Pengamat Nilai Kritikan Pedas PDIP Mengarah ke Jokowi: Marahnya Tidak Tanggung-Tanggung
PDIP terlihat melakukan perlawanan usai Golkar dan PAN gabung Prabowo
PDIP mengkritik pemerintahan Jokowi
Pengamat Nilai Kritikan Pedas PDIP Mengarah ke Jokowi: Marahnya Tidak Tanggung-Tanggung
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai, sejumlah kritikan yang dilontarkan PDIP baru-baru ini adalah bentuk kemarahan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritikan tersebut seperti food estate dan mengingatkan tentang karma politik kepada pemimpin yang tidak jujur. Selain itu PDIP juga tidak mengundang Wali Kota Solo yang juga putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dalam acara konsolidasi kepala daerah PDIP di Jawa Tengah.
Ujang mengatakan, kritikan pedas dari PDIP mengarah ke Jokowi. Penyebabnya, Jokowi dianggap sudah berani mendukung Prabowo Subianto untuk maju sebagai capres 2024. "Saya melihatnya ini kritikan pedas dari PDIP arahnya kepada Jokowi, karena dianggap sudah berani medukung Prabowo," kata Ujang saat dihubungi, Jumat (18/7). Menurut Ujang, PDIP mengingatkan Jokowi sebagai petugas partai dan sudah diusung jadi Presiden dua kali oleh partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Jika mendukung pihak lain di luar PDIP, maka partai berlambang banteng menjadi marah.
"Ini membuat kelihatannya PDIP marah, marahnya tidak tanggung-tanggung ya tidak mengundang Gibran, mengkritik food estate lalu membuat statement pemimpin yang tidak jujur akan dapat karma politik," ujarnya.
"Saya melihatnya ini bentuk kemarahan dari PDIP kepada Jokowi dan keluarganya sehingga mengeluarkan kritik-kritik keras dan pedas itu muncul pasca PAN dan Golkar mengusung dan mendeklarasikan Prabowo sebagai capres," sambungnya.
Ujang tidak terlalu memahami apakah ini juga bagian dari hukuman PDIP kepada dinasti Jokowi. Yang jelas, PDIP ingin mengingatkan bahwa kader partai harus loyal. "Yang jelas ini bagian dari kritikan, kemarahan yang diungkapkan karena dianggap Jokowi mengendorse pihak lain. Ada sinyal ingin mendukung pihak lain di luar PDIP, sehingga itu PDIP menganggapnya kader partai yang tidak loyal maka harus dikritik, diingatkan secara keras," pungkasnya.
Gibran Tidak Diundang di Konsolidasi PDIP
Sebelumnya Gibran kerap digadang sebagai bakal calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. Kencangnya isu tersebut akhirnya dikaitkan publik dengan absennya sosok Wali Kota Solo itu saat konsolidasi kepala daerah PDIP se-Jawa Tengah. Gibran pun mengaku tidak diundang. Menjawab hal tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto membantah ketidakhadiran pemuda 35 tahun tersebut akibat isu yang hangat beredar.
"Tidak ada kaitannya," kata Hasto di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung Jakarta, Kamis (17/8). Hasto menjelaskan, Gibran tetap bagian dari PDIP dan pendukung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden. Pada momentum rapat kepala daerah PDIP, lanjut Hasto, Gibran sedang memberikan materi diskusi soal strategi pemenangan Ganjar. "Mas Gibran kan hadir di sini, bahkan memimpin diskusi tentang pemenangan Pak Ganjar," ungkap Hasto.
Hasto menambahkan, Gibran juga sudah memberi sejumlah rekomendasi tentang hal apa saja yang perlu dikaji baik di tingkat pusat dan daerah, sebagai bahan kajian diskusi yang akan diimplementasi untuk tim pemenangan Ganjar di tiap daerah. "Mas Gibran juga telah memberikan rekomendasi yang baik, di mana apa yang dikaji di tingkat pusat di mana saat itu Mas Gibran menjadi pimpinan kelompoknya, kemudian dijabarkan di daerah," Gibran menandasi.
PDIP: Kalau Pemimpin Tidak Jujur Akan Ada Karma Politik
Hasto Kristiyanto membacakan pesan dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Pesan itu berisi permintaan kepada semua anak bangsa melihat pemimpin dari karakter. Sebab karakter itulah yang membuat pemimpin bisa disayang rakyat.
"Mengapa Ibu Mega selalu menegaskan bahwa melihat pemimpin itu ketika turun, apakah rakyat antusias, apakah ada rakyat yang secara spontan memberikan dukungan dan kemudian apa ada euforia? Melihat pemimpin itu dari bobot, bibit, bebet, dari keluarganya, dari kapasitas kepemimpinannya, dari moralitasnya, dari getaran kemanusiaan dalam dirinya apakah pemimpin ini mampu merawat kehidupan atau justru sebaliknya," pesan Megawati.
Dalam pesannya, Megawati juga mengatakan perlunya semua pihak melihat seorang pemimpin yang berwatak jujur karena hal itu bisa menjadi dasar memajukan Indonesia. Dia kemudian menyinggung tentang kisah pewayangan ketika tokoh pemimpin Pandawa, Yudhistira yang memiliki watak jujur. "Pemimpin ini harus menunjukkan watak yang jujur, tidak ada pemimpin negara-negara yang kemudian bohong, pemimpin itu jujur sebagai watak yang paling elementer karena itulah dalam cerita wayang, pemimpin Pandawa itu sosok Yudhistira yang jujur, yang bersih, bahkan digambarkan darahnya putih, saking jujurnya," ujar Hasto.
Dia mengatakan seorang pemimpin tidak boleh berbohong dan memanipulasi angka-angka hanya untuk kepentingan elektabilitas.
Oleh karena itu, kata Hasto, momentum HUT ke-78 RI sebaiknya dipakai semua anak bangsa untuk bisa menghasilkan sosok pemimpin berwatak jujur.
"Ini syarat paling penting. Seorang pemimpin tidak boleh memanipulasi demi elektoral. Maka, ini yang harus ditanamkan dengan memperingati kemerdekaan ke-78 agar pemimpin ke depan harus jujur. Kalau tidak jujur saudara sekalian, akan ada karma politik. Itulah keyakinan spiritualitas kita sebagai bangsa yang bertuhan," ucap Hasto.
PDIP Kritik Program Food Estate
PDIP mengkritik keras program pemerintah Jokowi, Food Estate. Program tersebut dianggap masuk dalam kategori kejahatan lingkungan. Gerindra langsung bereaksi. Food Estate yang dipimpin langsung Menhan Prabowo Subianto itu disebut merupakan program Presiden Jokowi. Meluruskan kritiknya, Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya mendukung program Food Estate.
"Kalau food estate kita sukeskan, sepakat. Karena itu membangun kedaulatan pangan kita," kata Hasto di Sekolah Partai DPP PDIP, Jalan Lenteng Agung Jakarta, Kamis (17/8). Namun, kata dia, bukan berarti PDIP dilarang menyampaikan kritik. Sebab menurut catatan Hasto, implementasi dari kebijakan tersebut kini sudah bergeser arahnya kepada pihak-pihak tertentu.
"Yang dikritisi PDIP adalah ketika implementasinya ada vested interest. Sehingga dibentuk misalnya perusahaan-perusahaan yang diisi oleh sahabat-sahabat dan juga partai-partai politik yang seharusnya tidak ikut campur tangan dalam menggunakan anggaran dari negara," ujar Hasto Kristiyanto. Namun saat disinggung lebih jauh, apakah program food estate yang dijalankan oleh Prabowo Subianto sebagai perpanjangan tangan Jokowi adalah hal yang politis, Hasto menolak menjawab. "Food estate cukup," jelas Hasto.