Sekjen PDIP: Pemberian Pangkat Jenderal Bertentangan dengan Fakta Demokrasi
Hasto mengingatkan masa reformasi atau saat Prabowo diberhentikan sebagai TNI.
Hasto mengingatkan masa reformasi atau saat Prabowo diberhentikan sebagai TNI.
- PDIP Kembali Singgung Demokrasi Dikebiri Jokowi & Parcok: Mahalnya Kedaulatan Rakyat
- PDIP Pastikan Gugatan di PTUN Jalan Terus Meski Permohonan Sengketa Pilpres Ditolak MK
- Jelang Debat Pertahanan, Sekjen PDIP: Apa Prestasi Prabowo Sebagai Menhan?
- Prajurit TNI Diduga Aniaya Relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, PDIP Sentil Sikap Diam Prabowo
Sekjen PDIP: Pemberian Pangkat Jenderal Bertentangan dengan Fakta Demokrasi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan kenaikan pangkat istimewa yakni Jenderal TNI Kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Rabu (28/2).
Menanggapi hal tersebut, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkit masa reformasi atau saat Prabowo diberhentikan sebagai TNI.
"Ya kita harus mencermati ketika reformasi berjalan. Kadang diawali dengan kerusuhan massal,” kata Hasto, kepada wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
Hasto mengingatkan, seharusnya pemberian pangkat harus berdasar hal penting atau fundamental. “Apa yang dilakukan dengan pemberian gelar dan pangkat kehormatan tentu saja menyentuh hal-hal yang sangat fundamental," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menilai pemberian pangkat Peabowo bertentangan dengan fakta-fakta reformasi
"Dan bertentangan dengan seluruh fakta-fakta yang ditemukan yang mengawali proses reformasi," terang Hasto.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengingatkan, Prabowo diberhentikan sebagai anggota TNI lewat Kepres Presiden BJ. Habibie, Oleh karena itu, itu memberi pangkat baru harus lebih dahulu mencabut Kepres yang lama dan mengeluarkan Kepres yang baru.
“Ketika Pak Prabowo diberhentikan sebagai prajurit TNI, seorang perwira tinggi itu diberhentikan oleh Kepres, jadi kalau mau memberikan lagi pangkat baru maka harus mencabut Kepres yang lama dan dikeluarkan lagi Kepres yang baru,” kata Hasanuddin di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
Hasanuddin menyebut membuat aturan baru tidak boleh menabrak aturan yang sudah ada.
“Jadi tidak serta merta, lalu membuat aturan baru, jadi semua aturan di republik ini tolong sesuaikan dengan aturan UU yang dibuat baik oleh pemerintah ataupun DPR yang mewakili rakyat,” kata Hasanuddin.