Soal kisruh Golkar, Luhut Panjaitan dinilai bukan mediator yang baik
Luhut disebut hanya akan memanfaatkan kisruh Golkar demi kepentingan pribadinya semata.
Kisruh internal Partai Golkar hingga kini belum juga mereda. Dua kubu di Partai Golkar diingatkan untuk mewaspadai manuver Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan yang bisa memanfaatkan konflik internal partai itu demi kepentingan pribadinya.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif POINT Indonesia, Karel Susetyo menanggapi aksi Luhut di Istana Kepresidenan Jakarta yang mengundang Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan selanjutnya Sekjen Golkar kubu Aburizal Bakrie, Idrus Marham baru-baru ini.
Menurut Karel, sebagai bekas orang Golkar, Luhut memang banyak memahami peta internal partai. Namun harus diingat juga bahwa sekarang Luhut adalah orang dalam Istana, plus punya kepentingan pribadi juga.
"Menurut saya Luhut tak bisa jadi mediator yang benar-benar independen. Dia tetap akan membawa kepentingan dirinya pribadi, sejauh mana kepentingan pribadi bisa sejalan dengan masalah Golkar," kata Karel, Jakarta, Sabtu (14/2).
Lebih lanjut, jelas Karel, kewaspadaan terhadap figur seperti Luhut menjadi penting bagi Golkar yang memiliki jam terbang tinggi. Justru dengan jam terbang tinggi itu, maka Golkar seharusnya menyelesaikan masalah internalnya sendiri.
Dia mencontohkan, partai lain yang juga punya masalah internal seperti Golkar, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun hingga sekarang PPP tak berniat merapat ke Luhut karena menyadari bahwa pihak luar bisa memperdagangkan konflik internal itu dan mengambil keuntungan darinya.
Selain itu, Karel menambahkan, Luhut sebagai Kepala Staf Kepresidenan dinilai gagal dalam menjalankan tugasnya dalam pengajuan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sesuai Perpresnya, Luhut bertugas melakukan komunikasi politik dan publik.
"Padahal harusnya kepala unit kepresidenan yang banyak bermain menyelesaikan masalah. Kegagalan itu kemungkinan dia coba bayar dengan cawe-cawe di konflik Golkar supaya seakan-akan dia berjasa," jelas Karel.
"Jangan-jangan konflik Golkar juga bisa dijadikan sebagai posisi tawar Luhut di depan PDIP dan KIH yang sedang menggoyangnya dari jabatan Kepala Staf Kepresidenan," tandasnya.