Saiful Mujani: Soal Ideologi, Pemilih Anies dan Ganjar Serupa
Hal ini disampaikan dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode "Polarisasi di Pilpres 2024?".
Pakar Ilmu Politik, Prof. Saiful Mujani mengungkapkan tidak terjadi polarisasi secara ideologis di tingkat massa pemilih calon presiden. Hal ini disampaikan dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode "Polarisasi di Pilpres 2024?".
Ia menjelaskan, isu mengenai polarisasi adalah diskursus global. Di Amerika Serikat, menurutnya, isu mengenai polarisasi menarik banyak perhatian dari para sarjana yang mempelajari politik Amerika sejak awal tahun 2000an.
-
Mengapa PKS mendukung Anies Baswedan di Pilpres 2024? “Dengan kolaborasi yang baik antara partai pengusung dan relawan Anies, insya Allah kita bisa memenangkan Anies di Pilpres 2024 nanti,” harap Syaikhu.
-
Bagaimana cara Anies Baswedan meyakinkan kader PKS untuk memenangkan Pilpres dan Pemilu 2024? Jika legislatif dan eksekutif berhasil dimenangkan, Anies yakin perubahan akan terjadi.
-
Kapan Ganjar Pranowo mengumumkan akan menggugat hasil Pilpres 2024? Ganjar menyebut, gugatan ke MK penting untuk membuka kecurangan selama proses Pemilu. “Sebelumnya ada proses maka inilah yang harus dibuka semuanya,” ujarnya.
-
Mengapa PKB mempertimbangkan Anies untuk maju di Pilgub Jakarta 2024? Komunikasi awalan tepatnya, jadi secara tahapan, PKB belum mengeluarkan rekomendasi secara resmi, tapi dari hasil diskusi obrolan dari teman teman kanan kiri Mas Anies, kira kira kita akan pertimbangkan Mas Anies kalau maju lagi," ungkap Huda saat ditemui di DPR, Jakarta, Selasa (21/5).
-
Apa yang akan dilakukan Ganjar Pranowo terkait hasil Pilpres 2024? Ganjar menegaskan, pihaknya akan melakukan gugatan hasil Pilpres 2024 itu ke MK. Dia berharap MK bisa dengan adil dan membongkar kejanggalan-kejanggalan pemilu.
-
Siapa yang mengklaim bahwa Anies diusung oleh PKB untuk maju di Pilgub Jakarta 2024? Menanggapi undangan tersebut, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menegaskan bahwa hal tersebut tidak benar."Tidak benar, itu hoaks," kata Jazilul, saat dihubungi merdeka.com, Rabu (28/8).
Polarisasi ini disebutnya isu yang sudah cukup lama. Namun, dalam masyarakat Indonesia mendapatkan satu momentum ketika terdapat beberapa event politik penting yang berskala nasional, terutama pemilihan presiden.
"Dalam pemilihan presiden secara langsung pertama (2004) dan kedua (2009). Isu polarisasi belum muncul atau tidak terlihat banyak. Polarisasi ketika itu belum menjadi keprihatinan banyak pihak, misalnya dari politisi atau para pengamat," jelasnya.
Di Amerika Serikat, kata dia, yang dimaksud dengan polarisasi adalah keterbelahan elit yang berpengaruh pada keterbelahan massa secara lebih luas. Lalu, dalam tradisi politik Amerika, terdapat konsep ideologi kiri dan kanan.
Lihat juga berita tentang Ganjar Pranowo di Liputan6.com
Oleh karena itu, polarisasi tersebut bisa diartikan sebagai terbelahnya masyarakat oleh ideologi kiri dan kanan tersebut.
"Keterbelahan terjadi ketika sebagian besar masyarakat berada di kutub kanan atau kiri tersebut. Polarisasi terjadi jika yang kanan dan yang kiri membesar, sehingga tercipta ruang kosong di tengah," ujarnya.
"Normalnya justru yang banyak berada di tengah. Sementara, yang ekstrim (kiri dan kanan) normalnya adalah sedikit. Yang besar seharusnya yang moderat atau yang ada di tengah. Ini disebut depolarisasi atau polarisasi tidak terjadi," sambungnya.
Lalu, untuk studi ini juga mengungkap, jika pemilihan presiden terjadi antara Anies Baswedan melawan Ganjar Pranowo, apakah masyarakat kita akan terbelah.
"Di mana pemilih Ganjar hanya dari kelompok yang pro Pancasila, dan pemilih Anies hanya dari kelompok yang pro Islam? Survei ini menunjukkan tidak demikian. Pemilih Anies dan Ganjar, dalam soal ideologi, tidak berbeda," ungkapnya.
"Tidak terjadi polarisasi ideologis antara pemilih Anies dan pemilih Ganjar," tambahnya.
Hal yang sama disebutnya terjadi jika pemilihan presiden mempertemukan Anies melawan Prabowo Subianto, atau Ganjar melawan Prabowo. Dalam kasus ini, juga tidak terjadi polarisasi. Pemilih kedua calon tidak berbeda secara ideologis.
Saiful menegaskan, data ini menunjukkan bahwa sejauh ini polarisasi hanya kekhawatiran kelompok tertentu saja.
Ia pun memberi catatan, polarisasi biasanya muncul dalam bentuk persaingan di antara elit politik. Namun, yang dikhawatirkan bukan persaingan di antara elit tersebut, karena memang mereka biasa adu argumen.
"Yang dikhawatirkan adalah apabila perbedaan di antara elit tersebut berpengaruh pada massa yang sangat luas. Yang dikhawatirkan adalah terbelahnya elit membuat masyarakat luas juga terbelah," ucapnya.
Berdasarkan data empiris menunjukkan pembelahan tersebut tidak terjadi. Perbedaan posisi partai, atau kekuatan politik tidak membuat masyarakat menjadi terbelah sebagai anak bangsa.
"Ini, adalah kondisi masyarakat yang sehat dan normal. Polarisasi di tingkat elit tidak terjadi di tingkat massa. Pemilih Anies, pemilih Ganjar, dan pemilih Prabowo tidak terpolarisasi. Mereka memilih Prabowo, Ganjar, dan Anies bukan karena alasan ideologi, tapi faktor lain," paparnya.
"Temuan ini relatif baru, karena belum dilakukan dalam pelbagai studi atau literatur politik Indonesia sebelumnya," pungkasnya.
(mdk/ded)