Rasulullah dan wanita bangsawan pencuri
"Terhadap pelanggaran aturan Allah, aku tidak berhak memberi ampun," ucap Rasulullah.
Hukum potong tangan bagi tindak pencurian sudah dikenal bangsa arab sebelum masuknya Islam. Tetapi, kerap kali hakim kala itu menjatuhkan hukuman yang tidak adil.
Potong tangan sering dijatuhkan pada golongan menengah ke bawah. Sementara untuk golongan atas seperti bangsawan, hukuman itu tidak pernah dijatuhkan.
Suatu saat, ada seorang wanita dari kalangan bangsawan Quraisy yang melakukan pencurian. Si wanita yakin dia tidak akan mendapat hukuman potong tangan, mengingat dia berasal dari kelas bangsawan.
Tetapi, Rasulullah tetap menjatuhkan hukuman potong tangan terhadap wanita itu. Sontak, si wanita dan keluarganya terkejut dan kebingungan.
Mereka lantas berusaha agar hukuman itu tidak dijalankan dan si wanita dibebaskan. Tapi, mereka tidak bisa memohon langsung kepada Rasulullah.
Akhirnya, mereka menemui sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah, Usamah bin Zaid. Mereka meminta Usamah berbicara kepada Rasulullah agar hukuman itu ditangguhkan.
Usamah pun menemui Rasulullah dan mengatakan keinginan keluarga si wanita itu. Raut muka Rasulullah berubah menjadi merah padam lantaran menahan marah setelah mendengar perkataan Usamah.
"Apakah kamu akan membicarakan kepadaku tentang batas (hukum) dari batas-batas (hukum-hukum) Allah? Apakah kamu akan menolong orang yang melanggar batas dari batas-batas Allah?" tanya Rasulullah dengan nada tinggi.
"Ampunilah aku atas kelancanganku, ya Rasulullah," kata Usamah.
"Aku telah mengampuni setiap permusuhan yang dilakukan terhadapku dan permusuhan yang dilakukan orang-orang kafir. Tetapi, terhadap pelanggaran aturan Allah, aku tidak berhak memberi ampun," ucap Rasulullah.
Hukuman itu kemudian tetap dijalankan. Usai menjalani hukuman potong tangan itu, si wanita bertobat dan tidak lagi mencuri.
(Disarikan dari buku 'Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam' Nasiruddin)