Kapan Sikap Positif Tergolong Jadi Toxic Positivity? Ketahui Batasan yang Sehat
Sikap positif yang berlebihan bisa berujung toxic positivity, ketahui batasan sehat yang dimilikinya.
Sikap positif merupakan fondasi penting dalam menjalani kehidupan yang bahagia dan bermakna. Berpikir positif dapat membantu kita mengatasi tantangan, meningkatkan kesejahteraan emosional, dan memperkuat hubungan sosial.
Namun, ketika sikap positif diterapkan secara berlebihan hingga mengabaikan realitas emosional yang sebenarnya, ia bisa berubah menjadi apa yang dikenal sebagai "toxic positivity." Fenomena ini bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga bisa berdampak negatif pada orang-orang di sekitar kita.
-
Apa yang dimaksud dengan 'toxic'? Arti toxic merujuk kepada orang-orang yang miliki sifat beracun. Biasanya miliki kepribadian yang terkenal akan menyusahkan serta memberikan dampak negatif pada orang sekitarnya. Bahkan, bisa saja kita sendiri juga terkadang miliki sifat toxic tersebut.
-
Apa yang dimaksud dengan Toxic? Istilah "toxic" telah menjadi populer dalam konteks kekinian, terutama terkait dengan perilaku dan hubungan interpersonal dalam era media sosial. Dalam konteks ini, istilah "toxic" sering digunakan untuk menggambarkan perilaku atau hubungan yang merugikan, menyakitkan, atau meracuni kehidupan seseorang.
-
Siapa saja yang bisa memiliki sifat 'toxic'? Arti toxic merujuk kepada orang-orang yang dapat merujuk kepada orang-orang yang dapat memberikan pengaruh buruk kepada lingkungannya.
-
Siapa saja yang bisa "toxic" ? Dalam hal ini, setiap orang dapat berpotensi memiliki sifat toxic.
-
Kenapa penting untuk tetap positif di tengah tantangan? Kehidupan sering kali tidak berjalan sesuai harapan, tetapi wanita yang berhasil mampu menjaga sikap positif meskipun di tengah tantangan. Alih-alih terfokus pada masalah, anda lebih memilih untuk mencari solusi dan tetap optimis dalam menghadapi situasi sulit.
-
Apa pengertian "toxic" dalam konteks hubungan interpersonal? Toxic adalah istilah yang merujuk pada sifat beracun pada diri seseorang. Orang yang memiliki sifat toxic, biasanya akan memberikan dampak buruk bagi orang di sekitarnya.
Toxic positivity adalah keyakinan bahwa seseorang harus tetap positif setiap saat, tidak peduli betapa sulit atau menyakitkan situasi yang dihadapinya. Sikap ini sering kali muncul dalam bentuk penolakan atau pengabaian emosi negatif, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Positive Psychology, toxic positivity bisa menghambat proses penyembuhan emosional karena tidak memberikan ruang bagi emosi negatif untuk diakui dan diproses dengan baik (Wood, Froh, & Geraghty, 2010).
Mengapa Toxic Positivity Berbahaya?
Meskipun niat di balik sikap positif biasanya baik, memaksakan positivitas bisa menjadi bumerang. Menurut Seery et al. (2010), ketika orang ditekan untuk selalu "melihat sisi terang" dan mengabaikan perasaan negatif, mereka cenderung mengalami peningkatan tingkat stres, kecemasan, dan depresi karena tidak ada ruang untuk validasi emosi negatif mereka (Seery, Holman, & Silver, 2010). Sikap ini juga dapat menciptakan jarak emosional dalam hubungan karena orang merasa bahwa mereka tidak bisa jujur mengenai apa yang mereka rasakan tanpa dihakimi atau diabaikan.
Contoh Toxic Positivity dalam Kehidupan Sehari-hari
Toxic positivity bisa muncul dalam berbagai bentuk yang tampak tidak berbahaya pada awalnya. Misalnya, ketika seseorang sedang menghadapi kehilangan atau kesulitan besar, dan orang lain mengatakan, "Semua akan baik-baik saja, tetap berpikir positif."
Meskipun niatnya mungkin untuk menghibur, pesan ini sebenarnya mengabaikan realitas rasa sakit yang dirasakan orang tersebut. Sikap ini juga dapat terlihat dalam diri kita sendiri, seperti ketika kita terus-menerus mencoba menekan emosi negatif dan memaksakan diri untuk merasa bahagia meskipun situasi tidak mendukung.
Untuk menghindari jebakan toxic positivity, penting bagi kita untuk mengakui bahwa emosi negatif adalah bagian alami dari pengalaman manusia. Mengalami dan memproses emosi negatif tidak berarti kita menjadi pesimis atau menyerah pada keadaan, tetapi justru menunjukkan bahwa kita menghargai dan memahami kompleksitas kehidupan.
Seperti yang dinyatakan dalam penelitian oleh Kashdan et al. (2006), individu yang mampu menerima dan memproses emosi negatif cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik dan hubungan sosial yang lebih kuat (Kashdan, Barrios, Forsyth, & Steger, 2006).
Cara Menerapkan Sikap Positif yang Sehat
Validasi Emosi: Akui perasaan Anda sendiri dan orang lain, baik positif maupun negatif. Ini adalah langkah pertama untuk memahami dan menyelesaikan masalah.
Berikan Dukungan Tanpa Menghakimi: Ketika seseorang berbagi perasaan mereka, dengarkan dengan empati tanpa mencoba memaksakan solusi atau meremehkan perasaan mereka.
Beri Ruang untuk Kesedihan dan Kekecewaan: Jangan merasa bahwa Anda harus selalu bahagia atau membuat orang lain merasa bahagia. Ada saat-saat di mana kesedihan adalah respons yang tepat dan sehat.
Fokus pada Solusi, Bukan Pengabaian: Alih-alih hanya berfokus pada "tetap positif," cobalah untuk mencari solusi nyata untuk masalah yang dihadapi, sambil tetap mengakui kesulitan yang ada.
Sikap positif memang penting, tetapi ketika dipaksakan hingga mengabaikan realitas emosi negatif, ia bisa menjadi beracun. Toxic positivity menghilangkan ruang untuk validasi dan pemrosesan emosi negatif yang sebenarnya sangat penting untuk kesehatan mental yang baik.