Perbanyak komisi di DPR, kebutuhan atau bagi-bagi kursi?
Wacana tersebut dilontarkan dengan dalih anggota dewan kewalahan dalam melakukan pengawasan terhadap mitra komisi.
Koalisi Merah Putih mewacanakan melakukan pemekaran komisi di DPR yang saat ini berjumlah 11. Wacana tersebut dilontarkan dengan dalih anggota dewan kewalahan dalam melakukan pengawasan terhadap mitra komisi.
Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nur Wahid mengungkapkan, wacana pemekaran komisi di DPR untuk efisiensi kinerja anggota parlemen. Menurut Hidayat, jumlah komisi di DPR saat ini tidak setara dengan jumlah kebutuhan penanganan permasalahan di parlemen.
"6 Mitra kerja dibagi jadi dua komisi tapi itu baru wacana. Mungkin satu atau dua minggu," kata Hidayat di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/10).
Seringkali, lanjut Hidayat, komisi-komisi di DPR kewalahan lantaran memiliki mitra kerja yang banyak. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan kinerja anggota dewan tidak efektif.
"Bukan sekedar pengembangan penambahan tapi butuh efisiensi. Belum jadi keputusan di DPR dan belum dibahas ke Bamus. Jadi itu masih wacana saja karena seringkali mitra kerja kita banyak tapi enggak sesuai dengan jumlah DPD yang awasi. Dikhawatirkan kalau enggak efektif ya hasilnya enggak efektif," jelas Wakil Ketua MPR itu.
Selain itu, pemekaran komisi-komisi DPR, menurut Hidayat, juga merupakan upaya mengakomodasi keinginan Presiden terpilih Joko Widodo yang berencana membentuk kementerian baru. "Jokowi menyampaikan akan ada kementerian baru, tentu akan penting menyesuaikan dengan semuanya," imbuh Hidayat.
Menanggapi pemekaran itu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimmly Asshiddiqie menilai, wacana pemekaran komisi tersebut merupakan cara berpikir partai politik untuk bagi-bagi kekuasan di parlemen.
"Ya memang begitu (bagi-bagi kursi), karena ada kebutuhan untuk berbagi kedudukan, kan begitu cara orang berpolitik," ucap Jimmly kepada merdeka.com, Kamis (9/10).
Menurutnya, pemekaran komisi yang berdasarkan kebutuhan mengakomodasi partai-partai koalisi merupakan cara berpikir tradisional, yakni pembentukan struktur dan fungsi mengikuti ketersediaan sumber daya manusia.
"Kalau modern itu struktur mengikuti fungsi. Jadi struktur itu dibentuk sesuai dengan mau kita fungsinya seperti apa, baru cari orangnya. Tapi kalau organisasi masih berpikir tradisional orangnya dulu baru struktur dan fungsinya," jelas Jimmly.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai, seharusnya jumlah komisi di DPR berjumlah 3 komisi sesuai fungsi parlemen yakni legislasi, pengawasan dan anggaran. Namun, Jimmly menegaskan pembentukan komisi harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Jumlah komisi harusnya 3 saja, legislasi, pengawasan, anggaran. Yang sekarang 11 itu diubah menjadi sub komisi. Tapi itu harus didiskusikan dan sesuai dengan undang-undang saja," ucap Jimly.
Berbeda dengan pendapat Jimmly, pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin menilai, wacana pemekaran komisi DPR tidak berhubungan dengan upaya bagi-bagi kursi Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen. "(Pemekaran Komisi) Enggak ada hubungannya dengan bagi-bagi kursi," ucap Irman.
Irman mengatakan, pemekaran komisi merupakan hak DPR. Pembentukannya, lanjut Irman, bisa disinergikan dengan struktur kabinet yang dibentuk oleh Presiden terpilih Joko Widodo.
"Tergantung DPR saja pembentukan komisi. (Jumlahnya) bisa disinergikan juga dengan struktur kabinet," ucapnya.