Sistem multi-partai jadi peluang lapangan pekerjaan bagi caleg
Hamdi menyebut, orang yang membuat Undang-undang tentang sistem multi-partai ini tidak dipikir lebih dulu konsekuensinya
Pengamat psikologi politik Hamdi Muluk mengungkapkan dampak sistem multi-partai dalam proses penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Menurut Hamdi, tak mudah masyarakat mengingat para caleg yang diusung dari berbagai partai politik.
Hamdi menyebut, orang yang membuat Undang-Undang tentang sistem multi-partai ini tidak dipikir lebih dulu konsekuensinya.
"Ini ada 12 kolom beragam nama, apa anda ingat, apa visi misinya. Misalnya Abdullah apa gitu nomor 7 apa visi misinya apa orang ingat. Bingung, kacau memang. Jadi pembuat UU tidak mikir kayaknya. Dibuka multi-partai yang kompleks gak dipikirin konsekuensinya," ujar Hamdi di Gramedia, Matraman, Jakarta.
Hamdi juga mengatakan, dampak lainnya yakni timbulnya pemikiran masyarakat dari sistem multipartai ini bisa dijadikan lapangan pekerjaan.
"Karena di situ banyak muncul lah inspirasi ooh ini lapangan pekerjaan..ini karena tersedia begitu luas, 90 orang ini kan (calegnya), ini kan jadi kayak lapangan pekerjaan, ini ngawur lagi. Ini harus lebih baik, sistemnya kacau ini," ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Hamdi, pentingnya seorang Caleg memiliki branding dalam politik modern ini. Sebab, masyarakat juga bisa mengukur branding seorang caleg atau kinerjanya ketika dia terpilih sebagai wakil rakyat nanti.
"Selain mengingatkan pemilih dengan anda sekaligus sebenarnya memudahkan bagi kita untuk minta pertanggungjawaban. Jadi misalnya, orang ini branding, dia kuat di ekonomi kerakyatan, itu nancep di benak masyarakat kan. Nanti di parlemen kalau dia tidak bicara ekonomi kerakyatan, konstituennya bisa marah," jelas Hamdi.
Menurut Hamdi, sekarang ini sulit untuk menemukan mana politisi yang memiliki branding. Sebab, sudah terlalu banyak partai yang juga mengusung banyak caleg.
"Sulit kalau sekarang apa terlalu ramai. Satu, sulitnya membranding ideologinya gak jelas. Branding partai jadi gak jelas. Dua, terlalu banyak calon. Tiga, politisi kita umumnya dadakan padahal membangun branding itu 5 tahun," ujarnya.