PPP Nilai Sudah Waktunya Pilkada Langsung Dievaluasi
Dia menilai memang pilkada langsung lebih banyak negatifnya dari manfaatnya. Terutama karena pilkada langsung memakan biaya yang tinggi serta marak politik uang.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai sudah waktunya ada penelitian empiris soal manfaat dan kerugian dari pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Hal ini, ia katakan terkait dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang ingin pilkada langsung dievaluasi.
"Menurut kami di PPP sudah saatnya ada penelitian empiris tentang manfaat dan mudaratnya Pilkada langsung sebelum pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU kemudian mengambil langkah kebijakan termasuk politik hukum baru misalnya pilkadanya diubah jadi enggak langsung," katanya pada wartawan, Jumat (8/11).
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa perbedaan utama antara Pemilu dan Pilkada? Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memiliki perbedaan yang signifikan dalam aspek pemilihan pemimpin.
-
Apa perbedaan utama dari Pemilu dan Pilkada? Meskipun sama-sama proses demokratis untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat, terdapat perbedaan Pemilu dan Pilkada mendasar yang perlu diketahui masyarakat.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Apa yang dimaksud dengan Pilkada? Pilkada adalah proses demokratis di Indonesia yang memungkinkan warga untuk memilih pemimpin lokal mereka, yaitu gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya.
Dia menilai memang pilkada langsung lebih banyak negatifnya dari manfaatnya. Terutama karena pilkada langsung memakan biaya yang tinggi serta marak politik uang.
"Artinya kan biaya politiknya lebih tinggi. Kalaupun ada istilahnya hengkipengki politik DPRD dengan katakanlah membiayai pilkada yang harus mencakup sekian luas wilayah dan masyarakat, itu saya yakin pilkada enggak langsung jauh lebih rendah," ungkapnya.
Usulkan Pilkada Tidak Langsung
Anggota Komisi III DPR ini mengusulkan bisa saja tidak semua pilkada dipilih tidak langsung. Biasa saja pilkada langsung hanya berlaku untuk pemilihan gubernur dan pemilihan Walikota.
"Toh ini enggak kemudian membuat pilgub, pilbup, pilwakot jadi enggak langsung semua. Tapi ada yang enggak langsung misalnya pilbup. Yang langsung adalah pilgub dan pilwalkot," ucapnya.
Mendagri Evaluasi Pilkada Langsung
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian meminta sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung untuk dikaji ulang. Dia mempertanyakan, apakah sistem pemilihan langsung tersebut masih relevan hingga sekarang.
"Kalau saya sendiri justru pertanyaan saya adalah, apakah sistem politik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," ujar Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Tito menilai, sistem pemilihan secara langsung banyak mudaratnya. Dia mengakui ada manfaatnya terkait partisipasi politik, tetapi biaya politiknya terlalu tinggi hingga memicu kepala daerah terpilih melakukan tindak pidana korupsi.
"Kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp30 miliar, mau jadi Bupati mana berani dia. Udah mahar politik," ucapnya.
(mdk/fik)