Peneliti SSS: 2014 Adalah tahun arogansi politik'
Hiruk pikuk politik telah membuat bangsa terbelah. Sisa pertarungan di pilpres masih terasa hingga kini.
Tahun 2014 dinilai sebagai tahun arogansi politik. Menurut kajian Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), arogansi politik muncul dalam beberapa hal. Salah satunya adalah perseteruan antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen.
"Arogansi ini menjadikan dua kubu di DPR. Walau sudah dibilang tidak ada lagi perpecahan, namun pada kenyataannya masih ada," ujar peneliti senior Soegeng Sarjadi Syndicate, Toto Sugiarto dalam diskusi evaluasi akhir tahun 2014 yang digelar di Jakarta, Rabu (17/12).
Menurut Toto, kondisi seperti ini cukup memprihatinkan. Karena seharusnya setelah pilpres selesai semua pihak harusnya mulai membangun bangsa ini agar tidak tertinggal dari bangsa lain.
Dia juga menilai, pemilu 2014 lebih buruk dari pemilu 2009. Karena ditemukan berbagai pelanggaran seperti intimidasi, manipulasi suara, dan ketidaknetralan penyelenggara pemilu. Salah satu yang menjadi fokus perhatian adalah kampanye yang menyerang pribadi kandidat di media sosial.
"Di media sosial, kampanye dilakukan dengan serangan personal kandidat. Itu yang membuat persaingan menjadi runcing. Sesuatu yang terlalu personal munculnya menjadi dendam politik. Hasil dendam inilah yang memprihatinkan," ujar dosen Universitas Paramadina ini.
Namun dengan semua arogansi tersebut, tetap ada titik yang membahagiakan. Salah satunya adalah rakyat yang mulai berdaya untuk memperjuangkan pilkada langsung. "Ada titik yang membahagiakan juga karena rakyat sudah mulai berdaya. Buktinya KMP menyetujui pilkada langsung. Kekuatan rakyat luar biasa. Jadi meski arogan, politisi kita masih mendengar suara rakyat," tuturnya.