Arti Kata Pujangga yang Perlu Diketahui, Lengkap dengan Penjelasannya
Lantas apa sebenarnya arti kata pujangga. Siapa yang bisa disebut pujangga dan apa yang dikerjakan pujangga? Berikut merdeka.com rangkum selengkapnya arti kata pujangga lengkap beserta penjelasannya yang menarik diketahui:
Pujangga identik dengan karya sastra dan kerap muncul terutama dalam karya sastra terdahulu. Kini mungkin teramat jarang seseorang yang menggunakan diksi 'pujangga'. Pujangga terdahulu di masa kerajaan di Pulau Jawa yang paling terkenal adalah Pujangga Ranggawarsita.
Serat Kalatidha yang pada tahun 1998 versi terjemahannya telah diterbitkan pula oleh Penerbit Bentang Budaya dengan judul Zaman Edan adalah karyanya yang paling populer dan juga dianggap masih relevan hingga kini.
-
Kapan Rafathar potong rambut? 3 Namun, ternyata Raffi dan Nagita ingin anak mereka tampil berbeda menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tidak lama lagi.
-
Bagaimana Imlek dirayakan di Sumut? Sejarah perayaan Imlek di Indonesia telah ada sejak abad ke-15 ketika pedagang Tionghoa datang ke Nusantara. Perayaan ini telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, dengan tradisi seperti memasang lampion, menyiapkan makanan khas Imlek, dan memberikan angpao.
-
Kapan Rahmat mulai panen slada? Yang awalnya hanya panen 5 kilogram per hari, kini ia mampu sampai 1,9 ton per bulan. Profesi petani sebenarnya masih sangat prospek untuk didalami, terutama bagi kalangan muda. Jika ditekuni, bukan tidak mungkin bisa menghasilkan keuntungan berlipat seperti seorang pemuda asal Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah bernama Rahmatul Hafid. Rahmat awalnya mencoba peruntungan di bidang pertanian, bahkan dengan modal awal yang minim yakni Rp2 juta. Namun siapa sangka, hampir lima tahun menjalankan pertanian hidroponik slada produknya kini mampu terjual hingga 60 kilogram per hari.
-
Siapa saja yang dibebani dengan pajak di Sumut? Pajak adalah pembayaran wajib yang harus dibayarkan oleh individu atau badan usaha kepada pemerintah sesuai dengan undang-undang.
-
Apa itu Serumbung Sumur? Serumbung sumur merupakan alat penjernih air kuno dari masa Kesultanan Banten yang berkuasa pada 1527-1813. Ini dia serumbung sumur yang merupakan alat penjernih air kuno dari masa Kesultanan Banten yang berkuasa pada 1527-1813.
-
Buah apa yang terkenal dengan teka-teki lucu dan khas Sumut? Buah apa yang durhaka?Jawaban: Melon Kundang.
Lantas apa sebenarnya arti kata pujangga. Siapa yang bisa disebut pujangga dan apa yang dikerjakan pujangga? Berikut merdeka.com rangkum selengkapnya arti kata pujangga lengkap beserta penjelasannya yang menarik diketahui:
Arti Kata Pujangga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata pujangga adalah pengarang hasil-hasil sastra, baik puisi maupun prosa, ahli pikir, ahli sastra.
Arti pujangga juga didefinisikan sebagai angkatan dalam kesusastraan Indonesia yang muncul sekitar tahun 1930-an dengan ditandai oleh semangat kebangsaan dan semangat mengejar kemajuan, dipengaruhi oleh aliran romantik dan individualisme.
Sederhananya arti pujangga adalah seorang sastrawan, penulis puisi, maupun penulis prosa.
Pujangga Baru dan Pujangga Lama Indonesia
Seperti yang disebutkan sebelumnya, pujangga merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut angkatan dalam kesusastraan Indonesia tahun 1930-an. Terdapat dua angkatan pujangga yaitu pujangga baru dan pujangga lama. Berikut selengkapnya:
Pujangga Lama
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat.
Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatra bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan.
Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis penulis utama angkatan Pujangga Lama.
Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.
Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis. Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah, dan Armijn Pane.
Lahirnya majalah Pujangga Baru itu sendiri, di samping memang dimaksudkan untuk menampung aspirasi sastrawanan yang tersebar di pelosok Nusantara, juga sesungguhnya merupakan salah satu bentuk reaksi atas keberadaan Panji Pustaka yang dinilai tidak memberi ruang yang lebih luas bagi sastrawan dalam mengembangkan kreativitasnya.
Beberapa pengarang yang aktif menulis melalui Pujangga Baru yang karyanya muncul pada tahun 30-an dan awal tahun 40-an di antaranya Sutan Takdir Alisjahbana Tak Putus dirundung Malang (1929), Dian yang Tak Kunjung Padam, (1932), Tebaran Mega (1935), Layar Terkembang (1937), Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940), Puisi Lama (1941), Puisi Baru (1946), Pelangi (1946), Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (1969), Grotta Azzura (1970 dan 1971), Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan (1977), Lagu Pemacu Ombak (1978), Amir Hamzah Sebagai Penyair dan Uraian Sajak Nyanyi Sunyi (1978), Kalah dan Menang (1978). Karyanya yang lain: Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (1936), Pembimbing ke Filsafat (1946), Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957), The Indonesian Langguage and literature (1962), Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (1966), Values as Integrating Forces in Personality, Society and Culture (1974), The Failure of Modern Linguistik. Adapun terjemahannya ialah: Nelayan di Laut Utara (Karya Piere Lotti) dan Nikudan Korban Manusia (Karya Tadayosih Sakurai; terjemahan bersama Soebadio Sastrotomo, 1944).
Salah satu karya STA yang penting adalah novel Layar Terkembang. Novel yang dianggap mencerminkan cita-cita STA ini diterbitkan Balai Pustaka untuk pertama kalinya tahun 1936, dan tahun 1984 mengalami cetak ulang untuk kelima belas kalinya. Pada tahun 1963 novel ini terbit di Kuala Lumpur dengan edisi bahasa Melayu.