Survei: 63,2 Persen Pemilih Tak Setuju Pilpres dan Pilkada Digelar Serentak
Mayoritas masyarakat ingin Pilkada tetap dilaksanakan pada tahun berakhirnya masa tugas kepala daerah, yakni 2022 dan 2023.
Survei nasional Indikator Politik Indonesia menunjukan masyarakat cenderung memilih Pilkada tidak digelar serentak dengan Pilpres dan Pileg di tahun 2024. Sebesar 63,2 persen responden survei nasional ini menghendaki Pilkada dipisah dengan Pilpres dan Pileg.
"Pemilih pada umumnya 63,2 persen tidak setuju pemilu, pilpres, dan Pilkada dilakukan serentak dalam tahun yang sama pada 2024," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei secara daring, Senin (8/2).
-
Apa itu Pemilu? Pemilihan Umum atau yang biasa disingkat pemilu adalah suatu proses atau mekanisme demokratis yang digunakan untuk menentukan wakil-wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan dengan cara memberikan suara kepada calon-calon yang bersaing.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Apa yang dimaksud dengan Pemilu? Pemilu adalah proses pemilihan umum yang dilakukan secara periodik untuk memilih para pemimpin dan wakil rakyat dalam sistem demokrasi.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Kenapa Pemilu penting? Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sementara, yang mendukung Pilkada digelar serentak dengan Pileg dan Pilpres pada 2024 sebanyak 28,8 persen, dan tidak menjawab 7,9 persen.
"Yang menjawab pilihan kedua bahwa pemilihan gubernur, bupati dan wali kota dilakukan berbeda waktunya dengan pemilihan presiden dan DPR itu mencapai 63,2 persen," kata dia.
Burhanuddin mengatakan, hasil survei ini memperlihatkan dukungan publik terhadap pemisahan penyelenggaraan Pilkada dengan Pilpres dan Pileg.
"Jadi sebenarnya argumen beberapa partai termasuk Demokrat dan PKS yang menghendaki Pileg Pilpres dan pilkada itu tidak dilakukan di tahun yang sama mendapat dukungan publik mayoritas," jelasnya.
Salah satu faktor publik tidak setuju adanya keserentakan Pilkada adalah tingginya korban jiwa dari petugas lapangan dari KPU.
"Rakyat umumnya tidak bisa memaklumi banyak korban di pihak penyelenggara pemilu serentak 2019 lalu, dan karena itu pemilih umumnya menolak pemilu memilih anggota legislatif dan pemilihan presiden dilakukan serentak 54,3 persen," jelasnya.
Mayoritas masyarakat ingin Pilkada tetap dilaksanakan pada tahun berakhirnya masa tugas kepala daerah, yakni 2022 dan 2023.
"Pemilih nasional umumnya 54,8 persen ingin ada Pilkada 2022 untuk daerah yang kepala daerah yang berakhir masa tugasnya pada tahun tersebut. Juga, Pemilih nasional umumnya (53,7%) ingin ada Pilkada 2023 untuk daerah yang kepala daerahnya berakhir pada tahun tersebut," papar Burhanuddin.
Survei Indikator Politik Indonesia ini digelar pada 1-3 Februari 2021. Survei dilakukan melalui sambungan telepon dengan responden. Sebanyak 1200 responden dipilih secara acak. Margin of error survei kurang lebih sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Reporter: Delvira Hutabarat
Baca juga:
Pemilu 'Borongan' 2024: Melelahkan, Kualitas Turun, Degradasi Mental
Fraksi PKS Nilai Revisi UU Pemilu Harus Jalan Demi Perbaikan Demokrasi
Revisi UU Pemilu Tetap Diperlukan, Ini Tiga Persoalan yang Harus Diselesaikan
Revisi UU Pemilu Dianggap Penting, Ini Aspek yang Harus Diperhatikan
Perubahan Sikap Pemerintah dan Parpol di DPR Menolak Revisi UU Pemilu Dipertanyakan