Pilkada serentak bisa gilas politik dinasti dan irit biaya
'Memang ada produk pilkada yang jelek. Tapi ada juga yang baik, coba lihat Ibu Risma di Surabaya, Ridwan Kamil.'
Mahalnya biaya politik pilkada dan hasil menjamurnya dinasti politik lokal membuat wacana pilkada serempak kembali mengemuka. Dengan pilkada serempak, kecil kemungkinan satu dinasti keluarga bisa memasok pejabat dari keluarganya dalam waktu yang bersamaan.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia mengatakan, pilkada serempak salah satu solusi terbaik untuk menekan biaya tinggi dan politik dinasti. "Dengan serentak, otomatis banyak hal yang bisa dilakukan. Pertama, pemilukada lebih efisien. Kedua, bisa menutupi kemungkinan politik dinasti," kata Burhan di Gedung MK, Senin (25/11).
Dengan pilkada serempak, Burhan mengungkapkan, tidak mungkin satu keluarga besar memasok pejabat publik untuk semua wilayah dalam satu waktu. Burhan mencontohkan dalam kasus dinasti Banten dan cara kemunculannya bisa bergantian di daerah-daerah tertentu dalam pilkada yang pelaksanaannya berbeda.
"Suatu waktu dia bisa maju. Misalnya dalam kasus Banten. Sekarang untuk Kabupaten Serang, besok untuk Kota Serang. Besok untuk keponakan atau paman untuk di Pandegelang atau Kabupaten Tangerang," ujar Burhan.
Munculnya wacana pilkada serempak ini, karena kekecewaan publik terhadap hasil pemilihan kepala daerah yang terjaring kasus korupsi. Bahkan menurut Burhan, ada beberapa pihak yang berinisiatif agar pemilihan kepala daerah kembali dipilih DPRD.
"Lepas dari setuju atau tidak, kalau kita pakai sistem presidensial artinya semua jabatan publik harus dipilih secara langsung. Ada banyak sistem pemilu yang bisa dilakukan tapi sayangnya belum dicoba dan orang sudah mengingat masa lalu," papar Burhan.
Tidak semua produk pilkada langsung saat ini buruk. Namun, hasil pilkada yang buruk dari kualitas pejabat yang dihasilkannya jumlahnya juga tak sedikit.
Burhan mengungkapkan, kekesalan akan hal itu bukan berarti menutup sistem permainan yang sudah dianut dalam pilkada. Menurut Burhan mengakui kelemahan sistem yang sekarang bukan dengan serta merta membuat aturan yang membabi buta.
"Memang ada produk pilkada yang jelek. Tapi ada juga produknya yang baik, coba lihat Ibu Risma di Surabaya, Ridwan Kamil di Bandung, Jokowi di Jakarta, Bima Arya di Bogor. Banyak yang bagus, artinya memang ada kelemahan pemilukada, tapi jangan sampai membalik rule of the game," ujar Burhan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri yang juga pejabat sementara Gubernur Riau Djohermansyah Djohan mengatakan pada 2015 ada 244 kabupaten dan kota yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak. Pilkada serentak bisa dilaksanakan bila mendapat persetujuan DPR dan RUU itu disahkan menjadi undang-undang.
Baca juga:
Terkait suap Akil, Bupati Lebak Iti Octavia diperiksa KPK
Baru terpilih, Bupati Lebak Iti diperiksa KPK
Banyak saksi palsu di sidang pilkada, wakil ketua MK ngaku stres
Hitung cepat, pasangan Iti-Ade tetap menangi pilkada ulang Lebak
Prabowo minta Cabup Garut waspadai uang 'cendol'
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Apa yang dimaksud dengan Pilkada? Pilkada adalah proses demokratis di Indonesia yang memungkinkan warga untuk memilih pemimpin lokal mereka, yaitu gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya.
-
Mengapa Pilkada Serentak diadakan? Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan, serta mengurangi biaya penyelenggaraan.