Rasiyo & 6 kandidat Pilkada serentak di Jatim terancam dicoret KPU
Ke tujuh calon hingga saat ini belum mengundurkan diri dari jabatan lamanya.
Tujuh calon kepala daerah di Jawa Timur yang akan bertarung di Pilkada serentak, 9 Desember 2015 mendatang, terancam dicoret alias tidak memenuhi syarat (TMS). Salah satunya calon Wali Kota Surabaya, Rasiyo.
Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, Choirul Anam, ke tujuh calon hingga saat ini belum mengundurkan diri dari jabatannya atau menyerahkan surat keputusan (SK) berhenti sebagai PNS, TNI/Polri, DPRD dan BUMN/BUMD.
Dijelaskan Choirul Anam, berdasarkan Pasal 68 Peraturan KPU Nomor 12/2015, Paslon yang sudah ditetapkan memenuhi syarat sebagai kandidat Pilkada oleh KPU, wajib menyerahkan SK pemberhentian, jika mereka masih berstatus anggota PNS, TNI/Polri, DPRD dan BUMN/BUMD paling lambat 60 hari setelah ditetapkan sebagai calon.
"Kalau sampai batas waktu 60 hari sejak ditetapkan, mereka belum menyerahkan SK pemberhentian mereka, maka KPU akan menyatakan status (TMS) kepada pasangan yang bersangkutan," tegasnya saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (20/10).
Dari 19 kabupaten dan kota di Jawa Timur yang menyelenggarakan Pilkada serentak, yang menetapkan kandidatnya sejak 24 Agustus 2015, batas akhir penyerahan SK-nya pada 22 Oktober atau lusa. Kecuali tiga daerah, yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Blitar, yang menetapkan calonnya di bulan September.
"Kami juga sudah menginstruksikan KPU setempat, untuk segera mengingatkan LO (Liaison Officer) pasangan calon yang belum menyerahkan SK pemberhentian, baik secara lisan maupun tertulis, untuk segera menyerahkannya, supaya tidak mengganggu tahapan Pilkada serentak di Jatim. Karena jika tidak, pencalonan mereka bisa dibatalkan," ancam mantan Komisioner KPU Kota Surabaya ini.
Anam melanjutkan, "Berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan KPU Kabupaten/Kota, diketahui setidaknya ada tujuh calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang belum menyerahkan SK pemberhentian dari anggota PNS, TNI/Polri, DPRD dan BUMN/BUMD."
Ke tujuh calon itu antara lain, Cawabup Lamongan Hj Kartika Hidayati, dan Sugiri Sancoko (Cabup Ponorogo). Keduanya masih berstatus anggota DPRD Jawa Timur. Kemudian Nur Achmad Syaifuddin (Cawabup Sidoarjo) dan Warih Andono (juga Cabup Sidoarjo), juga sama-sama masih berstatus anggota DPRD Sidoarjo.
Selanjutnya Husnul Khuluk (Cabup Gresik), Misranto (Cabup Ponorogo), yang keduanya juga masih berstatus PNS, dan terakhir adalah Cawali Surabaya, Rasiyo yang masih menjabat Komisaris BUMD Jawa Timur.
"Saya tidak tahu pasti kenapa mereka belum juga menyerahkan SK pemberhentian dari anggota DPRD, PNS maupun BUMD. Yang jelas KPU hanya akan menunggu, jika sampai batas akhir tidak juga menyerahkan maka mereka akan dibatalkan dari pencalonan karena dianggap TMS," ancamnya lagi.
Sementara itu Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur, Sufyanto berharap instansi terkait segera mengeluarkan SK pemberhentian para calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, yang masih berstatus anggota PNS, DPRD maupun BUMD itu. Jika sampai terlambat, bisa melanggar hak politik dari para calon yang maju di Pilkada serentak 2015.
Terlebih, masih kata Sufyanto, di beberapa daerah di Jawa Timur yang hendak menggelar Pilkada serentak, hanya ada dua pasangan calon yang maju. Sehingga dikhawatirkan bisa mengganggu jalannya Pilkada serentak di daerah tersebut, lantaran pasangan calon yang memenuhi syarat tinggal satu pasangan calon saja.
Di contohkan Sufyanto, seperti Pilwali Surabaya misalnya. Yang hanya diikuti dua Paslon, yaitu Rasiyo-Lucy Kurniasari dan Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana. "Artinya, jika Rasiyo sampai dibatalkan hanya karena belum menyerahkan SK pemberhentian dari Komisaris Bank UMKM Jatim, tentu KPU Surabaya akan kalang kabut karena harus mengubah format pemilihan yang sudah dipersiapkan sebelumnya," katanya.
Sementara bagi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang secara sengaja tidak mau mengundurkan diri dari PNS, DPRD, TNI/Polri maupun BUMN/BUMD, Bawaslu Jawa Timur merekomendasikan KPU daerah setempat untuk tidak segan-segan mencoret atau membatalkan si calon yang membandel.
"Bahkan kalau perlu diberi sanksi denda Rp 1 miliar agar di kemudian hari tidak terulang lagi kasus seperti itu," tandas Sufyanto.