Sunan Ampel pencipta Pego, akulturasi tulisan Arab-Jawa
Ayat Alquran bisa lebih mudah disampaikan dan dipahami oleh masyarakat dengan Bahasa Jawa menggunakan huruf Pego.
Selama mengajarkan Islam, Sunan Ampel alias Raden Rahmat, juga menciptakan tulisan-tulisan huruf Arab berbahasa Jawa atau yang biasa disebut huruf Pego. Kolaborasi Jawa-Arab ini, hingga sekarang tetap dirawat dan dilestarikan orang-orang Nahdlatul Ulama (NU), baik di pesantren, madrasah maupun pengajian majelis taklim.
Di sekolah-sekolah madrasah, mata pelajaran (Mapel) khusus yang menggunakan huruf Pego adalah Alquran-Hadis dan Fiqih. Tulisan yang juga disebut Arab gundul (tanpa harakat) ini, digunakan pula pada kitab-kitab kuno seperti Kitab Al-Ibriz (terjemahan Alquran berbahasa Jawa), Kitab Kuning dan lain sebagainya.
"Dengan huruf Pego, Sunan Ampel menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya. Ayat Alquran bisa lebih mudah disampaikan dan dipahami oleh masyarakat dengan Bahasa Jawa menggunakan huruf Pego," terang Abdul Rahman pengamat sejarah Sunan Ampel, Surabaya, Jumat (10/7).
"Hingga saat ini, huruf pego masih tetap digunakan sebagai materi pendidikan agama di pesantren dan sekolah-sekolah a, maupun di majelis taklim," sambungnya.
Sunan Ampel datang ke Tanah Jawa pada Tahun 1443, atas permintaan Raja Majapahit, Prabu Brawijaya, untuk membantu meluruskan moral para pangeran dan bangsawan kerajaan yang gemar foya-foya, judi, main perempuan dan mabuk-mabukan.
Prabu Brawijaya kemudian menghadiahi Sunan Ampel sebidang tanah di Ampel Denta, Surabaya, Jawa Timur untuk dijadikan pusat pendidikan agama bagi pangeran dan kaum bangsawan.
Di Ampel Denta, Sunan Ampel melahirkan ajaran Moh Limo (Moh Mabuk, Main, Madon, Madat, Maling) yang termasyur hingga saat ini. Kemudian, sesepuh para wali ini juga yang memberi fatwa kepada Raden Patah untuk mendirikan Kerajaan Demak, sebagai pusat kerajaan Islam di Nusantara.