ATSI Pertanyakan Tingkat Komponen Dalam Negeri Satelit Starlink Milik Elon Musk
Perlakuan yang tidak transparan membuat banyak pelaku bisnis telekomunikasi mempertanyakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TDKN) Starlink.
Perlakuan yang tidak transparan membuat banyak pelaku bisnis telekomunikasi mempertanyakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TDKN) Starlink.
ATSI Pertanyakan Tingkat Komponen Dalam Negeri Satelit Starlink Milik Elon Musk
Kedatangan Starlink ke pasar retail Indonesia berhasil membuat berbagai perusahaan telekomunikasi menjadi gempar.
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) meminta agar tingkat kepatuhan Starlink terhadap Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan kewajibannya bagi daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) selalu diperhatikan dan diawasi oleh pemerintah.
Saran-saran tersebut dikeluarkan ATSI untuk menjaga agar Starlink selalu mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia dan supaya terciptanya tingkatan permainan yang sama/equal playing field antara berbagai perusahaan di dalam industri telekomunikasi Indonesia.
“Tingkat kandungan dalam negeri [Starlink], berapa tuh? Enggak ketahuan [sampai sekarang]. Barangnya jangan-jangan impor semua, misalnya. Nah sekarang kita bilang, boleh enggak itu diukur TKDN-nya? Operator kan semua udah TKDN,” jelas Sekretaris Jenderal ATSI, Marwan O. Baasir, pada acara diskusi dengan awak media di XL Axiata Tower, Jakarta, kemarin, Senin (10/6).
Dengan pemberlakuan ketentuan TKDN, suatu barang atau jasa yang masuk dan dijual di Indonesia dapat dipastikan mempunyai kandungan hal-hal yang berasal dari Indonesia dalam taraf tertentu.
ATSI mendorong penegakan aturan TKDN kepada Starlink agar layanan internet tersebut bisa mendayagunakan suumber daya dari dalam negeri sehingga memberikan keuntungan bagi negara.
Kedua, ATSI meminta pemerintah untuk memastikan bahwa Starlink melakukan perannya dalam membangun daerah 3T sebagai penyedia internet berbasis satelit.
Marwan mengungkapkan, meskipun Starlink diharapkan dapat membantu membawa kemajuan telekomunikasi di daerah 3T oleh pemerintah, nyatanya ia saat ini tetap bisa berjualan secara bebas kepada konsumen di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di perkotaan.
“[Starlink] kan izinnya ISP (internet service provider) dan VSAT (very-small-aperture terminal). Akan tetapi, kan, pada kenyataannya dia bisa jual retail nasional. 3T-nya harus ada, dong. Kan dia bisa retail nasional. Kalau [operator] cover-nya nasional, Starlink [juga] nasional, ya kasih juga 3T non-3T-nya,” jelas Marwan.
Selain dua rekomendasi tersebut, ATSI juga meminta agar layanan Direct to Cell Starlink, yaitu layanan yang memungkinkan pengaksesan internet Starlink tanpa perangkat keras lain, agar diatur oleh pemerintah.
Pada akhirnya, ATSI bukan ingin agar Starlink diblokir dari Indonesia. Marwan mengatakan bahwa hal yang perlu diatur dari keberadaan Starlink adalah peraturan mengenai tata niaga.
Ia menegaskan bahwa Starlink sebaiknya memilih untuk menyediakan layananannya secara retail atau untuk backhaul (jaringan penghubung), bukan keduanya.