Sempat Menolak, Mayoritas Fraksi DPR Setuju Revisi UU PPP Diambil Alih Kemensetneg
Pengesahan revisi UU PPP, Kamis (14/4) kemarin ditunda karena diwarnai penolakan. Namun, mayoritas fraksi kini setuju terhadap DIM UU PPP yang diajukan pemerintah.
Mayoritas Fraksi di DPR akhirnya menyetujui pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) dibawa ke sidang paripurna.
Pemerintah ingin teknis pembentukan peraturan perundang-undangan diambil alih oleh Kementerian Sekretariat Negara (Setneg), dari sebelumnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Bagaimana proses pembahasan revisi UU Kementerian Negara? Ada sembilan fraksi partai politik DPR yang menyetujui Revisi UU Kementerian Negara diproses ke tahan selanjutnya.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dibahas? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kapan kelima RUU Kerja Sama Pertahanan ini akan disahkan? Komisi I DPR dan pemerintah menyepakati membawa lima Rancangan Undang-Undang (RUU) Kerja Sama Bidang Pertahanan ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi Undang-undang.
-
Apa saja isi dari kelima RUU Kerja Sama Pertahanan tersebut? Adapun lima negara yang akan menjalin kerja sama pertahanan dengan Indonesia itu antara lain Republik India, Republik Perancis, Persatuan Emirat Arab, Kerajaan Kamboja, dan Republik Federatif Brasil. Kerja sama dengan lima negara itu bakal dibahas dalam RUU masing-masing.
"Jadi ya memang keinginan pemerintah begitu, kita kan juga memegangnya tetap di Kemenkum HAM. Sudah dilobi-lobi berkali-kali pemerintah tetap pengundangannya minta digeser (Setneg)," Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Ahmad Baidowi atau Awiek kepada wartawan, dikutip Jumat (15/4).
Pengesahan revisi UU PPP, Kamis (14/4) kemarin ditunda karena diwarnai penolakan. Namun, mayoritas fraksi kini setuju terhadap DIM UU PPP yang diajukan pemerintah.
"Meskipun di internal pemerintah tidak menyampaikan ke DPR itu ada perbedaan. Jadi kalau Supres DIM-nya itu kan memang sudah secara resmi dipindah ke Setneg, tapi dalam pembahasannya kan ada dinamika lain," tuturnya.
"Ya sebagai sebuah tanggapan ya hal wajar, namun kesannya jadi kurang elok karena ramainya seolah-olah pemerintah berbeda sikap di depan DPR, itu kan tidak pernah terjadi," sambungnya.
Panja menanyakan pemindahan kewenangan pembahasan revisi UU PPP. Pemerintah membeberkan sejumlah alasan. Salah satunya tentang latar belakang sejarah. Menurut pemerintah, kewenangan pengundangan memang awalnya dipegang oleh Setneg.
"Penjelasan pemerintah ya, awalnya pengundangan itu di Setneg. Baru tahun 2005, itu ketika Yusril menjadi Mensesneg, pengundangan itu mulai dipindahkan ke Kemenkum HAM, termasuk juga perangkatnya dipersiapkan di Kemenkum HAM," ujar Awiek.
DPR akhirnya menyetujui pemindahan kewenangan itu telah menjadi keputusan Presiden Jokowi. "Namanya keputusan politik tidak perlu diperdebatkan, karena Presiden maunya ke Setneg, selesai," kata Awiek.
Dalam perjalanan RUU PPP, mayoritas fraksi DPR RI menolak kewenangan pengundangan dipindahkan ke Setneg. Namun, anggota dewan juga harus mengikuti arahan partai. Apalagi, tujuh dari sembilan fraksi merupakan partai politik koalisi pemerintah.
"Jadi DPR itu semuanya, awalnya dalam posisi menolak. Tapi kan partai koalisi mayoritas ya. Kalau sudah arahan partai, fraksi kan sebagai perpanjangan tangan dari partai," kata Awiek.
Saat ditanya apakah Jokowi ikut campur di balik keputusan fraksi hingga akhirnya mendukung, Awiek mengaku tak terlalu mengetahuinya.
"Saya enggak tahu apakah Pak Lurah (Jokowi) ke Partai (memberi arahan untuk mendukung perpindahan kewenangan pengundangan dari Kemenkumham ke Setneg)," imbuhnya.
Politikus PPP ini membantah revisi UU PPP disahkan membuka peluang pasal selundupan ketika proses perbaikan administrasi.
"Nggak boleh. Jadi, yang bisa dilakukan evaluasi terkait dengan kesalahan teknis, koreksi teknis. Titik, koma, atau apa itu kalau salah ketik huruf, typo," tuturnya.
"Misal mau nulis gini, saya membaca artikel di kompos, kan kompas. Atau saya menanam padi menggunakan pupuk kompas, kan kompos harusnya. Jadi, lebih pada persoalan teknis, sangat teknis, nggak boleh pada substansi," sambungnya.
Semisal berkaitan substansi tidak boleh diubah seperti barat menjadi timur. Ketika kata itu diganti maka substansi yang ada akan berubah. Oleh karena itu, dugaan pasal seludupan dipastikan tidak ada.
"kan nggak boleh. Nanti kalau barat menjadi baring, bisa jadi soal buruk kan itu, bisa jadi orang lagi kecapekan atau apa. Ya lebih seperti itu, tidak boleh pada substansi perubahannya," jelasnya.
Penolakan saat Bahas Revisi UU PPP
Untuk diketahui, pembahasan revisi UU PPP di tingkat Panitia Kerja (Panja) sebelumnya sempat diwarnai dengan perbedaan sikap antar pemerintah, yakni Kemenkumham dan Setneg terkait kewenangan perundangan.
Berawal dari kewenangan terkait pengundangan tercantum di DIM nomor 64 dan 65 dalam Pasal 85. Dua DIM tersebut merupakan usulan pemerintah, di mana dalam DIM 64 Pasal 85 Ayat (1) tertulis pihak yang berwenang melakukan pengundangan adalah Kemensesneg.
Pihak Kemenkumham sempat merasa keberatan, lantaran menilai Setneg tidak tidak punya kewenangan terkait pengundangan. Sementara pihak Setneg mengklaim, Mensesneg Pratikno sudah mendapat arahan langsung dari Jokowi agar DIM yang disusun pemerintah tetap dipertahankan.
Perdebatan yang alot itu, akhirnya disudahi dengan pihak Kemenkumham melalui Dirjen Peraturan Perundang- Undangan Kemenkumham, Benny Riyanto mengatakan, pihaknya memilih mengikuti perintah Jokowi seperti yang diklaim pihak Setneg.
"Maka, demi Bapak Presiden dan demi Pak Menteri Hukum dan HAM, saya ikut dengan pemerintah yang ada. Sehingga tidak perlu di voting pimpinan," kata Benny dalam rapat Panja revisi UU PPP, Rabu (13/4).
Selanjutnya, Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menanyakan kepada anggota dewan yang hadir apakah menyetujui kewenangan pengundangan diambil alih Setneg, sesuai dengan DIM nomor 63-65 tentang Pasal 85 usulan dari pemerintah.
"Dengan demikian DIM 63, 64, 65 bisa kita setujui?" tanya Supratman.
"Setuju," jawab anggota dewan yang hadir.
Catatan Revisi UU PPP
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari sempat menyoroti soal beberapa masalah serius terkait revisi UU PPP. Masalah pertama, jika dibaca putusan MK, upaya perubahan UU PPP ini adalah menentang kritik MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang uji Cipta Kerja.
Pada putusan itu, sama sekali tidak ada perintah memperbaiki UU PPP. Perintahnya adalah memperbaiki UU Cipta Kerja. Masalah kedua, menurut dia, RUU PPP ini pada dasarnya adalah cara menghalalkan UU Cipta Kerja.
"Jadi ini ada yang melanggar rambu lalu lintas, tapi yang diperbaiki itu rambunya, bukan memperbaiki pelanggarannya, bukan perilaku pengendaranya. Jadi revisi ini kesan yang saya dapat untuk menghalalkan UU Cipta Kerja yang bermasalah," kata Feri.
Ketiga, masalah yang ditimbulkan adalah bangunan ketatanegaraan. Dia menilai hal ini sangat serius, karena terjadi mekanisme saling mengawasi antarlembaga negara, check and balances lembaga peradilan mengawasi produk perundangan yang dibuat oleh DPR dan pemerintah.
"Kalau mekanisme putusan MK, Judicial Review dan segala macamnya diabaikan oleh pembentuk undang-undangnya yaitu DPR dan pemerintah, bukan tidak mungkin merusak sistem tata negara, baik saat ini dan di masa depan."
Feri menilai kerusakan itu akan berdampak luas ke segala hal, karena keseimbangan negara perlu dijaga. Kalau tak seimbang, maka potensi penyimpangan bisa terus terjadi.
"Jadi dampaknya dari revisi UU PPP ini serius karena perbaikan bukan soal perbaikan tata pembentukan perundang-undangan, tapi upaya menghalalkan UU Cipta Kerja," ucap Feri.
(mdk/ray)