7 Perilaku Negatif yang Bisa Menurun Secara Genetik
7 Perilaku Negatif yang Bisa Menurun Secara Genetik
Gen adalah fitur dalam diri manusia yang menentukan hampir semua bentuk fisik dan juga non-fisik kita. Kita sebagai manusia mewarisi semua gen dari orang tua.
Permasalahannya, ternyata tidak semua gen dari orang tua adalah gen yang baik. Bahkan seringkali kecenderungan perilaku kita (meski kita tak bisa melakukan justifikasi penuh terhadap perilaku berdasar genetikanya), menurun dari orang tua kita.
-
Siapa ilmuwan terbaik di Universitas Gadjah Mada berdasarkan AD Scientific Index 2024? Universitas Gadjah Mada Jumlah ilmuwan dalam indeks : 497Ilmuwan terbaik dalam institusi : Abdul Rohman
-
Di mana daftar ilmuwan paling berpengaruh di dunia ini diumumkan? Peringkat tersebut didasarkan pada analisis dampak sitasi di berbagai disiplin ilmu yang diambil dari database Scopus. Setiap tahun, lembaga ini memilih 100.000 ilmuwan dari seluruh dunia yang aktif di berbagai institusi akademik.
-
Bagaimana AD Scientific Index menentukan peringkat universitas terbaik di Indonesia? AD Scientific Index menggunakan sistem pemeringkatan yang unik dengan menganalisis sebaran ilmuwan dalam suatu institusi menurut persentil 3, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Kapan kata pengantar dianggap penting dalam karya ilmiah? Meski bukan bagian dari isi, namun dalam suatu karya ilmiah, kata pengantar bukan sebuah formalitas.
Nah, berikut ini adalah tujuh perilaku negatif yang bisa menurun secara genetik, melansir Listverse.
Gen Kejahatan
Varian gen MAOA dan gen cadherin 13 (CDH13) disebut sebagai "gen pejuang". Meski demikian ini bukan semata-mata pejuang, namun gen ini diberi nama demikian karena terkait dengan perilaku kekerasan.
Sebuah studi tahun 2014 yang dihelat oleh peneliti Finlandia mengungkapkan bahwa penjahat dengan gen yang bertanggung jawab atas lima hingga sepuluh persen dari semua kejahatan yang ada di Finlandia.
Menurut penelitian yang sama, gen pejuang ini 13 kali lebih mungkin menjadi pelaku kejahatan ketimbang mereka yang tidak memiliki gen ini. Disebut telah ada 900 narapidana yang terlibat dalam penelitian ini bertanggung jawab atas total 1.154 pembunuhan, percobaan pembunuhan, serta kekerasan.
Tentu ini bukan sebagai justifikasi dan bukan jaminan bahwa pemilik gen ini akan pasti melakukan kekerasan.
Gen Bunuh Diri
Para ilmuwan menemukan hubungan antara depresi, bunuh diri, serta adanya gen RGS2.
Hal ini dibuktikan sebuah studi di tahun 2011 yang dipimpin oleh ilmuwan dari New York State Psychiatric Institute bernama John Mann, yang mengungkapkan bahwa satu varian gen RGS2 mempunyai kecenderungan depresi, dan varian lainnya membuat orang rentan lebih rentan bunuh diri.
Para peneliti percaya bahwa gen RGS2 ini dapat menjelaskan bahwa beberapa generasi keluarga yang sama, melakukan bunuh diri. Hal ini diduga terjadi di keluarga penulis terkenal Ernest Hemingway.
Hemingway bunuh diri di tahun 1961, ayahnya bunuh diri di 1928, dan kejadian sama terjadi ke cucu perempuan dan dua saudara kandungnya.
Sang ilmuwan setuju bahwa deteksi gen dapat digunakan dalam indikator risiko seseorang untuk pencegahan bunuh diri.
Gen Trauma
Para peneliti menemukan bahwa ternyata orang tua dapat mentransfer efek dari pengalaman traumatis yang mereka derita kepada anak-anak melalui gen.
Peneliti melakukan penelitian ke banyak partisipan yang punya kecenderungan traumatis, mulai dari keturunan budak kulit hitam, orang-orang yang selamat holocaust, hingga tentara yang berhasil selamat dari perang Vietnam. Disebut, kesemuanya secara genetik mentransfer gangguan stres pasca-trauma ke keturunan mereka.
Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Rachel Yehuda dari Fakultas Kedokteran Icahn di Rumah Sakit Mount Sinai di Manhattan. Sang peneliti menyebut bahwa peristiwa traumatis benar-benar dapat mengubah gen mereka.
Gen Selingkuh
Gen DRD4 ternyata bertanggung jawab untuk mengatur kadar dopamin dalam tubuh kita. Dopamin adalah zat kimia yang dilepaskan di otak kita dan biasanya terkait dengan motivasi dan kepuasan seksual.
Tubuh kita menganggapnya sebagai semacam hadiah, itulah sebabnya hormon ini biasanya dilepaskan ketika kita terlibat dalam perilaku menyenangkan seperti judi, minum, dan berhubungan seksual.
Hubungannya dengan perselingkuhan, sebuah studi di tahun 2010 yang dipimpin ilmuwan Justin Gracia daru Binghamton University, New York, telah mengungkapkan bahwa varian gen DRD4 sebenarnya bisa membuat orang lebih rentang untuk selingkuh dari pasangan mereka.
Hal ini disimpulkan dari 181 partisipan yang memiliki gen tersebut punya kecenderungan terlibat perselingkuhan. Namun tentu varian gen bukan alasan untuk selingkuh dan sebuah justifikasi atas kelakuan ini.
Gen Pesimistik
Ternyata perasaan pesimis dan juga pikiran negatif bisa datang dari gen. Gen yang bertanggungjawab adalah ADRA2B, yang merupakan salah satu dari banyak gen yang bertanggung jawab atas emosi kita.
Ilmuwan menyebut ketika gen ADRA2B tidak sempurna, lebih tempatnya kehilangan satu struktur asam amino, pemilik gen ini akan lebih mudah melihat peristiwa secara negatif.
Dalam penelitian oleh Rebecca M. Todd dari University of British Columbia, gen pesimistik ini ditemukan dalam penelitian yang melibatkan 200 partisipan. Dikonklusikan bahwa gen pesimistik ini muncul bukan karena satu gen saja, namun karena ada ketidaksempurnaan tersebut atau beberapa gen yang terhubung.
Gen Insomnia
Sebuah penelitian yang melibatkan 113.006 akhirnya mengungkap adanya tujuh buah gen yang merupakan penyebab insomnia.
Salah satu gen yang dimaksud adalah MEIS1. Gen ini juga terhubung dengan beberapa kondisi lain seperti depresi, gangguan kecemasan, serta sindrom kaki gelisah atau restless legs syndrome (RLS). Tentu semua kondisi ini merupakan penyebab insomnia.
Gen Banyak Omong
Berbeda dari kepercayaan 'ilmiah' umum yang menyatakan bahwa banyak bicara adalah soal gender, ternyata hal ini lebih condong ke soal genetika.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Maryland menunjukkan bahwa gen FOXP2 adalah salah satu gen yang bertanggung jawab untuk kemampuan bicara manusia. Gen ini mengeluarkan protein khusus di otak, dan protein ini membuat seseorang cenderung banyak bicara.
Meski demikian, para peneliti ingin meneliti kembali hal ini di angka partisipan yang lebih besar agar tak ada bias umur dan gender.
(mdk/idc)