Peta Sikap Politik Partai Soal Amandemen Terbatas UUD 1945
PKS menolak amandemen UUD 1945, apalagi jika sampai merembet pembahasan masa jabatan presiden.
Wacana amandemen terbatas UUD 1945 kembali bergulir. Sikap partai politik di MPR terbelah. Lebih banyak fraksi yang menolak ketimbang yang mendukung wacana tersebut.
Adalah sosok Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang awalnya menyampaikan wacana amandemen terbatas. Bamsoet, sapaan politikus Golkar itu, dalam beberapa kesempatan getol menyampaikan wacana amandemen. Dia bersama para pimpinan MPR juga telah bertemu Presiden Joko Widodo membicarakan wacana amandemen terbatas. Kepada Jokowi, Bamsoet menjamin amandemen hanya untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
-
Siapa yang melaporkan Bambang Soesatyo ke MKD? Laporan dibuat mahasiswa Universitas Islam Jakarta bernama M Azhari terkait terkait pernyataan bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan UUD 1945.
-
Apa yang dilaporkan oleh M Azhari kepada MKD terkait dengan Bambang Soesatyo? Laporan tersebut terkait pernyataan Bamsoet bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan daripada UUD 1945 yang telah ada.
-
Bagaimana UUD 1945 disahkan? Peringatan Hari Konstitusi mengacu pada disahkannya UUD 1945 melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritus Junbi Inkai).
-
Apa isi dari Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen? Sebelum amandemen, pasal 7 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali tanpa batasan periode.
-
Kapan Monumen Perjuangan 1945 diresmikan? Awalnya berdiri dan diresmikan pada peringatan Hari Pahlawan peresmian 10 November 1984, taman pun direhabilitasi pada tahun 2018.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR RI mengenai pembahasan amandemen UUD NRI 1945 untuk menghadirkan PPHN, karena merupakan domain dari MPR RI. Beliau berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodisasi presiden dan wakil presiden, karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu," kata Bamsoet usai dari Istana Bogor, Jumat (13/8).
Sikap-sikap fraksi terbelah atas wacana amandemen terbatas, bahkan dari Fraksi Golkar yang merupakan partai Bamsoet. Ketua Fraksi Golkar MPR RI, Idris Laena menilai, amandemen belum perlu dilakukan karena tidak mendesak. Salah satu sebabnya karena masih situasi pandemi.
"Soal amandemen ini belum mendesak. Sikap Partai Golkar sudah jelas bagian sikap partai yang tertuang dalam rekomendasi MPR sebelumnya," ujarnya.
Partai Demokrat juga menolak rencana amandemen. Alasannya karena khawatir akan merembet kemana-mana. Bahkan, menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman, di MPR belum ada fraksi menyetujui amandemen terbatas. Fraksi-fraksi hanya baru memberikan sikap bahwa PPHN diperlukan.
"Belum ada kesepakatan bentuk hukum PPHN itu, apakah UU apakah bentuk Tap MPR atau dengan mengubah UUD, sama sekali belum ada, masih dalam tahapan pengkajian di masing-masing fraksi. Jadi kalau tadi Ketua MPR sudah katakan sudah ada kesepakatan di tingkat MPR, itu adalah kebohongan, belum ada itu," ujarnya.
PKS menolak amandemen UUD 1945, apalagi jika sampai merembet pembahasan masa jabatan presiden. "Jika saat ini membahas amandemen UUD 1945 seolah tidak peka dengan situasi ini, apalagi ketika yang dibahas adalah penambahan masa jabatan presiden," kata Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Aboe Bakar Al-Habsy.
Sementara itu NasDem menolak amandemen terbatas lantaran khawatir akan membuka kotak pandora. Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Hubungan Legislatif Partai NasDem Atang Irawan, mekanisme perubahan UUD 1945 membuka peluang untuk usul perubahan pasal di luar PPHN.
"Artinya, memungkinkan juga dengan pola perubahan pasal-pasal dalam Pasal 37 akan membuka ruang bagi pengajuan perubahan pasal-pasal lainnya. Tidak hanya satu pasal," kata Atang.
Sedangkan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan meyakini amandemen terbatas tidak akan dilakukan hingga Pemilu mendatang. Ia menjamin hal itu karena mengaku mengikuti perkembangan hari ini. "Saya kira sampai Pemilu yang akan datang amandemen itu tidak akan terjadi. Oleh sebab itu tidak usah khawatir berlebihan," katanya.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan belum memberikan sikap terhadap wacana amandemen terbatas. Namun, Wakil Ketua MPR RI Fraksi PKB Jazilul Fawaid, mengakui pada periode sebelumnya PKB menyetujui PPHN masuk dalam amandemen.
"Sekarang kita ikuti perkembangan nanti, arahan ketua umum, diskusi partai, begitu, tetapi ingin bahwa kalau memang amandemen itu terbatas tapi jangan membatasi yang lain," ujar Jazilul.
Sementara PPP menyatakan terbuka untuk melakukan amandemen UUD 1945. Selama amandemen tersebut tidak sembarangan dan membuka partisipasi publik. "Jadi saya kira nanti kekuatan politik yang terpresentasikan Fraksi-Fraksi di MPR itu sepakat mengusulkan amendemen untuk PPHN tadi maka tetap partisipasi publik harus dibuka," ujar Wakil Ketua MPR Fraksi PPP Arsul Sani.
Adapun Partai Gerindra mendukung memasukan PPHN dalam amandemen terbatas UUD 1945. Wakil Ketua MPR Fraksi Gerindra Ahmad Muzani menilai PPHN untuk memastikan keberlanjutan pembangunan. Namun, Gerindra memberi catatan amandemen tidak melebar.
"Dari kajian kita kan kalau PPHN saya kira sebagai sebuah pilihan agar ada keberlanjutan pembangunan dari pemerintahan satu ke pemerintahan lain saya kira itu sebuah maksud yang bagus," ujar Muzani.
PDI Perjuangan merupakan partai yang memiliki gagasan untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang kini berubah menjadi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Hal ini sejalan dengan hasil Kongres PDIP tahun 2019. Anggota DPR Fraksi PDIP Junimart Girsang menyebut, amandemen terbatas untuk memasukan PPHN berdasarkan rekomendasi MPR periode sebelumnya. Hal ini, kata Junimart, sudah disetujui dalam rapat Badan Pengkajian MPR RI.
"Amandemen tersebut untuk menambah masing-masing 1 ayat di pasal 3 tentang kewenangan MPR sehingga dapat menetapkan PPHN dan pasal 23 tentang kewenangan DPR yang bisa mengembalikan RPABN manakala tiadk sesuai PPHN. Proses menuju amandemen memang masih panjang dan harus mengacu pada tata cara serta mekanisme diatur pasal 37 UUD NRI 1945," kata dia.
Sikap Ngotot Bamsoet Dipertanyakan.
Fraksi yang menolak wacana amandemen terbatas terbilang lebih mendominasi. Anehnya partai yang menaungi Bamsoet, menolak wacana amandemen terbatas. Bamsoet yang ngotot dan gigih untuk melakukan amandemen pun dipertanyakan.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus curiga Ketua MPR RI Bambang Soesatyo punya kepentingan sendiri. Ia mempertanyakan motif kengototan Bamsoet itu.
"Muncul kemudian pertanyaan sebenarnya perjuangan Bamsoet Ketua MPR ini untuk kepentingan siapa atau atas nama siapa. Apakah atas nama pribadinya ataukah atas nama dirinya sebagai Ketua MPR atau atas nama Golkar," ujar Lucius.
Sebab, ia melihat kegigihan Bamsoet tidak selaras dengan sikap partainya sendiri yaitu Golkar.
"Tapi juga menjadi aneh ketika kemudian perjuangan dari Ketua MPR ini belakangan justru tidak selaras dengan sikap dari partai Golkar yakni partai asal dari ketua MPR," tegasnya.
Baca juga:
Surya Paloh: MPR Tanya Dulu ke Masyarakat Kalau Mau Amandemen UUD 1945
Ketum PAN: Amandemen UUD 1945 Tak akan Terjadi, Jangan Khawatir Berlebihan
Hatta Rajasa: Siapa Bisa Jamin Amandemen UUD 1945 Hanya Terbatas?
Formappi Soal Wacana Amandemen UUD 1945: Perjuangan Ketua MPR Untuk Siapa?
Ketua MPR Harap Hasil Kajian PPHN Selesai Awal 2022