jawa. Pendopo tidak hanya sekadar sebuah tempat tetapi mempunyai makna filosofis lebih mendalam, sebagai tempat untuk mengaktualisasi suatu bentuk atau konsep kerukunan antara penghuni dengan kerabat dan masyarakat sekitarnya (Hidayatun, 1999:7). Pendopo merupakan aplikasi sebuah ruang publik dalam masyarakat Jawa.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu, nilai filosofis Jawa ini luntur. Pendopo harusnya sebagai tempat menerima rakyatnya, kini Pendopo diaktualisasikan sebagai simbol adanya ambisi kekuasaan. Simbol para pemimpin bangsa untuk menunjukkan eksistensi kepemimpinanya di tengah-tengah masyarakat.
Budayawan Sutanto Mendut yang merupakan Presiden Seniman Lima Gunung menyatakan zaman dahulu, filosofi Pendopo itu bersifat adanya keterbukaan, pertemuan dan wadah komunikasi bagi sang pemimpin untuk rakyat.
"Namun, sekarang yang terjadi, Pendopo hanya digunakan sebagai simbol untuk menunjukkan bahwa dirinya pantas dan layak untuk menjadi seorang pemimpin. Seorang yang patut dijadikan pemimpin walaupun dalam memimpin kerapkali yang terjadi tidak amanah. Kalau mau belajar fungsi pendopo (Pendopo) yang benar cari saja di Demak dan di Kudus sana. Sejarahnya pada masa kerajaan Demak dan Kudus yang sering digunakan pertemuan antara sang raja dengan para wali songo. Itu fungsi pendopo yang sesungguhnya," ujar Sutanto saat ditemui merdeka.com di Studio Mendut sekaligus rumahnya di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Kamis (14/2).
Di lingkungan rumah keluarga mantan Presiden RI ke-2 Soeharto di Jalan Kalitan, Kota Solo yang dibeli pada Tahun 1969 misalnya. Rumah yang awalnya milik Gusti Ratu Alit, Putri Pakubuwono X ini mempunyai pendopo yang cukup luas. Di Pendopo ini, terpasang sejumlah foto Soeharto, Ibu Tien Soeharto serta foto keluarga Soeharto secara lengkap.
Sejumlah petuah kepemimpinan Jawa juga dipasang di beberapa sisi bangunan pendopo dan beberapa lukisan kesayangan Soeharto salah satunya lukisan berjudul 'Bapak Di tengah Anak-anaknya'. Selain itu, lukisan sosok seorang pemimpin bangsa Panglima Jenderal Sudirman bersama prajurit semasa perang juga terpasang.
Demikian pula dengan rumah Presiden SBY. Paska dirinya memegang tampuk pimpinan di Indonesia sebagai presiden, di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat dibangunlah sebuah pendopo. Pendopo ini sering digunakan oleh SBY untuk memberikan pernyataan maupun kebijakan terkait dirinya sebagai presiden, maupun dirinya sebagai orang nomor satu sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat yang saat ini sedang dirundung masalah.
Sama dengan yang dilakukan oleh sosok pemimpin muda yang merupakan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Anas Urbaningrum. Paska dirinya terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, Anas juga membangun sebuah pendopo di rumahnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Anas Urbaningrum juga telah mengklaim dirinya sebagai sosok yang layak menjadi pemimpin di negeri ini? Apakah Anas sudah masuk di partai berlogo bintang mercy ini berambisi menjadi seorang presiden dan akan maju pada Pilpres 2014 mendatang?
"Anas dan SBY terjebak pada simbol kekuasaan terkait soal pembangunan dua pendoponya. Anas dan SBY secara fisik bijak dan santun. Namun intrik politik dan sandiwara politik mereka kurang memberikan wacana baru dan pelajaran politik bagi rakyat," jelasnya.
Tanto mendut menyatakan fungsi Pendopo saat ini hanya digunakan beberapa pemimpin untuk menggiring rakyatnya mendukung dirinya jadi seorang pemimpin.
"Begitu masuk pendopo, kita harus ikut. Kita harus sendhiko dawuh, patuh pada apa yang diomongkan sang pemilik dan penguasa pendopo," tuturnya.
Pendopo, bagi Tanto saat ini hanya dan merupakan 'simbol bulu bhekti' (berbhakti), 'sendhiko dawuh' (kesetiaan), simbol gratifikasi mental serta wujud benda (manusia) yang melakukan pengabdian dan kesetiaan terhadap seorang pemimpin, seorang penguasa yang disimbolkan dan diwujudkan oleh keberadaan Pendopo.
"Bagi saya lebih baik melakukan perlawanan terhadap pemimpin berupa 'aksi pepe' atau 'kekaring'(aksi demo berjemur) di tengah alun-alun atau lapangan. Sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap keberadaan pendopo atau keberadaan pemimpin yang mewujudkan pendopo sebagai tempat intrik politik dan menggalang kekuatan massa," pungkas Tanto.