Pertandingan Timnas Indonesia U-17 Vs Australia Jadi Ingat Laga Memalukan Piala Tiger 1998
Timnas Indonesia U-17 berhasil menahan imbang Australia dengan skor 0-0 dalam pertandingan terakhir Grup G Kualifikasi Piala Asia U-17 2025.
Timnas Indonesia U-17 dan Australia berbagi poin setelah bermain imbang 0-0 dalam pertandingan terakhir Grup G Kualifikasi Piala Asia U-17 2025. Pertandingan yang berlangsung di Stadion Abdullah Alkhalifa Alsabah, Kuwait, pada malam tanggal 27 Oktober 2024, tidak menghasilkan gol dari kedua tim.
Banyak pengamat yang berpendapat bahwa pertandingan ini terkesan seperti ada kesepakatan di antara kedua tim, karena baik Australia maupun Timnas Indonesia U-17 terlihat tidak berusaha keras untuk meraih kemenangan, terutama di babak kedua.
- Australia Hanya Umpan-umpanan saat melawan Timnas Indonesia U-17, PSSI: Mereka Takut
- Laga Timnas Indonesia U-17 Vs Australia Banjir Kritik hingga Bikin Emosi, Kasihan Pemain Masih Muda
- Makin Percaya Diri, Timnas Indonesia U-17 Ingin Kalahkan Australia di Kualifikasi Piala Asia U-17 2025
- 5 Pelajaran dari Hasil Seri Timnas Indonesia melawan Timnas Australia: Pertahanan Memang Kuat, Tapi Apakah Selalu Harus Bertahan?
Dengan hasil imbang ini, Australia menempati posisi teratas Grup G, sedangkan Indonesia berada di posisi kedua. Kedua tim berhasil melaju ke putaran final Piala Asia U-17 2025 yang akan diadakan di Arab Saudi.
Pengamat sepak bola nasional, Aris Budi Sulistyo, mengungkapkan bahwa penampilan yang ditunjukkan oleh Australia dan Timnas Indonesia U-17 sangat memalukan dan merusak nilai-nilai sportivitas.
"Kalau dilihat ya memang memalukan, kalau bicaranya strategi kenapa enggak mulai sejak kick-off babak pertama main seperti itu? Sudah tidak ada yang berani untuk menang. Saya yakin akan dilihat FIFA nanti, bisa membawa dampak buruk ini," ujarnya kepada Bola.com pada hari Senin, 28 Oktober 2024.
Mengingat kenangan Piala Tiger 1998
Praktik tidak sportif yang terjadi di dunia sepak bola diingat kembali ketika Timnas Indonesia berpartisipasi dalam Piala Tiger 1998. Dalam pertandingan terakhir Grup A, Mursyid Effendi melakukan gol bunuh diri yang berujung pada kekalahan 2-3 dari Thailand di Stadion Thong Nhat, Ho Chi Minh City, pada 31 Agustus 1998.
Tindakan Mursyid dianggap disengaja dan mengakibatkan dia dijatuhi sanksi larangan bermain seumur hidup di kancah internasional. Pada saat itu, Timnas Indonesia yang berada di puncak klasemen Grup A harus kalah agar bisa menghindari pertemuan dengan tuan rumah Vietnam di babak selanjutnya.
Sebelum pertandingan melawan Thailand, manajer tim Andrie Amien dan pelatih Rusdi Bahalwan mengadakan briefing untuk memberikan arahan kepada pemain agar mengalah.
"Bisa sama seperti saat Timnas Indonesia lawan Thailand di Piala Tiger 1998 dulu, yang enggak mau bikin gol, korbannya Mursyid Effendi. Sama-sama enggak mau nyerang," ungkap Aris Budi Sulistyo, mengingat kembali momen kelam tersebut.
Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya sportivitas dalam olahraga, di mana keputusan yang diambil dalam keadaan tertentu dapat berdampak besar bagi karier seorang atlet.
Kerugian yang signifikan
Mantan pelatih Persik Kediri mengungkapkan bahwa baik tim sepak bola Australia maupun Indonesia dapat menjadi subjek penyelidikan oleh AFC atau FIFA jika terbukti melakukan permainan yang tidak sportif. Hal ini berpotensi menimbulkan kerugian besar akibat ancaman sanksi yang mungkin dijatuhkan.
"Seharusnya Indonesia bermain lepas, menyerang, saya yakin Australia juga bakal ikut main lepas. Ini yang dicurigai nanti, 20 menit terakhir bisa jadi ada kongkalikong atau pembicaraan para atasan kedua tim. Ini seperti sudah dibuat skenario, satu tim lolos dan satu tim runner-up terbaik, padahal disiarkan langsung di banyak negara apalagi seluruh Asia," beber Aris Budi.
"Kita tunggu saja bagaimana nanti, kalau sampai terjadi apa-apa, ya bisa jadi kerugian sendiri. Main bola kok cuma passing sana-sini, enggak ada niat untuk menyerang dan cetak gol. Manajer, pelatih, pemain bisa diselidiki," jelasnya mengakhiri. Dengan pernyataan tersebut, ia menekankan pentingnya integritas dalam pertandingan dan mengingatkan bahwa setiap tindakan mencurigakan dapat berakibat fatal bagi semua pihak yang terlibat.
Pelatih Nova Akui Malu
Pelatih Timnas Indonesia U-17, Nova Arianto, secara terbuka mengungkapkan rasa malu atas performa timnya saat menghadapi Australia U-17. Meskipun demikian, ia tetap bersyukur karena Garuda Muda berhasil lolos ke Piala Asia U-17 2025.
Pertandingan antara Indonesia dan Australia berlangsung pada matchday ketiga Grup G Kualifikasi Piala Asia U-17 2025, yang diadakan pada Minggu (27/10) malam WIB. Pada babak pertama, kedua tim bermain imbang dengan skor 0-0. Namun, di babak kedua, tempo permainan menurun, dan tidak ada upaya signifikan dari kedua tim untuk mencetak gol. Mereka cenderung bertahan di wilayah masing-masing.
"Mengenai hasil pertandingan hari, ya jujur secara permainan saya sendiri malu ya sebagai pelatih, tetapi sekali lagi ini yang harus kita terima ya."
Dia juga menyebutkan bahwa pihak Indonesia mendapatkan informasi penting saat jeda antar babak. Mantan pelatih Madiun Putra itu menerima kabar bahwa hasil imbang sudah cukup untuk membawa Indonesia lolos ke Piala Asia U-17 2025.
"Ini yang harus kita jalani karena situasinya di setengah pertandingan saya mendengar kabar kalau kita seri saja bisa lolos," ungkapnya.
Di sisi lain, Nova mencatat bahwa Australia juga tidak menunjukkan serangan yang berarti meskipun mereka menguasai bola.
"Akhirnya kita secara taktikal pun sama, kita coba melakukan defend di area sendiri dan di saat kita bisa rebut bola kita counter attack. Namun, kita bisa melihat Australia pun sama di saat dia punya bola, dia tidak mau menyerang kita," jelasnya.
"Ini jadi suatu pertandingan, menurut saya ya, jujur saya tidak terlalu suka, tetapi apapun itu, apapun jalannya pertandingan hari ini, saya bersyukur kami bisa lolos," tutupnya.