4 Alasan mengapa Telegram adalah aplikasi chat yang disukai teroris
4 Alasan mengapa Telegram adalah aplikasi chat yang disukai teroris. Telegram telah diblokir di Indonesia. Dengan alasan bahwa aplikasi ini dekat dengan terorisme dan radikalisme, Menkominfo pun memblokir penggunaan aplikasi messaging asal Rusia ini.
Telegram telah diblokir di Indonesia. Dengan alasan bahwa aplikasi ini dekat dengan terorisme dan radikalisme, Menkominfo pun memblokir penggunaan aplikasi messaging asal Rusia ini.
Hal ini sama sekali tak salah. Melansir riset dari Middle East Media Research Institute, Telegram adalah "Aplikasi pilihan" dari teroris, terutama ISIS.
-
Kata-kata lucu apa yang dibagikan di media sosial? Kata-Kata lucu yang dibagikan di medsos bisa menjadi hiburan bagi orang lain.
-
Buah apa yang paling sering dibicarakan di media sosial? Buah, buah apa yang sakit? Salah satu tebak-tebakan tersebut kini rasanya telah menjadi buah perbincangan dari sejumlah warganet di media sosial.
-
Kata-kata apa yang sering ditemukan di media sosial? "Kata-kata hari ini adalah kalimat yang sering diucapkan di medsos. Biasanya orang yang mendapatkan pertanyaan ini akan mengungkapkan sebuah kalimat inspiratif yang memotivasi orang."
-
Apa saja yang dipamerkan Ustaz Solmed di media sosial? Ustaz Solmed menjadi perbincangan di media sosial karena kerap memamerkan gaya hidup mewahnya, memicu respons netizen.
-
Siapa yang kerap mengunggah kesehariannya di media sosial? Setelah menikah dengan Harvey Moeis dan memiliki 2 anak, Sandra kerap mengunggah kesehariannya di media sosial.
-
Siapa yang terlibat dalam cerita lucu tentang update status di media sosial? Cerita Lucu Singkat 10: Update Status Dulu
Tak bisa dipungkiri, berbagai peristiwa terorisme besar dunia sedikit banyak melibatkan Telegram. Melansir VOx yang mengutip TechCrunch, Washington Post, dan jurnal Combating Terrorism Centre, Telegram digunakan anggota ISIS untuk menyebar propaganda di serangan Paris 2015 lalu, perekrutan pelaku penyerangan Christmas market di Berlin tahun lalu, dan juga untuk mengarahkan pelaku penembakan di Reina nightclub Istanbul malam tahun baru lalu.
Lalu mengapa Telegram disukai teroris? Berikut penjelasannya.
Telegram adalah aplikasi yang dijamin super aman
Pavel Durov, founder dan CEO Telegram, menyebut bahwa Telegram adalah aplikasi messaging yang aman. Dilindungi enkripsi, Telegram membuat berbagai informasi yang dibagi secara privat akan selalu bersifat privasi. Telegram sendiri dengan tegas menolak untuk memberi 'pintu belakang' akses informasi untuk agen intelejen dari para pengguna Telegram. Padahal di bulan April lalu, pada kasus penyerangan di St. Petersburg, Rusia, para pelaku terbukti menggunakan Telegram.
Durov sendiri menekankan bahwa Telegram tak akan membagi data rahasia pengguna dengan siapapun. Hal ini karena privasi benar-benar hal yang diunggulkan dan seakan-akan jadi 'merek dagang' Telegram.
Dengan 'menjual' privasi, Telegram memimpin di antara aplikasi yang menawarkan fitur serupa. Dilansir dari TechCrunch, ada 100 juta pengguna aktif hingga 2016.
Fitur yang diunggulkan dari Telegram soal privasinya adalah 'end-to-end encryption yang membuat siapapun tak akan bisa mengakses sebuah pesan kecuali pengirim dan penerima, secret chatroom, serta destructing messages.
Seorang pakar anti-teroris dari George Mason University, Ahmet S. Yayla, menyebut bahwa Telegram punya reputasi yang baik soal privasi, karena terkenal tak bisa didekripsi. Hal ini menarik bagi ISIS, karena menurut Ahmet, "Teroris menyukai gagasan soal privasi" dalam konteks penyebaran propaganda.
Fitur kanal dan chat rahasia ada di satu platform
Para pengguna Telegram dapat berkomunikasi dalam berabgai bentuk: mulai dari private messages, secret chat, group, serta channel. Channel, atau kanal, adalah fitur di Telegram yang terbuka untuk publik. Sementara secret chat akan sangat terlindungi privasinya, karena diproteksi oleh enkripsi yang canggih.
Menurut Jade Parker, periset di grup riset TAPSTRI yang khusus mengamati penggunaan internet oleh teroris, kombinasi berbagai fitur Telegram ini membuat ISIS menyukainya. Telegram digunakan ISIS sebagai media "kontrol dan komando".
"Mereka memulainya (propaganda) di Telegram, lalu dibagi ke berbagai platform. Jadi, informasi dimulai di aplikasi (Telegram) lalu disebar ke Twitter dan acebook," ungkap Parker.
Kembali ke fitur Telegram yang disukai teroris, Parker menyebut bahwa fitur yang paling disukai adalah secret chat. Secret chat adalah fitur yang diproteksi oleh end-to-end encryption. Cara kerjanya adalah setiap pengguna diberi kunci digital yang unik saat mereka berkirim pesan. Untuk mengakses pesan tersebut, penerima harus memiliki kunci yang sesuai dengan pengirimnya secara tepat. Jadi akan mustahil pesan ini akan diakses siapapun, bahkan polisi dan intelejen.
Polisi dan intelejen mungkin bisa mengidentifikasi siapa berbicara dengan siapa di pesan tersebut. Namun mereka sama sekali tak memiliki cara untuk tahu apa yang dibicarakan satu sama lain. Bahkan, Telegram sendiri tak tahu apa yang ada dalam pesan ini. Kontrol informasi benar-benar dari pengguna.
Aplikasi lain seperti WhatsApp dan Viber memiliki fitur serupa, namun Telegram jauh lebih istimewa. Ada fungsi di Telegram berupa self-destruct timer. Hal ini berupa opsi sebelum mengirim pesan, pengirim bisa memilih untuk melakukan penghitungan waktu mundur untuk secara otomatis menghapus pesan. Jika ini dipilih, beberapa waktu setelah pesan dibaca, pesan akan secara otomatis dan permanen hilang dari dua perangkat.
Pembuatan akun yang mudah
Dibanding beberapa platform media sosial lain, membuat akun di Telegram adalah salah satu yang paling mudah. Pengguna hanya perlu membuat akun hanya dengan nomor ponsel. Dari nomor tersebut, kode akses akan dikirim oleh Telegram. Masalahnya, menurut Yayla dan Parker, sudah jadi praktik umum oleh teroris untuk memasok nomor ponsel yang digunakan untuk kode akses Telegram, lalu menggunakan nomor lain. Nomor kode akses ini akan dibuang. Hal ini bertentangan dengan apa yang dilakukan sebagian besar pengguna aplikasi chat.
Selain soal kemudahan, para teroris tak akan 'diusir' dari Telegram. Menurut Todd Helmus, pakar terorisme dan media sosial dari RAND Corporation, dulu teroris tidak menggunakan Telegram, namun Twitter. Twitter sendiri, bersama banyak platform seperti Facebook, Instagram, dan YouTube, akhirnya memerangi terorisme dengan menghapus banyak sekali akun radikal dan teroris. Di blog resminya, Twitter menyebut kalau mereka telah menghapus 360.000 akun terkait teroris di tahun 2016.
Di sisi lain, Telegram yang menjunjung privasi tak akan ketahuan kalau aplikasinya digunakan untuk penyebaran propaganda terorisme, selama hal tersebut dilakukan melalui private messages dan juga secret chat. Meski demikian, ada 78 kanal publik Telegram yang dihapus, karena terkait dengan serangan Paris 2015 lalu.
Bisa kirim file dalam jumlah besar
Selain sebagai alat komunikasi teroris, Telegram dianggap aplikasi yang paling mumpuni dan memiliki kemampuan lebih dibandingkan media sosial lainnya.
"Dengan menggunakan web itu, teroris punya kemampuan lebih. Bisa melakukan transfer file sebesar 1,5 GB itu hanya melalui web. Di situlah mereka bertransfer informasi," kata Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel A Pangerapan di Kantor Kemkominfo di Jakarta, Senin (17/7).
Semmy menyebut bahwa dari penemuan timnya para teroris ini juga menggunakan web base untuk berkomunikasi. Alasannya karena manfaatnya lebih terasa. Pemblokiran aplikasi Telegram tersebut kata dia sebagai peringatan keras kepada siapapun yang ternyata memanfaatkan media sosial untuk hal-hal negatif.
"Ini juga sebagai peringatan keras karena kita tahu bahwa masyarakat ternyata memanfaatkan untuk yang lainnya (negatif). Makanya kita menegaskan sekali agar mereka berkoordinasi dengan kita untuk masalah yang berbahaya ini," kata dia.
Meski begitu Semmy menjelaskan pihaknya tak bermaksud melakukan pemantauan kepada masyarakat. Sebab pemantauan tersebut hanya dilakukan kepada pihak-pihak yang diduga akan memantau keamanan negara.©
"Kami tidak ingin memantau masyarakat, kami hanya ingin memantau pihak yang berniat merusak tatanan dan keamanan negara ini, karena kita ingin menegakkan kedaulatan," ujar dia.
(mdk/idc)