Zainal Arifin Mochtar Sebut Melawan Putusan MK dengan Merevisi UU Pilkada Alarm Bahaya Demokrasi
Menurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar menyoroti upaya merevisi Undang-Undang Pilkada setelah Mahkamah Konstitusi (MK) putusan mengubah syarat pencalonan dalam UU Pilkada. Menurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.
"Belakangan kita banyak disuguhi keburukan bernegara. Saya yakin, keburukan tak pernah menyukai kebaikan. Putusan MK kemarin adalah kebaikan kecil bagi demokrasi dan jika kebaikan kecil itu saja ada yang mau lawan, maka itu pasti barisan keburukan. Kita harus balik melawan!" tulis Zainal dalam akun instagramnya @zainalarifinmochtar, dikutip Rabu (21/8).
Menurut Zainal, putusan MK itu bentuk kebaikan kecil bagi demokrasi yang sekian lama dirusak termasuk MK sendiri. Namun seusai putusan MK tersebut, Zainal ada yang berusaha melawan dengan merevisi UU Pilkada.
"Btw, tetiba ada yang mau melawan putusan MK baik itu dengan merevisi UU Pilkada. Mari nyalakan alarm tanda bahaya dan melawannya. Kali ini, tak boleh dibiarkan kepentingan politik dan tidak demokratis bisa menang berkali-kali. Lawan!" kata Zainal.
Bunyi Putusan MK
MK sebelumnya mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD atau 20 persen kursi DPRD. Melainkan ditentukan oleh perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Putusan MK itu membuka pintu setiap partai politik mencalonkan masing-masing jagoan di Pilkada.
Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu 10 persen; 8,5 persen; 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait. Salah satunya contohnya di Provinsi DKI Jakarta dengan penduduk 6-12 juta jiwa maka partai politik mencalonkan kini menjadi 7,5 persen suara atau kursi DPRD.
Baleg DPR Bahas RUU Pilkada Hari Ini
Sehari setelah putusan MK tersebut, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada pada hari ini, Rabu (21/8).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo menyebut rapat hari ini untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini yang membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada yang pendaftarannya akan berlangsung pada 27-29 Agustus 2024.
Menurut Firman, kemungkinan pembahasan terkait Pasal 7 dan 40. Menurutnya, keputusan MK sangat mendadak sehingga pihaknya harus gerak cepat.
"Karena ini kan mendadak sekali, karena kami pun terima sebetulnya undang-undang ini kan cukup lama menjadi inisiatif DPR. Tapi selama ini kan digantung gak ada berkelanjutan, tiba-tiba Mahkamah Konstitusi tadi ada perintah dari pimpinan untuk membahas undang-undang ini," kata Firman saat dikonfirmasi, Rabu (21/8).
Selain itu, menanggapi adanya kabar RUU Pilkada itu untuk menganulir putusan MK, menurutnya putusan MK bersifat final and binding sehingga putusan MK tak bisa dianulir oleh undang-undang.
"Kalau manganulir menurut saya rasanya sulit, karena keputusan MK tidak bisa dianulir bahkan keputusan MK wajib dilaksanakan," ucap Firman.