RI krisis, Fahri Hamzah malah merengek minta tunjangan DPR naik
Namun, banyak anggota DPR yang tak setuju dengan kenaikan tunjangan.
Indonesia saat ini sedang dialami krisis ekonomi. Mata uang rupiah kian hari terus melemah.
Namun, permintaan tak terduga muncul dari para wakil rakyat di parlemen untuk menaikkan tunjangan mereka. Terlebih, ucapan paling lantang justru muncul dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Tetapi, ternyata masih banyak anggota DPR yang tak setuju dengan kenaikan tunjangan. Terlebih kondisi ekonomi bangsa sedang terpuruk.
Namun, Fahri seakan cuek saja dengan kondisi bangsa. Fahri punya seribu alasan agar tunjangan anggota DPR naik.
Fahri Hamzah menyebut kenaikan tunjangan bagi tiap Anggota DPR masih belum mencukupi untuk menopang kinerja tiap anggota. Bahkan, kata dia, tunjangan bagi anggota seharusnya dilebihkan dari yang disetujui sekarang.
"Menurut saya sangat kurang itu, karena tidak ada kebebasan. Kalau ada kebebasan kita tentu mampu lakukan pengawasan intensif. Misalnya kebakaran, kita tidak bisa ke sana tidak ada anggaran,"kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/9).
Dia beralasan mengenai tunjangan yang diperuntukkan untuk DPR dalam APBN tahun 2015 dari total keseluruhan anggaran sebesar Rp 2039,5 Triliun, anggaran tertinggi untuk DPR di APBN tahun 2015 hanya berjumlah sekitar Rp 4 triliun.
"Jadi presentasenya kira-kira 0,00191 persen, nah ini lah yang diributkan. Setiap hari, setiap kasus, soal tunjangan, soal parfum, soal kunjungan ke Amerika, itu lah yang 0,00191 persen itu," katanya.
Dia lalu meminta kepada semua pihak untuk membandingkan tunjangan yang diberikan negara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kata dia, 'hanya' memiliki lima pimpinan namun diberikan tunjangan melimpah.
"KPK yang penyidiknya cuma 5 orang Rp 1 triliun. DPR 560 orang, DPD 132 orang ini dipilih oleh rakyat. Jadi kalau dipilih rakyat punya kewenangan lebih besar ini karena kedaulatan rakyat," kata Fahri.
Oleh sebab itu, dia pun menaruh curiga mengapa anggaran yang dia sebut kecil tersebut dipermasalahkan. Padahal, dari semua anggaran yang membuat polemik, seperti kenaikan tunjangan anggota, anggaran pengadaan kasur, anggaran akomodasi perjalanan pimpinan ke DPR ke Amerika Serikat menghabiskan anggaran Rp 4 triliun.
"Saya terus terang, saya agak curiga, mengapa kita ini diserang yang kecil-kecil begini, ya supaya kita lupa. Bahwa di luar sana, ada uang besar yang membuat kita bungkam. Mau uang ketemu Donald Trump, kasur, mau gaji, mau tunjangan, itu berada 0,00091 persen dalam APBN, itu tidak ada gunanya," simpulnya.