PKS: Tafsir pasal penghinaan presiden rawan disalahgunakan
PKS justru menduga, pemasukan pasal tersebut merupakan upaya membungkam sikap kritis rakyat pada kebijakan pemerintah.
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PKS Indra menyebut pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam revisi UU KUHP sebagai pasal karet. Sebab, penggunaan kata 'menghina', dinilai masih rancu.
"Pasal ini lentur, karet. Tafsir bisa luas dan disalahgunakan. Karena bicara penghinaan. Penghinaan seperti apa?" Kata Indra yang juga anggota Komisi III DPR di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (5/4).
Indra justru menduga, pemasukan pasal tersebut merupakan upaya membungkam sikap kritis rakyat pada kebijakan pemerintah. Kalau diterapkan, lanjut Indra, bakal mengembalikan sistem demokrasi Indonesia seperti Orde Baru.
Karena itu, Fraksi PKS di DPR bakal mencoret pasal tersebut dari revisi UU KUHP. "Sedikit salah ucap, bisa kena delik itu," lanjutnya.
Menurutnya, harga diri presiden dibangun berdasarkan kebijakan penegakan hukum dan kesejahteraan rakyat. Bukan dengan upaya mengekang kebebasan berpendapat warganya di muka umum.
"Menghina, ini yang liar. Kalau dibutuhkan, kita konstruksi ulang kata-kata biar tidak liar. Seperti lempar sepatu, itu jelas," katanya.
Adapun bunyi pasal soal pengejekkan dalam revisi UU KUHP, Pasal 265 adalah "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta."