2 Pengacara Ini Didenda Karena Pakai ChatGPT untuk Menuliskan Dokumen Hukum
Dua pengacara di New York dan lembaganya didenda USD5.000 atau Rp 75 juta oleh pemerintah setempat.
Dua pengacara di New York dan lembaganya didenda USD5.000 atau Rp 75 juta oleh pemerintah setempat.
Denda ini lantaran dua pengacara itu menyerahkan dokumen hukum yang ditulis dengan bantuan ChatGPT. Dalam dokumen hukum yang ditulis Chat GPT, tidak ada fakta yang dituliskan malah justru mengeluarkan kutipan-kutipan hukum yang tak bermakna.
-
Kapan Mutiara Baswedan meraih gelar Sarjana Hukum? Ia berhasil meraih gelar Sarjana Hukum pada tahun 2020.
-
Siapa yang menetapkan norma hukum? Norma hukum mengatur perilaku berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, yang harus dipatuhi oleh seluruh warga negara.
-
Apa yang diatur oleh dasar hukum pemilu di Indonesia? Pemilihan umum (Pemilu) menjadi salah satu sarana dalam mewujudkan sistem demokrasi di Indonesia. Melalui proses pemilihan ini, rakyat Indonesia memiliki hak untuk menentukan wakil-wakil mereka yang akan memimpin negara dan membuat kebijakan.
-
Kapan hukum Idgham Bilaghunnah diterapkan? Hukum bacaan ini berlaku jika nun atau tanwin bertemu huruf ر dan ل (Lam dan Ra').
-
Bagaimana tingkatan hukum makruh dalam Islam? Secara umum, hukum makruh adalah sesuatu yangtidak disukai atau dihindari dalam agama Islam, meskipun tidak diharamkan secara tegas.
-
Siapa yang akhirnya mengambil langkah hukum terkait masalah bisnis tersebut? Leo menegaskan bahwa kliennya, Arina Winarto, yang resmi bercerai pada Februari 2022, telah berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan meminta klarifikasi kepada Tiko pada bulan Maret tahun yang sama. Leo menjelaskan bahwa sebagai langkah selanjutnya, kliennya mengirim somasi kepada Tiko pada bulan April 2022, sebelum akhirnya memutuskan untuk membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan pada bulan Juli 2022.
Menurut Hakim Federal P. Kevin Castel dua pengacara dan lembaganya, Levidow, Levidow & Oberman, P.C., telah berupaya bertindak dengan itikad buruk dan berbohong kepada pengadilan untuk menutupi kesalahan mereka.
"Mereka mengajukan pendapat yudisial dengan kutipan palsu yang dibuat oleh ChatGPT," kata Kevin dikutip dari Gizmodo, Sabtu (24/6).
Penggunaan ChatGPT terungkap ketika pengadilan melihat enam dari kasus hukum yang digunakan sebagai kutipan adalah imajiner. Hakim menyebutkan bahwa pengacara Peter LoDuca dan Steven A. Schwartz memperburuk keadaan dengan berbohong kepada pengadilan.
Schwartz dan LoDuca bukanlah pengacara pertama yang menguji kecakapan hukum melalui ChatGPT. Chatbot telah menelan banyak sekali legalese dan seringkali dapat menjawab pertanyaan hukum yang kompleks dengan akurasi yang mencengangkan.
ChatGPT memang mengesankan, tetapi publik perlahan-lahan menyadari fakta bahwa teknologi ini dibuat untuk mengeluarkan jawaban yang terlihat akurat, bukan untuk memberikan respons yang sebenarnya benar.